Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ. إِنَّمَا أهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ. فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ، فَاجْتَنِبُوهُ. وَإِذَا أمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ، فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Janganlah kalian mempertanyakan setiap hukum yang aku diamkan. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan berselisih dengan nabi-nabi mereka. Jika aku melarang sesuatu, maka tinggalkanlah. Jika aku memerintahkan sesuatu, maka kerjakanlah semampu kalian.” (Muttafaq ‘alaih)
PENJELASAN
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mempertanyakan setiap hukum yang aku diamkan.”
Sebagian sahabat sangat bersemangat menuntut ilmu dan ingin mengetahui sunah-sunah Nabi. Terkadang mereka bertanya tentang sesuatu yang awalnya tidak haram, namun kemudian diharamkan karena pertanyaan mereka. Terkadang mereka juga bertanya tentang sesuatu yang awalnya tidak wajib, tapi kemudian diwajibkan karena pertanyaan mereka. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar mereka tidak mempertanyakan sesuatu yang beliau diamkan, tidak diperintahkan atau tidak dilarang. Hendaklah mereka memuji Allah atas nikmat kelonggaran ini.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan alasan, “Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan berselisih dengan nabi-nabi mereka.” Yaitu orang-orang sebelum kita banyak bertanya kepada nabi-nabi mereka, lalu dijawab oleh nabi-nabi mereka sehingga mereka diwajibkan untuk mengerjakan apa yang mereka tanyakan. Akhirnya mereka berselisih dengan nabi-nabi mereka.
Berselisih dengan nabi artinya menentang nabi. Mereka berpaling dari perintah nabi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israil yang terdapat dalam al-Qur’an.
Dikisahkan bahwa Bani Israil berselisih tentang siapa yang membunuh salah seorang dari mereka. Kabilah-kabilah saling menuduh. Akhirnya mereka menyerahkan masalah itu kepada Nabi Musa ‘alaihissalam.
Beliau berkata kepada mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةً
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyembelih seekor sapi betina.” (QS al-Baqarah: 67)
Allah memerintahkan mereka untuk menyembelih seekor sapi betina, lalu mengambil salah satu bagian tubuhnya untuk dipukulkan ke tubuh korban. Jika mereka melaksanakan perintah itu, dengan izin Allah mayat itu akan menjelaskan siapa pembunuhnya. Akan tetapi mereka menjawab,
اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا
“Apakah engkau hendak menjadikan kami bahan ejekan?” (QS al-Baqarah: 67) Atau, apakah kamu menertawakan kami? Apa hubungan sapi dengan orang yang dibunuh? Bagaimana ia bisa hidup setelah mati?
Mereka adalah para pembesar Bani Israil dan orang-orang yang paling zalim di antara mereka. Mereka bertindak hanya berdasarkan akal, bukan wahyu. Seandainya mereka mengambil wahyu, pasti mereka selamat dari hal itu. Maka dari itu, Nabi Musa berkata,
اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ
“Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” (QS al-Baqarah: 67) Mereka telah menghina Nabi Musa ‘alaihissalam karena kebodohan dan permusuhan mereka, sehingga beliau berlindung dari kebodohan mereka.
Ketika mengetahui Nabi Musa ‘alaihissalam benar, mereka bertanya,
ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَ
“Mohonkanlah kepada Rabbmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?” (QS al-Baqarah: 68)
Seandainya mereka langsung melaksanakan perintah tanpa menanyakan detail sapi betina, tentu mereka telah memenuhi perintah. Tetapi mereka meminta yang lebih sulit dari yang diperintahkan sehingga mereka dipersulit.
Musa ‘alaihissalam menjawab,
اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَّلَا بِكْرٌۗ عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ ۗ فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْنَ
“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian.” (QS al-Baqarah: 68)
Musa memerintahkan mereka untuk langsung melaksanakannya. Dan perintah ini merupakan penguat dari perintah yang pertama,
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةً
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyembelih seekor sapi betina.” (QS al-Baqarah: 67)
Tetapi mereka masih enggan mengerjakannya. Mereka berkata,
ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا لَوْنُهَا
“Mohonkanlah kepada Rabbmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya?” (QS al-Baqarah: 69) Atau, kami telah mengetahui usianya, sekarang beritahukan kami warnanya!
Musa ‘alaihissalam menjawab,
اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاۤءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النّٰظِرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.” (QS al-Baqarah: 69)
Dengan pertanyaan tentang warna sapi, satu kesulitan lagi dibebankan kepada mereka. Seandainya mereka menyembelih sapi yang tidak tua dan tidak muda, itu sudah cukup bagi mereka. Akan tetapi, mereka bertanya tentang warna sehingga mereka dipersulit. Mereka diperintahkan untuk mencari sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, warnanya kuning tua dan menyenangkan orang-orang yang memandangnya.
Tetapi mereka tetap saja tidak melaksanakannya. Mereka bahkan bertanya lagi,
ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَۙ اِنَّ الْبَقَرَ تَشٰبَهَ عَلَيْنَاۗ وَاِنَّآ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَمُهْتَدُوْنَ
“Mohonkanlah kepada Rabbmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).” (QS al-Baqarah: 70)
Musa ‘alaihissalam berkata,
إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا
“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” (QS al-Baqarah: 71)
Mereka berkata,
الْـٰٔنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوْهَا وَمَا كَادُوْا يَفْعَلُوْنَ
“Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya. Kemudian mereka menyembelihnya. Hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS al-Baqarah: 71)
Aku berlindung dari kesesatan orang yang mengedepankan akal daripada wahyu. Karena hawa nafsu dan otak mengingkari, mereka melaksanakan perintah setelah bertanya-tanya dan mempermasalahkan.
Mereka mengambil bagian tubuh sapi dan memukulkannya ke orang yang meninggal. Allah menghidupkan orang itu. Ia berkata, “Yang membunuhku adalah si Fulan.” Akhirnya masalah selesai.
Kesimpulannya adalah bahwa banyak bertanya kepada nabi menyebabkan dipersulitnya urusan mereka.
Contoh lain adalah kisah al-Aqra’ bin Habis dari Bani Tamim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
أَيُّهَا النَّاسُ، قدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الحَجَّ، فَحُجُّوا
“Wahai manusia, Allah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah!”
Maksudnya adalah berhaji sekali saja karena Nabi tidak memerintahkan untuk mengulanginya setiap tahun. Namun al-Aqra’ bertanya, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Pertanyaan ini bukan pada tempatnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
“Seandainya aku menjawab ‘ya,’ pasti (berhaji setiap tahun) diwajibkan, dan kalian tidak akan sanggup menunaikannya. Maka janganlah kalian mempertanyakan setiap hukum yang aku diamkan. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan berselisih dengan nabi-nabi mereka.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Pertanyaan seperti itu termasuk yang dilarang. Pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang tidak diperkenankan bertanya tentang hukum yang didiamkan oleh beliau. Oleh karena itu beliau bersabda, “Janganlah kalian mempertanyakan setiap hukum yang aku diamkan. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan berselisih dengan nabi-nabi mereka.”
Adapun sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan setelah wahyu terhenti dengan wafatnya beliau, kalian justru dianjurkan untuk bertanya, karena pada saat ini semua syariat telah sempurna, tidak mungkin bertambah atau berkurang. Pada masa pensyariatan, bisa jadi syariat bertambah atau berkurang.
Sebagian orang salah memahami ayat
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَسْـَٔلُوْا عَنْ اَشْيَاۤءَ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya menyusahkan kalian,” (QS al-Maidah: 101) dan hadis yang sedang dibahas ini sehingga mereka meninggalkan yang wajib dan melanggar yang haram dengan berdalih dengan ayat dan hadis ini dan tidak mau bertanya. Setan telah menjadikan perbuatan mereka indah dipandang mereka. Na’udzubillah.
Kewajiban seorang muslim adalah memahami agama Allah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَن يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا، يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan atasnya, maka Allah akan memberikan kepadanya pemahaman agama.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Baca juga: AMALAN YANG PALING UTAMA
Baca juga: HUKUM PEMAKAIAN KATA ALMARHUM BAGI ORANG YANG TELAH MENINGGAL
Baca juga: PERLUKAN HUKUM SYARIAT DITINJAU-ULANG?
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)