AGAR DICINTAI ALLAH DAN MANUSIA

AGAR DICINTAI ALLAH DAN MANUSIA

Dari Abu Abbas Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang jika aku kerjakan, Allah dan seluruh manusia mencintaiku!”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا، يُحِبَّكَ اللَّهُ. وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ النَّاسِ، يُحِبُّوكَ النَّاسُ

Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya manusia mencintaimu!” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)

PENJELASAN

Zuhud terhadap dunia adalah sikap tidak menginginkan dunia dan tidak mengambil sesuatu dari dunia kecuali yang bermanfaat bagi dirinya di akhirat.

Derajat zuhud lebih tinggi daripada derajat warak. Warak adalah meninggalkan perkara-perkara dunia yang merugikan di akhirat, sedangkan zuhud adalah meninggalkan perkara-perkara dunia yang tidak bermanfaat di akhirat. Derajat meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat di akhirat adalah lebih tinggi daripada derajat meninggalkan perkara yang merugikan di akhirat. Sebelum derajat zuhud terdapat derajat pertengahan yang tidak merugikan dan tidak pula bermanfaat di akhirat.  Singkat kata, zuhud adalah meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat, sedangkan warak adalah melakukan perkara-perkara yang diperbolehkan dan meninggalkan perkara-perkara yang merugikan.

Dunia adalah tempat kita sekarang ini. Dinamakan dunia karena dua hal. Pertama, sebentar dari sisi waktu (cepat berlalu). Kedua, rendah dari sisi derajat.

Dunia sebentar dari sisi waktu karena terjadi sebelum akhirat yang abadi. Dunia rendah dari sisi derajat karena ia jauh lebih rendah daripada akhirat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لُمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ فِي الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Tempat menyimpan cemeti salah seorang dari kalian di akhirat adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari, dan at-Tirmidzi. Lihat Shahihul Jami’)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Dua rakaat salat fajar adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim)

Jadi, dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan akhirat hingga hampir-hampir  kamu tidak mendapatkan kegembiraan sebulan atau dua bulan atau lebih dari itu melainkan segera disusul dengan kesedihan.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ النَّاسِ، يُحِبُّوكَ النَّاسُ) “Dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya manusia mencintaimu.” Artinya hindarilah perasaan ingin tahu apa yang mereka miliki dan perasaan ingin memiliki seperti yang mereka miliki. Hindarilah itu semua, niscaya engkau memperoleh kecintaan mereka.

Ini berarti kamu tidak meminta-minta kepada orang lain, yakni tidak meminta apa pun kepada orang lain. Jika kamu meminta kepada orang lain, maka kamu telah memberatkan mereka, dan kamu menjadi hina di mata mereka. Tangan di atas (tangan yang memberi) adalah lebih baik daripada tangan di bawah (tangan yang menerima).

Faedah Hadis

1️⃣ Tingginya keingintahuan para sahabat radhiyallahu ‘anhuma

Mereka tidak bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tentang kebaikan dunia atau kebaikan akhirat atau keduanya sekaligus.

Tanya: Apakah sahabat yang mengajukan pertanyaan seperti ini bermaksud untuk mengetahui saja atau untuk mengetahui sekaligus mengamalkannya?

Jawab: Para sahabat bertanya untuk mengetahui sekaligus mengamalkannya. Berbeda dengan orang-orang zaman sekarang, dimana mereka bertanya hanya untuk mengetahui hukum suatu perkara saja, bukan untuk mengamalkannya. Mereka bertanya kepada seorang ulama tentang suatu perkara, kemudian beralih ke ulama yang lain, lalu ke ulama yang lain lagi. Mereka terus bertanya ke sejumlah ulama hingga berhenti pada fatwa ulama yang sejalan dengan hawa nafsunya. Meskipun demikian, mereka belum tentu antusias menerimanya. Terkadang mereka menerimanya dengan malas.

2️⃣ Penetapan sifat cinta bagi Allah

Penetapan sifat cinta bagi Allah ‘Azza wa Jalla, yakni bahwa Allah Ta’ala mencintai dengan kecintaan yang hakiki.

Tanya: Apakah kecintaan Allah sama seperti kecintaan kita kepada sesuatu?

Jawab: Tidak sama. Kecintaan Allah kepada kita berbeda dengan kecintaan kita kepada Allah. Kecintaan Allah jauh lebih tinggi dan agung. Jika kita menyadari bahwa kecintaan memiliki berbagai sebab, dan kecintaan mengikuti sebab-sebab sesuai dengan keadaannya, lalu bagaimana dengan kecintaan Allah? Tidak mungkin kecintaan Allah diketahui dari berbagai sisi.

Kita menyukai (cinta) makanan dan minuman, dan kita lebih menyukai makanan dan minuman tertentu. Kita senang duduk bersama teman-teman. Kita mencintai kedua orang tua kita. Kita mencintai isteri kita. Apakah hakikat dan esensi rasa suka, senang dan cinta itu sama? Jawabannya adalah tidak. Kecintaan Allah Ta’ala kepada kita tidak seperti kecintaan kita kepada Allah. Kecintaan Allah adalah jauh lebih tinggi dan agung. Cinta Allah adalah cinta yang hakiki.

3️⃣ Boleh dicintai orang kafir, tidak boleh mencintai orang kafir

Seseorang boleh mencari kecintaan orang lain, baik muslim maupun nonmuslim, sebab Allah Ta’ala berfirman:

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْ

Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak mengusir kalian dari kampung halaman kalian.” (QS al-Mumtahanah: 8)

Sudah dimaklumi bahwa berbuat baik kepada orang kafir dengan memberi mereka hadiah atau sedekah dapat menarik simpati mereka. Begitu juga, berbuat adil kepada mereka membuat mereka mencintai. Yang dilarang dalam syariat adalah mencintai orang kafir, karena disebutkan dalam sebuah hadis, walaupun derajatnya daif, bahwa ketika mendatangi sebuah negeri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kami dicintai oleh penduduknya, dan jadikanlah kami mencintai penduduknya yang saleh.”

Ketika ingin mencintai penduduk suatu negeri yang saleh saja, beliau berdoa, “Jadikanlah kami mencintai penduduknya yang saleh.” Ketika menginginkan kecintaan dari penduduk suatu negeri, beliau berdoa, “Jadikanlah kami dicintai oleh penduduknya.” (tanpa mensifati mereka dengan ‘yang saleh’).

4️⃣ Keutamaan zuhud terhadap dunia

Zuhud adalah meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat di akhirat. Zuhud bukan berarti tidak mengenakan baju bagus, tidak mengendarai mobil mewah, hidup susah, makan nasi tanpa lauk dan semisalnya. Orang zuhud boleh menikmati karunia yang diberikan Allah Ta’ala kepadanya, karena Allah suka melihat bekas kenikmatan-Nya pada hamba-Nya. Jika ia menikmati karunia dengan cara seperti ini, maka karunia itu akan bermanfaat baginya di akhirat. Oleh karena itu, kamu tidak boleh terkecoh oleh penampilan orang yang berpakaian lusuh. Pada orang yang berpenampilan seperti itu terkadang ‘banyak ular bersembunyi di balik jerami’. Kamu harus memerhatikan perbuatan dan kehidupannya.

5️⃣ Derajat zuhud lebih tinggi daripada warak

Hal ini karena warak adalah meninggalkan perkara-perkara yang berbahaya di akhirat, sedangkan zuhud adalah meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat di akhirat.

6️⃣ Zuhud termasuk sebab kecintaan Allah Ta’ala

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا، يُحِبَّكَ اللَّهُ

Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu.”

Sebab terbesar yang mendatangkan kecintaan Allah terhadap hamba-Nya adalah ittiba’ (selalu mengikuti petunjuk) Nabi, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ

Katakanlah (wahai Rasul), ‘Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian.’” (QS Ali Imran: 31)

7️⃣ Ajakan zuhud terhadap milik orang lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut zuhud terhadap milik orang lain sebagai sebab kecintaan orang lain. Ini mencakup tidak meminta-minta kepada orang lain, dan tidak menampakkan keinginan terhadap milik orang lain.

Contoh tidak meminta-minta kepada orang lain: Kamu melihat seseorang memakai jam tangan yang bagus. Kamu berkata kepadanya, “Wahai fulan, jam itu bagus sekali. Hadiahkan saja kepadaku, sebab hadiah dapat menghilangkan kebencian, membuat kita saling mencintai,” serta memberi nasihat supaya ia mau memberikan jam itu kepadamu. Jika si fulan cerdas, ia membalas, “Kamu pun harus menghadiahkan (kembali) jam tangan ini kepadaku,” dengan menyebut dalil-dalil.

Perlu aku sampaikan bahwa meminta sesuatu milik orang lain dapat melenyapkan kecintaan dan kasih sayang orang itu kepada orang yang meminta. Hal itu karena orang pada umumnya keberatan dengan permintaan dan memandang rendah orang yang meminta. Tangan yang berada di atas adalah lebih baik daripada tangan yang berada di bawah.

Contoh tidak menampakkan keinginan terhadap milik orang lain: Kamu menampakkan diri seakan-akan menginginkan barang milik orang lain dengan berkata, “Masya Allah, pulpenmu bagus sekali. Seandainya aku memiliki pulpen seperti itu.” Dengan ucapan ini kamu seakan berkata, “Berikanlah pulpen itu kepadaku.”

Jika kamu menjumpai orang seperti itu, tolak saja permintaannya. Jika ia meminta, katakanlah, “Cari saja di toko. Aku tidak ingin seseorang merendahkan diri hingga serendah ini. Biarkan dirimu mulia dan janganlah menghina diri sendiri.”

Jika kamu mengetahui bahwa temanmu akan senang jika miliknya diminta, apakah kamu akan meminta padanya?

Jawabannya adalah boleh.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat daging yang dimasak di atas tungku, beliau bersabda,

أَلَمْ أَرَ الْبُرْمَةَ عَلَى النَّارِ

Kulihat tadi ada periuk di atas api?

Para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, daging itu akan disedekahkan kepada Barirah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هُوَ لَهَا صَدَقَةٌ، وَ لَنَا هَدِيَّةٌ

Baginya daging itu adalah sedekah. Bagi kita daging itu adalah hadiah.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yakin bahwa Barirah radhiyallahu ‘anhu akan senang jika daging itu dihadiahkan kepada beliau. Oleh karena itu, jika kamu tahu bahwa permintaanmu akan membuat orang yang kamu minta senang, maka meminta kepadanya tidak mengapa.

Semoga Allah membimbing kita ke jalan yang benar.

Baca juga: ZUHUD TERHADAP DUNIA

Baca juga: HIDUP MEWAH DAN DAMPAK BURUKNYA

Baca juga: MENJAGA DIRI DARI PERKARA SYUBHAT

Baca juga: FITNAH HARTA DUNIA

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati