FITNAH PERPECAHAN DAN PERTIKAIAN

FITNAH PERPECAHAN DAN PERTIKAIAN

Di antara fitnah yang sangat dahsyat adalah fitnah perpecahan dan pertikaian serta munculnya firqah-firqah dan jamaah-jamaah. Kemunculan ini telah diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi wejangan kepada kami dengan wejangan yang sangat menyentuh. Hati menjadi takut dan air mata menetes karenanya. Kami berkata, “Wahai Rasulullah, seakan ini adalah wejangan orang yang hendak berpisah. Oleh karena itu, berilah kami wasiat.”

Beliau berdabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ

Aku wasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allah, mendengar, dan taat.” (HR Abu Dawud dan ad-Darimi)

Maksudnya adalah mendengar dan taat kepada orang yang memegang kendali urusan kaum muslimin (pemimpin), karena di dalamnya terdapat persatuan kalimat, kekuatan dan kewibawaan sehingga kaum muslimin disegani musuh. Apabila umat berhimpun di bawah kendali pemimpin yang mukmin, maka hal itu dapat menjadikan umat ini berwibawa dan kuat.

وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإنْ تَأمَّر عَلَيْكُمْ عَبْدٌ

Dan kalian harus mendengar dan taat, meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak.” (HR al-Bukhari, Ibnu Majah dan Ahmad)

Artinya, janganlah kalian menghina pemimpin kalian, bagaimana pun keadaannya. Sebaliknya, hendaklah kalian mendengar dan menaatinya, selama dia memerintahkan kalian untuk taat kepada Allah.

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ. تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ. وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Karena sesungguhnya siapa saja di antara kalian masih hidup, ia akan melihat banyak perselisihan. Berpeganglah kalian pada sunahku dan sunah Khulafa’ Rasyidin yang mendapatkan bimbingan sepeninggalku. Peganglah dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah bidah, sedangkan setiap bidah adalah sesat.” (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi)

Demikianlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan tentang terjadinya perselisihan dalam pendapat dan pemikiran, madzhab, jamaah, dan kelompok. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan untuk berpegang teguh dengan Kitabullah dan sunah Rasul-Nya, dan apa-apa yang dipegang oleh Khulafa’ Rasyidin. Dengan cara itu, orang yang mengamalkannya akan terjamin keselamatannya. Adapun orang yang terlepas dari sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan manhaj Khulafa’ Rasyidin akan terjatuh bersama dengan kelompok-kelompok yang berbeda.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam khotbah dan pembicaraannya mengucapkan,

إنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ الله، وَخَيرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم. وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَة ضَلَالَةٌ. وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإنَّ يَدَ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ. وَمَنْ شَذَّ، شَذَّ فِي النَّارِ

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan, dan setiap bidah adalah sesat. Berpeganglah kalian pada jamaah, karena sesungguhnya tangan Allah di atas jamaah. Barangsiapa menyendiri (dari jamaah), ia terasing di Neraka.” (HR Muslim, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan jalan selamat dari fitnah, yaitu dengan berpegang pada Kitabullah dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta berhati-hati dari perkara-perkara yang diada-adakan.

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Berpeganglah kalian pada jamaah.” (HR Ahmad)

Berpegang pada jamaah juga merupakan jalan selamat. Ketika muncul perpecahan, perselisihan, dan jamaah beraneka ragam, maka seorang muslim harus berdiri bersama jamaah muslimin, yaitu jamaah yang berjalan di atas langkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meniti manhaj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak boleh mengikuti jalan ahli kalam (mutakallimin), ahli jadal (ahli dialektika) dan ahli bidah, meskipun mereka menamakan diri dengan nama-nama yang memukau.

Jamaah yang dimaksud di sini adalah jamaah yang berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, meskipun jumlah mereka sedikit. Jumlah yang banyak bukan syarat tegaknya jamaah dan bukan indikasi berada di atas kebenaran.

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka.” (al-An’am: 116)

Selama mereka masih mengikuti persangkaan, mereka tersesat dari jalan Allah, meskipun jumlah mereka ratusan ribu atau jutaan. Adapun orang yang berada di atas kebenaran, itulah jamaah. Itulah kelompok yang selamat lagi mendapat pertolongan (firqah najiyah manshurah) Mereka adalah ahlussunnah wal jamaah, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ. لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

Masih saja ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran dengan mendapat kemenangan. Tidak akan membahayakan mereka orang yang menelantarakan mereka, tidak pula orang yang menyelisihi mereka, hingga datang putusan dari Allah Tabaraka wa Ta’ala.” (HR al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Berpegang pada jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perlu kesabaran, terlebih di akhir zaman, karena di akhir zaman orang yang berpegang dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menetapi jamaah kaum muslimin akan menjumpai kepayahan yang luar biasa, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

Akan datang suatu zaman dimana orang yang bersabar di antara mereka di atas agamanya laksana orang yang memegang bara api.” (HR at-Tirmidzi)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ القَبْضِ عَلَى الجَمْرِ. لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِكُمْ

Sesungguhnya di depan kalian akan ada hari-hari dimana kesabaran pada waktu itu seperti memegang bara api. Orang yang beramal pada waktu itu seperti (mendapat) pahala 50 orang yang beramal seperti amal kalian.”

Terdapat tambahan pada riwayat lain, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Wahai Rasulullah, (mendapatkan) pahala 50 orang dari kami atau dari mereka?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bahkan pahala 50 orang dari kalian.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Maksudnya sepadan dengan pahala 50 orang sahabat.

Orang yang berpegang pada sunah di akhir zaman dimana fitnah-fitnah bermunculan, tidak mempunyai penolong. Kebanyakan manusia menentangnya, termasuk orang yang mengaku penganutnya. Mereka membuatnya cemas, menjelek-jelekkannya, dan menyalahkannya sehingga ia membutuhkan kesabaran. Oleh karena itu, ia mendapat pahala yang sangat besar disebabkan ketegaran di atas kebenaran saat berbagai fitnah bermunculan dan rintangan sangat banyak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan mereka sebagai kaum terasing (ghuraba’). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

Beruntunglah orang-orang terasing (ghuraba’).”

Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang terasing itu?”

Beliau menjawab,

الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ

(Yaitu) orang-orang yang melakukan perbaikan dikala orang-orang telah rusak.” (HR Ahmad)

Dalam riwayat lain,

يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ

Mereka yang memperbaiki apa yang telah dirusak oleh orang-orang.” (HR at-Tirmidzi)

Ini memperlihatkan kepada kita tentang perkara besar yang akan terjadi di akhir zaman. Maka, kita wajib memohon ketegaran kepada Allah Ta’ala dan diwafatkan di atas Islam. Selain itu, kita harus bersungguh-sungguh untuk mengetahui kebenaran dan mengenali orang-orang yang berpegang dengannya, serta mengetahui kebatilan dan mengenal orang-orang yang berpegang dengannya. Tujuannya adalah agar kita dapat bergabung dengan kebenaran dan orang-orangnya, serta berhati-hati dari kebatilan dan orang-orangnya. Ini berarti kita memerlukan pemahaman agama (tafaqquh fiddin).

Keadaan seperti ini tidak bisa dilakukan oleh orang jahil. Keadaan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang diberi oleh Allah Ta’ala pemahaman agama dan bashirah dengan ilmu yang bermanfaat sehingga ia dapat membedakan mana petunjuk dan mana kesesatan, mana yang hak dan mana yang batil. Jadi, selamat dari fitnah ini adalah cukup sulit, padahal kita telah melihat sendiri gelombang fitnah yang sangat dahsyat melanda dunia dewasa ini.

Baca juga: FITNAH ANAK, HARTA, DAN ISTRI

Baca juga: FITNAH KEBAIKAN DAN KEBURUKAN

Baca juga: FITNAH MANUSIA

(Syekh Dr Shalih bin Fauzan al-Fauzan)

Akidah