MENYELA-NYELA JARI-JARI DAN BERKUMUR DALAM BERWUDHU

MENYELA-NYELA JARI-JARI DAN BERKUMUR DALAM BERWUDHU

44. Dari Laqith bin Shabrah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ، وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ، وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ، إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

Sempurnakanlah wudhu, sela-selalah antara jari-jari, dan bersungguh-sungguhlah dalam menghirup air ke hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” (Diriwayatkan oleh empat imam, dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

45. Dalam riwayat Abu Dawud:

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

Jika engkau berwudhu, berkumurlah.”

PENJELASAN

Penulis rahimahullah menyebutkan salah satu hadis tentang wudhu, yaitu hadis dari Laqith bin Shabrah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Sempurnakanlah wudhu.” Artinya, sempurnakanlah dan selesaikanlah dengan sempurna.

Menyempurnakan wudhu dilakukan dengan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pelaksanaannya. Istilah “isbagh” berarti penyempurnaan, dan hal ini disebutkan dalam al-Qur’an sebagaimana firman Allah Ta’ala:

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah telah menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan di bumi, dan menyempurnakan nikmat-Nya untuk kalian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.” (QS Luqman: 20)

Artinya, Dia telah menyempurnakannya, dan wudhu yang sempurna adalah dengan seseorang melaksanakannya sesuai dengan rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, dan penyempurnaannya.

Sebagai contoh. Dalam mencuci wajah: Wajah harus dicuci secara menyeluruh, dari telinga ke telinga secara melebar, dan dari lengkungan dahi di dekat rambut hingga ke bawah janggut secara memanjang. Dalam mencuci kedua tangan: Tangan harus dicuci dari ujung jari hingga siku, tanpa dilebihkan. Tetapi siku termasuk dalam bagian yang dicuci karena telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mencuci sikunya dalam wudhu.

Adapun perbuatan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berwudhu hingga mencapai kedua pundaknya saat mencuci tangannya (Diriwayatkan oleh Muslim), maka itu adalah ijtihad beliau radhiyallahu ‘anhu yang bisa benar atau salah. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melebihkan dari sekadar mengalirkan air pada kedua sikunya saja. Kepala diusap, dimulai dari bagian depan hingga ke belakang, kemudian kedua tangan kembali ke depan untuk mengusap kedua telinga. Kedua kaki dicuci hingga mata kaki, yaitu dua tulang menonjol di bagian bawah betis, dan keduanya termasuk dalam bagian yang dicuci, bersama dengan berkumur dan menghirup air ke hidung. Inilah yang disebut menyempurnakan wudhu.

Dan sabdanya, “Sela-selalah antara jari-jari.” Makna takhilil adalah memasukkan air di antara jari-jari, karena jika air tidak masuk di sela-sela jari, mungkin saja air tidak mencapai bagian tersebut dan tidak masuk ke dalam sela-selanya, terutama pada jari-jari kaki, karena jari-jari kaki saling berdekatan. Maka, sela-selalah jari-jari sesuai perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak memiliki air yang melimpah seperti yang mengalir deras dari keran saat ini. Jika seseorang mencuci tangannya, air dapat masuk ke sela-sela jari tanpa perlu menyela-nyelanya. Namun, pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, air biasanya berada di dalam wadah dan jumlahnya sedikit. Bahkan, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berwudhu sehingga tidak terlihat bekas wudhunya kecuali percikan air yang sedikit di sekitarnya, karena hematnya penggunaan air. Dalam kondisi seperti ini, menyela-nyela jari menjadi suatu keharusan.

Para ulama mengatakan, “Menyela-nyela jari-jari kaki lebih ditekankan daripada menyela-nyela jari-jari tangan, karena jari-jari kaki umumnya saling rapat sehingga membutuhkan penyelaan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyela-nyela di antara jari-jari secara umum, yang mencakup jari-jari tangan dan jari-jari kaki.”

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bersungguh-sungguhlah dalam menghirup air ke hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” Maksud istinsyaq adalah menghirup air dengan hidung, yaitu menariknya dengan napas ke dalam hidung. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersungguh-sungguh dalam melakukannya, kecuali jika seseorang sedang berpuasa, karena jika seseorang sedang berpuasa dan bersungguh-sungguh dalam menghirup air ke hidung, mungkin saja air itu mencapai lambungnya tanpa ia sadari, sehingga hal itu dapat merusak puasanya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecualikan orang yang berpuasa agar tidak bersungguh-sungguh dalam menghirup air ke hidung.

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kecuali jika engkau sedang berpuasa,” baik puasa wajib maupun sunah. Demikian pula, jika berlebihan membahayakanmu dan membahayakan dirimu, maka janganlah berlebihan. Sebagian orang memiliki kantong-kantong tambahan dari daging di rongga hidungnya. Jika ia menghirup air dan air tersebut masuk ke dalam kantong-kantong tersebut, maka air itu akan tetap di sana, tidak turun dan tidak menuju tenggorokan, sehingga menjadi busuk dan membahayakannya. Jika demikian, maka ia tidak perlu berlebihan, karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ

Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri.” (QS an-Nisa: 29),

dan Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS al-Baqarah: 195)

Oleh karena itu, jika air yang tersumbat di antara kantong-kantong tersebut membahayakan seseorang, maka ia tidak perlu berlebihan agar tidak membahayakan dirinya sendiri.

Dalam riwayat lain dari hadis Laqith bin Shabrah radhiyallahu ‘anhu: “Jika engkau berwudhu, maka berkumurlah.” Dalam riwayat ini disebutkan tentang berkumur, dan diperintahkan untuk melakukannya, sedangkan hukum asal dari perintah adalah wajib. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara konsisten melakukan kumur dan menghirup air ke hidung (istinsyaq). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hidung dan mulut termasuk bagian dari wajah, dan Allah Ta’ala memerintahkan untuk mencuci wajah. Hal ini menunjukkan bahwa berkumur dan menghirup air ke hidung merupakan bagian dari kewajiban wudhu, karena kedua anggota tubuh ini termasuk bagian dari wajah sebagaimana yang jelas.

Oleh karena itu, penulis rahimahullah menyebutkan riwayat ini untuk menunjukkan bahwa berkumur adalah wajib dalam wudhu. Namun, sebenarnya kita tidak memerlukannya, tetapi bagaimanapun juga riwayat ini memperkuat hukum tersebut. Selain itu, berkumur dan menghirup air ke hidung termasuk dalam mencuci wajah, karena keduanya jelas merupakan bagian dari wajah. Dan telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau senantiasa berkumur dan menghirup air ke hidung.

Faedah Hadis

Di antara faedah hadis ini:

1️⃣ Perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik umat, di mana beliau selalu memberi wasiat kepada mereka tentang hal-hal yang menyempurnakan agama mereka.

2️⃣ Disyariatkannya menyempurnakan wudhu. Artinya, menyelesaikan wudhu dengan sempurna yang terbagi menjadi dua jenis: wajib dan sunah.

Yang wajib: Mencuci setiap anggota wudhu sekali.

Yang sunah: Mencuci setiap anggota wudhu tiga kali.

Sunahnya adalah seseorang berwudhu terkadang mencuci sekali-sekali, terkadang dua kali-dua kali, dan terkadang tiga kali-tiga kali, tanpa melebihi jumlah tersebut. Demikian pula, terkadang ia berwudhu dengan mencuci wajah tiga kali, tangan dua kali, dan kaki satu kali dalam satu wudhu, karena semua ini termasuk yang diajarkan oleh sunah. Seorang muslim sebaiknya melaksanakan segala yang diajarkan oleh sunah agar mencakup semua yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan agar tidak melupakan apa pun dari syariat, karena mengamalkan syariat adalah bentuk penjagaan terhadapnya.

3️⃣ Disyariatkannya menyela-nyela jari-jari, baik jari-jari kaki maupun jari-jari tangan. Menyela-nyela ini terbagi menjadi dua jenis:

Wajib: Jika diketahui bahwa air tidak masuk ke sela-sela jari karena sedikitnya air atau karena rapatnya jari-jari tersebut.

Sempurna: Artinya dianjurkan (mustahab) dan bukan wajib, jika diketahui bahwa air sudah masuk ke sela-sela jari, atau jika diperkirakan demikian. Namun, sebagai bentuk kehati-hatian, tetap dianjurkan untuk menyela-nyela jari.

Adapun hadis: (مَنْ لَمْ يُخَلِّلْ أَصَابِعَهُ فِي الْوُضُوءِ فَلْيُخَلِّلْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ) “Barang siapa tidak menyela jari-jarinya dalam wudhu, maka hendaklah ia menyela-nyelanya di dalam api Neraka Jahanam,” (Diriwayatkan oleh ath-Thabrani) adalah hadis palsu, dusta, dan tidak sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, menyela-nyela jari dalam wudhu adalah sunah, kecuali jika diketahui bahwa air tidak mencapai sela-sela jari, maka harus disela.

4️⃣ Disyariatkannya bersungguh-sungguh dalam menghirup air ke hidung (istinsyaq), kecuali dalam satu keadaan, yaitu jika seseorang sedang berpuasa, maka ia tidak bersungguh-sungguh. Dikecualikan juga jika berlebihan dalam hal ini membahayakan seseorang, seperti jika di dalam hidungnya terdapat kantong-kantong atau daging tambahan. Jika air tertahan di kantong-kantong tersebut, menjadi busuk, dan membahayakannya, maka dalam keadaan ini tidak dianjurkan untuk bersungguh-sungguh, karena bahaya dihilangkan secara syar’i. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah)

5️⃣ Mengamalkan sikap hati-hati. Hal ini ditunjukkan dalam sabda beliau, “Kecuali jika engkau sedang berpuasa,” yang berarti bahwa seseorang harus berhati-hati dalam ibadahnya, sehingga tidak melakukan sesuatu yang dikhawatirkan dapat merusaknya.

6️⃣ Apa yang masuk ke rongga tubuh melalui hidung membatalkan puasa, sama seperti apa yang masuk ke rongga tubuh melalui mulut, karena hidung adalah saluran menuju tenggorokan, kemudian ke lambung. Adapun apa yang masuk ke rongga tubuh melalui mata atau telinga, seperti celak, tetes mata, atau tetes telinga, maka hal itu tidak mengapa dan tidak membatalkan puasa, bahkan jika seseorang merasakan rasanya di tenggorokan, hal itu tidak membatalkan karena bukan saluran yang biasa digunakan.

Demikian pula, jika seseorang terluka lalu mengobati lukanya dan mengikatnya dengan pembalut, hal itu tidak membatalkan puasanya.

Demikian juga, jika seseorang disuntik pada otot, paha, atau pembuluh darah, hal itu tidak membahayakannya, karena tindakan tersebut bukanlah makan atau minum, dan tidak pula menyerupai makan atau minum.

7️⃣ Kewajiban berkumur dan menghirup air ke hidung (istinsyaq). Hal ini diketahui dari kewajiban mencuci wajah, karena kedua anggota tersebut termasuk bagian dari wajah, sehingga mencucinya menjadi wajib seperti mencuci wajah.

Baca juga: WUDHU YANG SEMPURNA

Baca juga: SETAN BERMALAM DI LUBANG HIDUNG

Baca juga: MAKNA DAN KEUTAMAAN BERWUDHU

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Bulughul Maram Fikih