HUKUM MENISBATKAN TURUNNYA HUJAN KEPADA BINTANG

HUKUM MENISBATKAN TURUNNYA HUJAN KEPADA BINTANG

Ada lima hal yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَفَاتِيحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ

Kunci-kunci hal gaib ada lima.”

Kemudian beliau mengucapkan,

اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang Hari Kiamat. Dan Dia yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tidak seorang pun dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak seorang pun dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Mahamengetahui, Mahamengenal.” (QS Luqman: 34) (HR al-Bukhari)

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Ini adalah kunci-kunci perkara gaib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Tidak seorang pun mengetahuinya kecuali jika Allah Ta’ala memberitahukannya. Pengetahuan tentang kapan terjadinya Hari Kiamat tidak diketahui oleh nabi-nabi yang diutus Allah dan juga malaikat yang terdekat dengan-Nya. Allah Ta’ala berfirman: “Tidak seorang pun dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia…” (QS al-A’raf: 187)

Demikian juga dengan turunnya hujan. Tidak seorang pun mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala. Jika Dia memerintahkan hujan turun, maka malaikat yang diberi tugas akan mengetahuinya, begitu juga dengan makhluk lainnya, sesuai dengan kehendak-Nya Ta’ala.”

Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan salat Subuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Selesai salat beliau menghadap ke arah para sahabat dan bersabda,

هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ

Apakah kalian mengetahui apa yang difirmankan Rabb kalian?

Mereka menjawab, “Hanya Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

Beliau bersabda,

قَالَ: أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ، فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا، فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

Allah Ta’ala berfirman, ‘Pagi hari ini sebagian dari hamba-Ku beriman kepada-Ku dan sebagian lainnya kafir kepada-Ku. Adapun orang yang mengatakan, ‘Kami dikaruniai hujan karena kemurahan Allah Ta’ala dan kasih sayang-Nya,’ maka dia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, ‘Kami dikaruniai hujan oleh bintang ini dan itu,’ maka dia ingkar terhadap-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.’” (HR Muslim)

Penulis kitab Taisir al-Aziz al-Hamid, Syekh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah berkata, “Menisbatkan turunnya hujan kepada bintang ada dua macam:

Pertama: Meyakini bahwa yang menurunkan hujan adalah bintang merupakan kekufuran yang nyata, sebab tidak ada pencipta kecuali Allah Ta’ala. Orang-orang musyrik pun tidak meyakini hal itu karena mereka mengetahui bahwa Allah Ta’ala menurunkan hujan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ مِنْۢ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُوْلُنَّ اللّٰهُ

Dan sesungguhnya jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya,’ tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’” (QS al-‘Ankabut: 63)

Kedua: Turunnya hujan disebabkan oleh bintang dengan keyakinan bahwa Allah Ta’ala yang menurunkannya, dan mengatakan bahwa Allah Ta’ala menciptakan suatu kebiasaan, yaitu hujan turun ketika bintang muncul. Menurut pendapat yang benar, hal itu juga termasuk ke dalam perkataan yang dilarang karena merupakan syirik tersembunyi yang dimaksudkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis tersebut. Beliau menyampaikan bahwa hal itu adalah perbuatan jahiliah dan beliau mengingkarinya. Inilah yang diyakini oleh orang-orang musyrik dan sampai sekarang masih terdapat dalam masyarakat muslim.”

Allah Ta’ala berfirman:

وَاَرْسَلْنَا الرِّيٰحَ

Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan).” (QS al-Hijr: 22)

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “Maksudnya, awan yang mengandung air menerpa pohon-pohon sehingga pohon-pohon itu dapat melakukan penyerbukan. Setelah itu, daun-daun dan bunga-bunga bermekaran. Dalam ayat ini, angin disebutkan dalam bentuk jamak sehingga angin menghasilkan sesuatu yang bermanfaat (produktif). Berbeda dengan angin yang tidak produktif yang pada ayat disebutkan dalam bentuk tunggal dan mempunyai sifat al-aqim (yang membinasakan). Angin menjadi produktif apabila terdapat dua angin atau lebih.”

Allah Ta’ala berfirman:

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُزْجِيْ سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهٗ ثُمَّ يَجْعَلُهٗ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلٰلِهٖۚ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ جِبَالٍ فِيْهَا مِنْۢ بَرَدٍ فَيُصِيْبُ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَصْرِفُهٗ عَنْ مَّنْ يَّشَاۤءُۗ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهٖ يَذْهَبُ بِالْاَبْصَارِ ۗ يُقَلِّبُ اللّٰهُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّاُولِى الْاَبْصَارِ

Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya. Dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran es) itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan. Allah mempergantikan malam dan siang. Sungguh pada yang demikian itu pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (yang tajam).” (QS an-Nur: 43-44)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Air hujan turun dari awan yang diciptakan oleh Allah Ta’ala dari udara yang berada di angkasa dan dari uap yang naik ke udara.” Beliau juga menjelaskan tentang hujan, “Allah Ta’ala menciptakan hujan dari awan yang berada di langit, kemudian hujan turun ke bumi. Hujan terbentuk dari udara yang berada di angkasa, dan kadang kala berasal dari uap di bumi yang naik ke udara.”

Diriwayatkan dari Syuraih, bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat awan yang datang di langit, beliau meninggalkan pekerjaan yang sedang beliau lakukan walaupun masih dalam keadaan salat. Beliau berdiri menatap awan, lalu berdoa,

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا أُرْسِلَ بِهِ

Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang dibawanya.”

Apabila hujan turun, beliau berdoa,

اَللَّهُمَّ سَيِّبًا نَافِعًا

Ya Allah, jadikanlah ia hujan yang bermanfaat.”

Beliau mengucapkannya sebanyak dua atau tiga kali.

Jika Allah mengalihkan awan tersebut ke tempat lain sehingga hujan tidak jadi turun, maka beliau memuji Allah Ta’ala atas hal itu.” (HR Ibnu Abi Syaibah)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Kami pernah bepergian bersama Umar radhiyallahu ‘anhu. Petir terdengar dan kilat menyambar, kemudian hujan turun. Ka’ab berkata kepada kami, “Barangsiapa mengucapkan ketika mendengar petir,

سُبْحَانَ مَنْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ‏

Mahasuci Zat yang petir bertasbih dengan memujinya, dan para malaikat bertasbih karena takut kepada-Nya’ sebanyak tiga kali, maka dia akan selamat dari petir tersebut.”

Ketika turun hujan, disunahkan berdoa,

اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat.” (HR al-Bukhari)

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ صَيِّبًا هَنِيْعًا

Ya Allah, jadikanlah hujan ini hujan yang bermanfaat.” (HR Ibnu Majah)

Ketika hujan turun, disunahkan membasahi anggota badan atau benda lain (seperti pakaian), sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan kehujanan. Tiba-tiba beliau membuka bajunya hingga air hujan membasahi badan beliau. Kami bertanya, “Mengapa engkau melakukan hal itu, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab,

لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَ

Karena air hujan ini baru saja turun dari Rabbnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa apabila hujan turun dia berkata, “Wahai pembantuku, keluarkanlah pelana kudaku dan pakaianku.”

Kemudian dia membaca ayat,

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً مُّبٰرَكًا

Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah.” (QS Qaf: 9)

Ya Allah, turunkanlah kepada kami keberkahan dari langit. Isilah hati kami dengan ketaatan kepada-Mu, wahai Zat Yang Mahapengasih.

Baca juga: BAHAYA MEMAKAI GELANG UNTUK MENOLAK PENYAKIT

Baca juga: MENGGANTUNG TAMIMAH (JIMAT) ADALAH KESYIRIKAN

Baca juga: KERASUKAN JIN

(Abdul Malik bin Muhammad Abdurrahman al-Qasim)

Akidah