DIANJURKAN MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL DAN DIBENCI MEMBACANYA TERLALU CEPAT

DIANJURKAN MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL DAN DIBENCI MEMBACANYA TERLALU CEPAT

Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan tartil dalam membaca kitab-Nya, sebagaimana Dia berfirman:

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا

Dan bacalah al-Qur’an dengan tartil (perlahan-lahan dan jelas).” (QS al-Muzzammil: 4)

Tartil dalam bacaan adalah membaca dengan perlahan dan jelas, sehingga setiap huruf dan kata dapat dipahami dengan baik tanpa melampaui batas.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata tentang firman Allah “Dan bacalah al-Qur’an dengan tartil”. Dia menjelaskan, “Bacalah dengan jelas.”

Abu Ishaq berkata, “Membaca dengan jelas tidak akan tercapai dengan tergesa-gesa, tetapi tercapai dengan memperjelas setiap huruf dan memberikan haknya secara sempurna, termasuk dalam hal panjang pendek bacaan.”

Manfaat dari membaca al-Qur’an dengan tartil adalah bahwa hal itu lebih memungkinkan untuk memahami makna-makna al-Qur’an.

Tergesa-gesa yang berlebihan dalam membaca al-Qur’an dibenci oleh banyak kalangan salaf dari para sahabat dan orang-orang setelah mereka. Sebabnya adalah bahwa keinginan pembaca untuk memperbanyak bacaannya dalam waktu yang lebih singkat demi mendapatkan pahala yang lebih banyak dapat melewatkan darinya manfaat yang lebih besar, yaitu merenungkan ayat-ayat al-Qur’an, meresapi pengaruhnya, serta menampakkan dampaknya pada pembaca.

Tidak diragukan bahwa keadaan orang yang membaca al-Qur’an sambil merenungkan ayat-ayatnya dan menyadari makna-maknanya lebih sempurna dibandingkan dengan keadaan orang yang tergesa-gesa membacanya demi cepat menyelesaikan dan memperbanyak bacaannya.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memiliki perkataan tentang celaan terhadap tergesa-gesa dalam bacaan al-Qur’an.

Dari Abu Wa’il, dia berkata: Seorang laki-laki bernama Nahiq bin Sinan datang kepada Abdullah (Ibnu Mas’ud). Dia bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman, bagaimana engkau membaca huruf ini? Apakah ini dibaca dengan ‘alif’ sehingga menjadi ‘maa’ ghaira aasin’ atau dengan ‘yaa’ sehingga menjadi ‘maa’ ghaira yaasin’?”

Ibnu Mas’ud menjawab, “Apakah engkau sudah menghafal seluruh al-Qur’an kecuali ini?”

Laki-laki itu berkata, “Aku membaca surat-surat al-Mufashshal dalam satu rakaat.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Apakah engkau membacanya dengan tergesa-gesa seperti tergesa-gesanya membaca syair? Sesungguhnya ada suatu kaum yang membaca al-Qur’an, tetapi tidak melewati tulang tenggorokan mereka. Namun, jika ia (al-Qur’an) menetap di dalam hati dan tertanam kuat di dalamnya, maka ia akan memberi manfaat.”

Dari Abu Jamrah, ia berkata: Aku berkata kepada Ibnu Abbas, “Sesungguhnya aku membaca al-Qur’an dengan cepat. Aku menyelesaikannya dalam tiga hari.”

Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya membaca surah al-Baqarah dalam satu malam, lalu merenungkannya dan membacanya dengan tartil lebih aku sukai daripada membaca seperti yang engkau katakan.”

Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas berkata, “Jika engkau melakukannya dan itu tidak terhindarkan, maka bacalah al-Qur’an dengan bacaan yang dapat didengar oleh telingamu dan dipahami oleh hatimu.”

Ibnu Muflih berkata: Imam Ahmad berkata, “Aku menyukai bacaan yang mudah,” dan beliau membenci membaca dengan tergesa-gesa.

Harb berkata: Aku bertanya kepada Ahmad tentang tergesa-gesa dalam membaca, dan ia membencinya, kecuali jika lidah seseorang memang seperti itu atau dia tidak mampu membaca dengan tartil. Dikatakan, “Apakah hal itu berdosa?” Dia menjawab, “Adapun dosa, aku tidak berani memutuskannya.”

Masalah: Manakah yang lebih utama bagi pembaca al-Qur’an: membaca dengan perlahan dan merenunginya atau membaca dengan cepat tanpa mengurangi sedikit pun huruf dan harakat?

Jawaban: Jika kecepatan tidak mengurangi bacaan, maka sebagian ulama lebih mengutamakan membaca dengan cepat untuk mencari banyaknya pahala yang dihasilkan dari banyaknya bacaan, dan sebagian mereka lebih mengutamakan tartil dan perlahan dalam membaca.

Ibnu Hajar berkata, “Pengkajian yang mendalam adalah bahwa membaca cepat dan membaca tartil masing-masing memiliki sisi keutamaan, dengan syarat orang yang membaca cepat tidak mengurangi sedikit pun dari huruf, harakat, sukun, dan hal-hal yang wajib. Maka tidak mustahil bahwa salah satu (membaca cepat atau membaca tartil) lebih utama dari yang lain, atau keduanya sama dalam keutamaan. Orang yang membaca dengan tartil dan merenunginya seperti orang yang bersedekah dengan satu permata yang berharga, sedangkan orang yang membaca cepat seperti orang yang bersedekah dengan beberapa permata. Tetapi bisa jadi nilai satu permata lebih besar daripada nilai permata-permata lainnya, dan bisa juga sebaliknya.”

Baca juga: ANJURAN MENGINGAT DAN MENJAGA AL-QUR’AN

Baca juga: DISUNAHKAN MEMBACA TA’AWWUDZ DAN BASMALLAH SEBELUM MEMBACA AL-QUR’AN

Baca juga: AL-QUR’AN DAN KEUTAMAANNYA

(Fuad bin Abdul ‘Aziz asy-Syalhub)

Adab Kitabul Aadab