Allah Ta’ala berfirman: Wahai hamba-hamba-Ku, setiap kalian telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian pakaian.”
Kalian semua dalam keadaan telanjang, kecuali yang Allah berikan pakaian. Hal itu karena setiap manusia lahir dari perut ibunya tanpa sehelai pakaian pun, benar-benar polos, tanpa kain dan tanpa rambut yang menutupi tubuhnya, sebagaimana terjadi pada sebagian hewan yang lahir sudah berbulu. Semua itu adalah bagian dari hikmah Allah ‘Azza wa Jalla.
Di antara hikmah Allah Ta’ala adalah bahwa Dia menjadikan kita lahir dalam keadaan telanjang, kulit kita terbuka, agar kita sadar bahwa kita membutuhkan pakaian untuk menutupi aurat secara fisik, sebagaimana kita juga membutuhkan amal saleh untuk menutupi aurat secara maknawi. Sebab, takwa adalah pakaian, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Dan pakaian takwa itulah yang terbaik.” (QS al-A’raf: 26)
Jika kamu merenungi dirimu, niscaya kamu akan menyadari bahwa tubuhmu membutuhkan pakaian fisik karena ia telanjang. Demikian pula, dirimu membutuhkan pakaian maknawi berupa amal saleh agar tidak telanjang di sisi Allah. Oleh karena itu, sebagian ahli tafsir mimpi menyatakan bahwa jika seseorang melihat dirinya telanjang dalam mimpi, itu pertanda bahwa ia perlu memperbanyak istighfar. Sebab, hal tersebut menunjukkan adanya kekurangan dalam ketakwaannya, karena takwa adalah pakaian yang menutupi aib batin manusia.
Bagaimanapun keadaannya, kita semua adalah makhluk yang pada hakikatnya telanjang, kecuali karena pakaian yang Allah ‘Azza wa Jalla anugerahkan kepada kita. Allah telah menundukkan berbagai jenis pakaian bagi kita untuk menutupi tubuh kita, dan segala puji bagi Allah atas karunia pakaian yang berlimpah, terutama di negeri-negeri yang kaya dan diuji oleh Allah dengan limpahan harta. Sesungguhnya harta adalah ujian besar yang dapat menjadi fitnah bagi umat ini, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَوَاللهِ، مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah dunia akan dibukakan bagi kalian, lalu kalian berlomba-lomba padanya (memperolehnya), sebagaimana orang-orang sebelum kalian berlomba-lomba padanya, dan akhirnya dunia membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Harta adalah ujian dan cobaan, yang menuntut kesabaran dalam melaksanakan kewajiban yang berkaitan dengannya, dan juga bersyukur atas nikmat yang wajib disyukuri.
Bagaimanapun, aku ingin menyampaikan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan kepada kita karunia berupa pakaian. Sekiranya Allah tidak memudahkan pakaian untuk kita, niscaya kita tidak akan bisa memperolehnya dengan mudah. Jika kamu melihat keadaan sebagian manusia di zamanmu sekarang dan merenungkannya, niscaya kamu akan mendapati –seperti yang telah kita dengar– bahwa ada orang-orang yang bermalam dalam keadaan telanjang, tanpa sehelai kain pun yang menutupi tubuh mereka. Mereka hanya bisa menutup aurat mereka dengan daun-daunan atau semisalnya. Mereka tidak memiliki apa-apa selain itu untuk menutup tubuh mereka. Lalu siapa yang telah menutupi tubuhmu dan memberimu karunia itu? Dia-lah Allah. Karena itu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku, setiap kalian telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian pakaian.”
Kami mengatakan tentang firman Allah: “Mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian pakaian” sebagaimana kami katakan tentang firman-Nya: “Mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian makan.” Artinya, meminta pakaian kepada Allah bisa dilakukan baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Adapun dengan ucapan, yaitu dengan berdoa memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar Dia memberimu pakaian. Jika kamu memohon kepada Allah agar Dia memberi pakaian secara fisik bagi tubuhmu, maka mintalah pula kepada-Nya agar Dia menutupi ‘aurat’ maknawimu, yaitu dengan memberikan taufik kepadamu untuk menaati-Nya.
Adapun meminta pakaian (kepada Allah) melalui perbuatan, maka dilakukan dengan dua cara: Pertama, dengan amal saleh, dan kedua, dengan menjalankan sebab-sebab nyata yang menghasilkan pakaian, seperti membangun pabrik, industri, dan berbagai usaha lainnya.
Terdapat kecocokan makna dalam keterkaitan antara makanan, pakaian, dan hidayah. Makanan pada hakikatnya adalah penutup bagi tubuh bagian dalam. Lapar dan haus berarti kosongnya perut dari makanan dan minuman, dan itu merupakan bentuk ketelanjangan bagian dalam tubuh. Sementara pakaian adalah penutup bagi tubuh bagian luar, dan hidayah adalah penutup yang paling utama dan penting, yaitu penutup bagi hati dan jiwa dari cacat-cacat dosa.
Baca juga: MINTALAH MAKAN KEPADA ALLAH, NISCAYA ALLAH MEMBERI MAKAN
Baca juga: BERTAWASUL DENGAN AMAL SALEH
Baca juga: PEREMPUAN BERPAKAIAN TETAPI TELANJANG
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

