54. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berwudhu mengalirkan air pada kedua sikunya.” (Diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dengan sanad yang lemah)
55. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
“Tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah atasnya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dengan sanad yang lemah)
56. Dalam riwayat at-Tirmidzi, dari Sa’id bin Zaid dan Abu Sa’id dengan matan yang serupa. Ahmad berkata, “Tidak ada yang sahih dalam hal ini.”
57. Dari Thalhah bin Musharrif, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisahkan antara berkumur dan menghirup air ke hidung.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang lemah)
58. Dari Ali radhiyallahu ‘anhu tentang sifat wudhu: “Kemudian beliau berkumur dan menghirup air ke hidung tiga kali, berkumur dan menghirup air dari telapak tangan yang digunakan untuk mengambil air.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa’i)
59. Dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu tentang sifat wudhu: “Kemudian beliau memasukkan tangannya, lalu berkumur dan menghirup air dari satu telapak tangan, beliau melakukannya tiga kali.” (Muttafaq ‘alaih)
PENJELASAN
Hadis-hadis yang disebutkan oleh penulis rahimahullah dalam kitabnya Bulughul Maram ini berkaitan dengan wudhu.
Di antaranya adalah hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berwudhu mengalirkan air ke kedua sikunya. Maka, ketika seseorang mencuci kedua tangannya, ia harus mencuci sikunya bersama tangannya. Hadis ini –sebagaimana disebutkan oleh penulis– sanadnya lemah, tetapi dari segi makna, hadis ini benar. Sebab, orang yang berwudhu wajib mencuci kedua sikunya bersama lengannya, dan mencucinya harus mencakup seluruh tangan, mulai dari ujung jari hingga siku.
Di antaranya adalah hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang menyebut nama Allah saat berwudhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana diriwayatkan darinya, “Tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah atasnya.” Artinya, orang yang berwudhu, mencuci wajahnya, kedua tangannya, mengusap kepalanya, dan mencuci kedua kakinya untuk shalat atau thawaf atau memegang mushaf atau keperluan lainnya tidak sah wudhunya kecuali jika ia menyebut nama Allah dengan lisannya di awal wudhu dan mengucapkan “Bismillah”. Namun, hadis ini –sebagaimana disebutkan oleh penulis– sanadnya lemah. Imam Ahmad berkata, “Tidak ada yang sahih dalam hal ini.” Oleh karena itu, para ulama rahimahumullah berbeda pendapat apakah menyebut nama Allah dalam wudhu wajib atau tidak.
Sebagian ulama berpendapat bahwa menyebut nama Allah saat berwudhu adalah wajib. Jika seseorang berwudhu tanpa menyebut nama Allah dengan sengaja, maka wudhunya tidak sah.
Ulama lain berpendapat bahwa menyebut nama Allah saat berwudhu hukumnya sunah. Jika seseorang mengucapkannya, wudhunya lebih sempurna dan lebih utama. Meskipun hadis tersebut lemah, tetap ada kemungkinan hadis tersebut sahih, sehingga dianjurkan untuk mengucapkannya sebagai langkah kehati-hatian dalam rangka menyempurnakan wudhu. Dengan demikian, wudhunya menjadi lebih sempurna dan lebih baik. Pendapat ini lebih mendekati kebenaran dan merupakan pendapat yang dipilih oleh al-Muwaffaq rahimahullah, salah satu ulama besar dari mazhab Hanbali.
Sebagian ulama rahimahumullah menyebutkan sebuah kaidah. Mereka berkata, “Apabila suatu hadis adalah lemah dan perkara yang disebutkan di dalamnya dianjurkan untuk dilakukan, maka perkara tersebut dihukumi sebagai hal yang disunahkan (mustahab); karena adanya perintah dalam hadis tersebut menimbulkan keraguan dalam diri seseorang tentang kebenarannya, sehingga orang-orang merasa berdosa jika meninggalkannya. Namun, hadis yang lemah tidak boleh dijadikan landasan bagi seseorang untuk mewajibkannya.
Sebaliknya, jika suatu hadis berisi larangan dan hadisnya lemah, maka perkaranya dihukumi sebagai makruh, bukan haram; karena adanya larangan –meskipun hadisnya lemah– menimbulkan keraguan dalam diri seseorang tentang kebenarannya, sehingga orang-orang merasa berdosa jika melakukannya tanpa adanya hadis sahih yang bisa dijadikan hujah di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh karena itu, perkaranya dihukumi makruh.
Kaidah ini disebutkan oleh Ibnu Muflih, murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam kitab an-Nukat ‘Ala al-Muharrar.
Yang penting, jika hadis ini sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kesahihan yang membuat seseorang merasa yakin, maka kita akan mengatakan bahwa menyebut nama Allah adalah syarat sahnya wudhu, dan siapa yang meninggalkannya, maka wudhunya tidak sah. Namun, karena hadis ini lemah, maka kami mengatakan: “Yang terbaik adalah mengucapkan basmalah ketika berwudhu. Jika tidak mengucapkannya, wudhunya tetap sah dan tidak ada dosa baginya, karena menyebut nama Allah bukanlah suatu kewajiban.”
Oleh karena itu, kita melihat bahwa orang-orang yang menggambarkan wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan bahwa beliau mengucapkan basmalah ketika berwudhu. Adapun jika seseorang berada di tempat buang hajat –yaitu di kamar kecil– maka sebagian ulama berpendapat bahwa ia tidak perlu mengucapkan basmalah. Namun, jika ia ingin mengingat Allah di dalam hatinya, maka hal itu tidak mengapa.
Di antaranya adalah hadis Thalhah bin Musharrif, hadis Ali, dan hadis Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhum tentang berkumur dan menghirup air ke hidung (istinsyaq). Apakah lebih utama memisahkan antara keduanya, yakni berkumur terlebih dahulu lalu menghirup air ke hidung, atau menggabungkannya dalam satu telapak tangan? Hadis-hadis dalam hal ini berbeda-beda. Pendapat yang paling mendekati adalah seseorang mengambil satu telapak air, lalu berkumur dan menghirup air dari telapak tersebut, kemudian mengulanginya pada telapak kedua dan ketiga, sehingga menjadi tiga kali dengan tiga telapak air. Ini adalah cara yang paling dekat dengan yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Namun, jika seseorang berkumur terlebih dahulu dan memisahkannya dari menghirup air ke hidung, kami berharap tidak ada masalah dalam hal itu, tetapi yang lebih utama adalah menggabungkannya.
Baca juga: WUDHU SERTA DISUNAHKAN BERSIWAK DALAM BERWUDHU
Baca juga: MAKNA DAN KEUTAMAAN BERWUDHU
Baca juga: SIFAT SALAT NABI – TA’AWWUDZ DAN BASMALAH
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

