KEADAAN ORANG YANG MENGENAL ALLAH

KEADAAN ORANG YANG MENGENAL ALLAH

Orang yang mengenal Allah Ta’ala berada pada dua keadaan, mengingat nikmat Allah yang ada pada dirinya dan memperbaiki kesalahan dan keburukan perbuatannya. Mengingat nikmat Allah akan melahirkan kesempurnaan cinta kepada Allah. Memperbaiki kesalahan dan keburukan perbuatannya akan melahirkan kesempurnaan merendahkan diri kepada-Nya. Keduanya merupakan dua sisi ibadah, karena ibadah merupakan kesempurnaan cinta dan kesempurnaan merendahkan diri. Makna ini ditunjukkan pula oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Pemimpin istigfar adalah,

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ. خَلَقْتَنِي، وَأَنَا عَبْدُكَ. وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ. أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ. أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِي. فَاغْفِرْليِ، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

‘Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku. Tidak ada sesembahan yang benar melainkan Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan selalu setia dengan janjiku kepada-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang telah kulakukan. Aku mengakui kenikmatan-kenikmatan-Mu kepadaku. Aku juga mengakui dosa-dosaku. Maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau.” (HR al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa-i)

Doa ini disebut sayyidul istighfar (pemimpin istigfar) karena mengandung pengakuan hamba akan nikmat-nikmat Allah yang ada pada dirinya melalui ucapannya, “Aku mengakui nikmat-nikmat-Mu kepadaku.” Juga pengakuan hamba akan dosa-dosa dan kekurangan-kekurangannya melalui ucapannya, “Aku juga mengakui dosa-dosaku.” Kemudian dia memohon ampunan dari Allah.

Keadaan yang paling sempurna adalah ketika seorang hamba menyebut nikmat-nikmat Allah yang ada pada dirinya, seperti dalam firman-Nya:

وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Dan terhadap nikmat Rabbmu, hendaklah engkau nyatakan.” (QS adh-Dhuhaa: 11)

Atas dasar di atas ulama salaf menitinya.

Seseorang bertanya kepada Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?” Dia menjawab, “Aku berada di pagi ini sebagai seorang hamba yang rendah di hadapan Allah. Dan aku berada di pagi ini sebagai seorang hamba yang diperintahkan dengan perintah-Nya.”

Imam Syafi’i rahimahullah ditanya, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?” Dia menjawab, “Aku berada di pagi ini dengan memakan rezeki dari Allah, tetapi tidak bersyukur kepada-Nya.”

Seseorang bertanya kepada Imam Malik bin Dinar rahimahullah, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?” Dia menjawab, “Aku berada di pagi ini dengan umur yang berkurang dan dosa-dosa yang selalu bertambah.”

Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ajari aku sebuah doa yang bisa kuucapkan dalam salatku.” Beliau bersabda, “Ucapkanlah,

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِيْ. إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Ya Allah, sesungguhnya aku telah berbuat zalim kepada diriku dengan kezaliman yang banyak. Tidak ada yang mengampuni dosa-dosa itu melainkan Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Mahapengampun dan Mahapemberi rahmat.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi)

Baca juga: DUA NIKMAT YANG MENIPU

Baca juga: ALLAH MEMAAFKAN KETIDAKSENGAJAAN, KELUPAAN, KETERPAKSAAN

Baca juga: MENGUTAMAKAN RIDHA ALLAH DARIPADA RIDHA YANG LAIN

(Syekh Dr Ahmad Farid)

Kelembutan Hati