Optimis adalah berharap mendapatkan hasil dan kejadian yang baik. Lawannya adalah pesimis, dan pesimis adalah sikap buruk sangka atau memperkirakan terjadinya kejadian buruk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senang dengan kalimat-kalimat yang optimis.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا عَدْوَى لَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الصَّالِحُ، الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ
“Tidak ada penyakit menular (yang menular dengan sendirinya), tidak pula tiyarah (memperkirakan kejadian buruk karena suatu kejadian). Aku senang dengan al-fa’lu ash-shalih, yaitu kalimat yang baik.” (HR al-Bukhari)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senang dengan nama yang baik dan berharap baik dengannya. Sebaliknya, beliau tidak menyukai nama yang buruk dan berusaha untuk menggantinya.
Dari Ibnu Musayyab, bahwa kakeknya, Hazn mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
مَا اسْمُكَ
“Siapa namamu?”
Dia menjawab, “Namaku Hazn (sedih).”
Beliau bersabda,
بَلْ، أَنْتَ سَهْلٌ
“Tidak! Namamu adalah Sahl (mudah).” (HR al-Bukhari)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengubah nama-nama yang lain. Beliau mengubah nama Barrah dengan Zainab, mengubah nama al-Ash bin Amr bin al-Ash menjadi Abdullah bin Amr bin Ash. Hal itu karena al-Ash artinya orang yang bermaksiat, dan ini bertentangan dengan sifat orang yang beriman. Sifat orang yang beriman adalah taat dan beribadah.
ath-Thabari rahimahullah berkata, “Tidak selayaknya seseorang diberi nama dengan nama yang buruk, atau nama yang mengandung tazkiah (mensucikan diri) atau pujian, atau nama yang mengandung celaan dan sumpah serapah. Hendaklah ia diberi nama dengan nama yang benar dan hak.
al-Qur’an selalu memberikan pesan optimis kepada orang-orang beriman. Mereka akan mendapatkan akhir yang baik, apakah di dunia ataukah di akhirat.
Allah Ta’ala berfirman:
وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ
“Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS al-A’raf: 128)
Seorang muslim, selama dia menjaga keislamannya dengan baik, komitmen dalam ajaran Allah Ta’ala, serta selalu mencari ridanya, hidupnya akan optimis. Dia yakin bahwa apapun yang dia dapatkan akan menjadi baik baginya, meskipun dalam pandangan orang-orang hal itu adalah keburukan. Juga karena dia yakin bahwa Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan setiap ketaatan dan ketundukan hamba-hamba-Nya kepada-Nya. Apakah dalam bentuk kemenangan di dunia, ataupun balasan yang lebih besar di akhirat.
Berbeda dengan orang yang jauh dari ajaran Allah Ta’ala atau orang yang memusuhi orang beriman, akhir bagi mereka pastilah keburukan, meskipun secara lahir mereka mendapatkan keberhasilan atau kemenangan.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ تَرَبَّصُوْنَ بِنَآ اِلَّآ اِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِۗ وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ اَنْ يُّصِيْبَكُمُ اللّٰهُ بِعَذَابٍ مِّنْ عِنْدِهٖٓ اَوْ بِاَيْدِيْنَاۖ فَتَرَبَّصُوْٓا اِنَّا مَعَكُمْ مُّتَرَبِّصُوْنَ
“Katakanlah, ‘Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi Kami kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan Kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. Oleh karena itu, tunggulah. Sesungguhnya Kami menunggu-nunggu bersamamu.’” (QS at-Taubah: 52)
Baca juga: LARANGAN BERPUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH
Baca juga: LARANGAN TATHAYYUR, PERDUKUNAN DAN SIHIR
Baca juga: HASIL USAHA MAKSIAT, CELAKA DUNIA DAN AKHIRAT
(Tim Ilmiah Kantor Dakwah Sulay)