Kedua perkara tersebut telah disebutkan dalam sunah.
Yang pertama adalah sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Syikhkhir radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata, “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara beliau sedang shalat dan dalam dadanya terdengar suara gemuruh seperti suara gemuruh ketel yang mendidih, yaitu karena beliau menangis.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud, dan an-Nasa’i)
‘Abdullah bin Syaddad berkata, ‘Aku mendengar isakan tangis ‘Umar, sedangkan aku berada di barisan paling belakang, ketika beliau membaca firman Allah:
إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
“Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86) (Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya secara mu’allaq)
Yang kedua adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku,
اِقْرَأْ عَلَيَّ
“Bacakan (al-Qur’an) kepadaku.”
Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku akan membacakan al-Qur’an kepadamu, padahal ia diturunkan kepadamu”
Beliau menjawab,
نعم
“Ya.”
Aku pun membaca Surah an-Nisa’ hingga sampai pada ayat
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka?” (QS an-Nisa’: 41)
Beliau bersabda,
حَسْبُكَ الآن
“Cukup sampai di sini.”
Aku menoleh kepadanya, dan ternyata kedua mata beliau berlinang air mata. (HR al-Bukhari)
Adapun apa yang dilakukan oleh sebagian orang hari ini berupa teriakan, ratapan, dan tangisan keras, maka itu merupakan penyimpangan dari jalan yang lurus.
Jangan ada yang berprasangka bahwa kami menggeneralisasi hukum ini. Sekali-kali tidak! Tetapi kami katakan, “Di antara mereka ada yang jujur dan ada pula yang tidak demikian.”
Yang mengherankan dari orang-orang yang berpura-pura adalah mereka mencurahkan air mata bertubi-tubi ketika mendengar doa imam dalam qunut, tetapi hampir tidak ada setetes air mata pun yang keluar dari pelupuk mata mereka ketika mendengar kalam Allah dan ayat-ayat-Nya.
Kami katakan kepada orang-orang yang berpura-pura ini, “Perlahanlah kalian, karena manusia yang paling sempurna keadaannya adalah mereka yang telah Allah gambarkan dalam kitab-Nya:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) sebuah Kitab yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, yang karenanya gemetar kulit orang-orang yang takut kepada Rabb mereka, kemudian kulit dan hati mereka menjadi lembut untuk mengingat Allah.” (QS az-Zumar: 23)
Manusia yang paling sempurna keadaannya adalah orang yang keadaannya seperti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana tangisannya terdengar seperti suara gemuruh ketel yang mendidih. Akan tetapi, mungkin ada yang berhujah kepada kami bahwa sebagian salaf ada yang pingsan atau bahkan meninggal dunia akibat membaca atau mendengarkan al-Qur’an.
Jawaban terhadap hal ini adalah: Kami tidak mengingkari kejadian yang dialami oleh sebagian salaf dari kalangan tabi’in dan setelah mereka tersebut, tetapi hal itu tidak dikenal pada masa para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Sebabnya adalah bahwa apa yang datang kepada mereka (pengaruh al-Qur’an) sangat kuat, sedangkan hati mereka lemah sehingga tidak mampu menanggungnya. Maka terjadilah apa yang terjadi pada mereka. Mereka jujur dalam apa yang menimpa mereka dan mereka juga dimaafkan.
Ibnu Muflih berkata, “Keadaan seperti ini sering terjadi pada seorang imam dalam ilmu dan amal, yaitu guru Imam Ahmad, Yahya bin Qatthan.”
Imam Ahmad berkata, “Seandainya hal ini bisa dihindari, atau jika seseorang mampu menghindari hal ini dari dirinya, maka Yahya-lah orangnya.”
Hal itu juga terjadi pada selain mereka. Di antara mereka ada yang jujur dalam keadaannya dan ada pula yang tidak demikian. Demi hidupku, orang yang jujur di antara mereka memiliki kedudukan yang agung, karena jika bukan karena hadirnya hati yang hidup, pemahaman terhadap makna yang didengar dan kedudukannya, serta merasakan makna yang dituju dan disingkap darinya, maka hal itu tidak akan terjadi. Namun keadaan pertama (keadaan para sahabat) lebih sempurna, karena orang yang berada dalam keadaan ini memperoleh apa yang diperoleh oleh mereka, bahkan lebih besar lagi, dengan keteguhan dan kekuatan hatinya. Semoga Allah meridhai mereka semua.
Faedah: Dianjurkan untuk meminta bacaan al-Qur’an dari qari yang mahir dalam tajwid dan memiliki suara yang indah. Hal ini tampak jelas ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk membacakan al-Qur’an kepadanya.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku,
اقْرَأْ عَلَيَّ
“Bacakan al-Qur’an kepadaku.”
Aku berkata, “Apakah aku membacakan al-Qur’an kepadamu, padahal ia diturunkan kepadamu?”
Beliau bersabda,
إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي
“Sesungguhnya aku suka mendengarnya dari orang lain.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari)
Abdullah bin Mas’ud adalah orang yang tentangnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَقْرَأَ القُرْآنَ غَضًّا طَرِيًّا كَمَا أُنْزِلَ، فَلْيَقْرَأْهُ عَلَى قِرَاءَةِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ
“Barang siapa ingin membaca al-Qur’an dengan lembut dan segar sebagaimana diturunkan, maka hendaklah ia membacanya sesuai dengan bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah bin Mas’ud).” (Diriwayatkan oleh Ahmad)
Dia (‘Abdullah bin Mas‘ud) adalah salah satu dari empat orang yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan untuk mengambil (mempelajari) al-Qur’an dari mereka. Beliau bersabda,
اسْتَقْرِئُوا القُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ: مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ، وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
“Pelajarilah al-Qur’an dari empat orang: dari Abdullah bin Mas’ud, Salim maula Abu Hudzaifah, Ubay bin Ka’b, dan Mu’adz bin Jabal.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari)
Baca juga: AL-QUR’AN MEMBERI SYAFAAT PADA HARI KIAMAT
Baca juga: MEMBACA AL-QUR’AN TANPA MENGGERAKKAN BIBIR
Baca juga: NILAI AKAL DALAM ISLAM
(Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub)