Seorang mukmin tidak akan mencapai ketakwaan yang sempurna hingga ia meninggalkan perkara-perkara mubah karena khawatir terjebak pada perkara-perkara yang mengandung dosa. Banyak ulama berhati-hati dalam menyikapi perkara-perkara mubah. Ini merupakan bab yang agung dari pembahasan tentang wara dalam agama. Oleh kerena itu, seorang muslim hendaklah berhati-hati terhadap makanan yang dimakan dan minuman yang diminumnya. Hendaklah ia menjauhi perkara-perkara yang masih syubhat (tidak jelas kehalalannya). Dalil-dalil syar’i yang menganjurkan hal ini sangat banyak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berhati-hati atas apa yang beliau peroleh. Beliau bersikap wara dan menjauhi perkara-perkara syubhat demi keselamatan agama, kehormatan dan badannya.
Dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ، وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ، لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ، فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ، وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ، أَلَا، وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلَا، وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلَا وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً. إِذَا صَلَحَتْ، صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإذَا فَسَدَتْ، فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا، وَهيَ القَلْبُ
“Sesungguhnya yang halal adalah jelas dan yang haram juga jelas. Di antara keduanya terdapat perkara–perkara yang syubhat (tidak jelas halal-haramnya) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa menjaga diri dari perkara syubhat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Barangsiapa terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia telah jatuh kepada perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembala di sekitar tanah larangan. Hampir saja ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Apabila segumpal daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengisyaratkan untuk menjaga agama dan kehormatan diri. Keduanya tidak terwujud kecuali dengan menjauhi semua perkara haram dan syubhat. Hadis ini juga menjelaskan bahwa perbuatan dan perkataan yang baik bersumber dari tubuh yang baik. Tubuh yang baik tergantung pada hati yang baik. Segala yang buruk pada diri seseorang bersumber dari hati yang rusak.
Dari an-Nawas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
“Kebajikan adalah budi pekerti yang baik. Dosa adalah segala yang menggelisahkan perasaanmu dan engkau tidak suka bila dilihat orang lain.” (HR Muslim)
Dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ؟
“Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan?”
Aku menjawab, “Ya.”
Beliau bersabda,
اسْتَفْتِ قَلْبَكَ، اْلبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ اْلقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَاحَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ
“Bertanyalah kepada hatimu. Kebajikan adalah apa yang membaut jiwamu tenang dan hatimu tentam, sedangkan dosa adalah apa yang menggelisahkan jiwamu dan meresahkan hatimu meskipun orang–orang berkali-kali membenarkanmu.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Ahmad, ad-Darimi, dan Abu Ya’la)
Dari al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Aku hafal (sabda) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ
“Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata, “Hadis hasan sahih,” Ahmad, dan Ibnu Hibban)
Maknanya adalah tinggalkanlah segala yang meragukanmu dan ambillah segala yang tidak meragukanmu.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu memiliki seorang budak yang selalu memberikan bagian upahnya. Abu Bakr makan dari hasil upah yang diserahkan budaknya. Pada suatu hari, budak itu datang dan menyerahkan sesuatu kepada Abu Bakr. Abu Bakr memakannya. Budak itu berkata, “Tahukah engkau, dari manakah asal makanan yang engkau makan itu?” Abu Bakr balik bertanya, “Dari mana?” Budak itu menjawab, “Dahulu di masa jahiliah aku melakukan praktek perdukunan kepada seseorang, padahal aku tidak mengetahui sama sekali perdukunan melainkan aku menipunya. Dia menemuiku dan memberikan itu kepadaku. Upah itulah yang engkau makan.”
Mendadak Abu Bakr memasukkan tangannya ke dalam mulutnya dan memuntahkan dari perutnya seluruh yang ia makan.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Dari Athiyah bin Urwah as-Sa’adi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنْ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لَا بَأْسَ بِهِ حَذَرًا لِمَا بِهِ الْبَأْسُ
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat orang yang bertakwa hingga ia meninggalkan apa-apa yang dianggap tidak berdosa karena takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa.” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abd bin Humaid, ath-Thabrani, dan al-Bukhari)
Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami meninggalkan sembilan dari setiap sepuluh perkara yang dianggap halal karena khawatir terjebak pada perkara yang haram.”
Balta’ah bin al-Ward berkata, “Apabila kamu melakukan perjalanan, sungguh perjalanan itu tidak akan mendatangkan manfaat kepadamu hingga kamu meneliti apa-apa yang kamu masukkan ke dalam perutmu.”
Ibnu al-Mubarak rahimahullah berkata, “Mengembalikan satu dirham yang syubhat lebih aku cintai daripada bersedekah 100.000 dirham, 100.000 dirham dan 100.000 dirham.”
Ibnu Asbath rahimahullah berkata, “Ketika seorang pemuda melakukan ibadah, setan berkata kepada pendukungnya, ‘Periksalah, dari mana asal makanan yang ia dapatkan? Jika didapatkan dari yang haram, maka biarkanlah ia beribadah dan terus beribadah sampai capek karena ibadah itu tidak mendatangkan manfaat baginya.’ Maksudnya, ibadah yang diiringi dengan memakan makanan haram tidak akan mendatangkan manfaat baginya.”
Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata, “Sucikanlah sumber makananmu sehingga kamu mengetahui mengapa kamu tidak salat malam dan puasa sunah.”
Baca juga: MENJAGA DIRI DARI PERKARA SYUBHAT
Baca juga: AGAR DICINTAI ALLAH DAN MANUSIA
Baca juga: LARANGAN MAKAN SECARA BERLEBIH-LEBIHAN
(Aziz bin Farhan al-Anzi)