SETAN BERMALAM DI LUBANG HIDUNG

SETAN BERMALAM DI LUBANG HIDUNG

42. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثًا، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ

Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka hendaklah ia mengeluarkan air dari hidungnya sebanyak tiga kali, karena setan bermalam di lubang hidungnya.” (Muttafaq ‘alaih)

43. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلَا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam wadah air hingga ia mencucinya sebanyak tiga kali, karena ia tidak mengetahui di mana tangannya bermalam.” (Muttafaq ‘alaih, dan ini adalah lafaz Muslim)

PENJELASAN

Penulis rahimahullah menyebutkan dalam Bab Wudhu, dalam riwayat yang dinukil dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka hendaklah ia mengeluarkan air dari hidungnya sebanyak tiga kali, karena setan bermalam di lubang hidungnya.”

Hadis ini termasuk dalam perkara gaib yang tidak diketahui kecuali oleh Allah ‘Azza wa Jalla atau orang-orang yang diizinkan oleh Allah untuk mengetahuinya dari para nabi dan rasul-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ٱرْتَضَىٰ مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُۥ يَسْلُكُ مِنۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِۦ رَصَدًا

(Dia adalah) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.” (QS al-Jin: 26-27)

Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa setan bermalam di lubang hidung manusia setiap malam ketika ia tidur. Setan menjadikan bagian dalam hidung manusia sebagai tempat bermalam. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mengeluarkan air dari hidung sebanyak tiga kali, yaitu dengan menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya kembali, baik dalam wudhu maupun di luar wudhu. Bahkan, jika seseorang berada di padang pasir dan tidak memiliki air untuk berwudhu, lalu ia bertayamum untuk shalat, maka ia tetap disunahkan untuk mengeluarkan air dari hidung sebanyak tiga kali untuk menghilangkan bekas yang ditinggalkan oleh setan pada hidungnya. Jika bukan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita hal ini, tentu kita tidak akan mengetahuinya.

Dalam hadis lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقَدُهُ، فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ

Setan mengikat tengkuk salah seorang di antara kalian dengan tiga ikatan ketika sedang tidur. Pada setiap ikatan, setan memukul dan berkata, ‘Malam masih panjang, tidurlah.’ Jika ia bangun dan berdzikir kepada Allah, satu ikatan terlepas. Jika ia berwudhu, satu ikatan lagi terlepas. Jika ia shalat, semua ikatan terlepas. Maka ia menjadi bersemangat dan jiwanya baik. Jika tidak, ia menjadi malas dan jiwanya buruk.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mirip dengan hadis Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا، فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam wadah air hingga ia mencucinya sebanyak tiga kali, karena ia tidak mengetahui di mana tangannya bermalam.”  (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya,” ini bersifat umum mencakup tidur malam dan tidur siang. Namun, sabdanya, “Sesungguhnya setan bermalam di lubang hidungnya,” menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tidur di sini adalah tidur malam, karena bermalam tidak terjadi kecuali di waktu malam.

Bagaimanapun keadaannya, sesungguhnya Allah Ta’ala dapat memberikan kekuasaan kepada setan atas anak Adam. Ketika manusia tidur, setan bermalam di lubang hidungnya dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengeluarkan air dari hidung (istintsar) setelah menghirup air (istinsyaq) sebanyak tiga kali sebagai bentuk pembersihan lubang hidung dari pengaruh setan. Kekuasaan ini diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla tentu mengandung hikmah, meskipun kita tidak mengetahui apa hikmah tersebut. Hanya saja kita mengetahui bahwa Allah tidak memberikan kekuasaan kepada setan atas anak Adam kecuali karena suatu hikmah.

Istintsar (mengeluarkan air dari hidung) yang disebutkan di sini berbeda dengan istintsar dalam wudhu yang termasuk dalam rangkaian wudhu. Istintsar ini adalah istintsar khusus. Oleh karena itu, seandainya seseorang berada di padang pasir yang tidak terdapat air, dan ia ingin bertayamum sebagai pengganti wudhu, maka kita katakan kepadanya, “Lakukanlah istintsar tiga kali demi hikmah ini,” yaitu karena setan bermalam di lubang hidungnya.

Adapun hadis Abu Hurairah yang kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan arahan kepada umatnya bahwa apabila seseorang bangun dari tidurnya dan ingin berwudhu, maka janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam wadah yang digunakan untuk berwudhu atau minum sebelum mencucinya sebanyak tiga kali.

Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang tidak memiliki keran air seperti sekarang. Air disimpan dalam wadah-wadah yang digunakan untuk wudhu, mandi, atau minum, sehingga seseorang pasti mencelupkan tangannya ke dalamnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang mencelupkan tangannya ke dalam wadah sebelum mencucinya sebanyak tiga kali, dan beliau menjelaskan hikmahnya dengan bersabda, “Karena salah seorang dari kalian tidak mengetahui di mana tangannya bermalam.”

Maksudnya adalah bahwa setan mungkin saja bermain-main dengan tangan tersebut, meletakkan kotoran atau hal-hal yang serupa tanpa disadari oleh manusia. Padahal jelas bahwa setiap orang mengetahui bahwa tangannya tetap berada di tempat tidurnya dan tidak terpisah darinya. Namun, maksudnya adalah bahwa seseorang tidak mengetahui apa yang terjadi pada tangannya selama tidur. Penjelasan ini mirip dengan penjelasan pada istintsar, yaitu bahwa setan bermalam di lubang hidung. Dalam hal ini, setan mungkin diberikan kekuasaan atas orang yang tidur, sehingga ia dapat menaruh sesuatu yang kotor atau berbahaya di tangan orang tersebut. Jika tidak dicuci sebanyak tiga kali, hal itu dapat membahayakan. Oleh karena itu, penulis rahimahullah menghubungkan hadis Abu Hurairah sebelumnya dengan hadis ini, seolah-olah ingin menunjukkan bahwa alasan keduanya adalah sama, yaitu bahwa setan mungkin bermalam di tangan anak Adam, yang merupakan bagian tubuh yang digunakan untuk memegang, memberi, makan, dan minum, serta mungkin mengotorinya dengan hal-hal yang berbahaya yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan mencucinya tiga kali. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang mencelupkan tangannya ke dalam wadah sebelum mencucinya tiga kali.

Jika seseorang telah mencelupkan tangannya ke dalam wadah sebelum mencucinya tiga kali, maka ia harus memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya, serta berusaha untuk tidak mengulangi hal yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Adapun air, maka sesungguhnya ia tetap dalam keadaan suci dan menyucikan (thahur) serta tidak terpengaruh oleh apa pun. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini tidak menyebutkan tentang air secara eksplisit, tidak dalam kesuciannya maupun kenajisannya. Berdasarkan hal ini, air tersebut tetap sebagaimana keadaannya semula, yaitu ia suci dan menyucikan (thahur).

Baca juga: BERTAWASUL DENGAN AMAL SALEH

Baca juga: MENOLAK KERAGUAN AKAN KEIMANAN

Baca juga: PERINTAH MEMAKAN MAKANAN YANG HALAL DAN BAIK

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Bulughul Maram Fikih