Allah Ta’ala berfirman:
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Rabb-mu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS al-Isra: 57)
Allah Ta’ala juga berfirman:
مَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ اللّٰهِ فَاِنَّ اَجَلَ اللّٰهِ لَاٰتٍ ۗوَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti datang. Dan Dia-lah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS al-Ankabut: 5)
Allah Ta’ala juga berfirman:
فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (QS al-Kahfi: 110)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,
يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي. وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي. فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي. وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ، ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ. وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا،. وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا. وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي، أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di hadapan orang banyak, maka Aku mengingatnya di hadapan kelompok yang lebih baik dari mereka. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari.’” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiga hari sebelum wafatnya bersabda,
لَايَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِا للهِ عَزَّ وَ جَلَّ
“Janganlah salah seorang dari kalian meninggal kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR Muslim)
Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Harapan adalah pengiring hati menuju yang dicintainya, yaitu Allah Ta’ala dan negeri akhirat, seraya membaguskan perjalanannya.”
Dikatakan pula, “Harapan adalah bergembira dengah kemurahan dan keutamaan Rabb Tabaraka wa Ta’ala sambil beristirahat untuk menelaah kemurahan-Nya.”
Dikatakan, “Harapan merupakan keyakinan akan karunia Allah Ta’ala.”
Perbedaan antara harapan dan angan-angan adalah bahwa angan-angan disertai rasa malas dan tidak mendorong seseorang untuk menempuh jalan kesungguhan. Sebaliknya, harapan selalu disertai dengan mengerahkan daya dan upaya serta tawakal yang baik. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa harapan tidak benar kecuali jika disertai dengan perbuatan.
Harapan terdiri dari tiga macam: dua harapan terpuji dan satu harapan tercela.
Dua harapan terpuji adalah 1) Harapan orang-orang yang berharap yang disertai dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan cahaya penerang dari-Nya. Harapan ini adalah harapan dengan keridhaan-Nya. 2) Harapan orang-orang yang banyak berbuat dosa lalu bertobat. Harapan ini adalah harapan akan ampunan, maaf, ihsan, kemurahan, kelembutan, dan anugerah Allah Ta’ala.
Satu harapan tercela adalah harapan orang-orang yang terus-menerus melakukan kelalaian dan kesalahan secara berlebih-lebihan. Harapan ini adalah harapan akan rahmat Allah Ta’ala tanpa usaha. Harapan ini adalah harapan orang yang terperdaya.
Ketahuilah bahwa harapan selalu berhubungan dengan rasa takut (khauf). Keduanya bagaikan kepakan dua sayap seekor burung. Jika salah satu sayap lebih dominan dari yang lain, maka keadaannya tidak seimbang.
Hati dalam perjalanan menuju Allah Azza wa Jalla bagaikan seekor burung. Rasa cinta adalah kepalanya, sementara rasa takut dan harapan adalah kedua sayapnya. Apabila kepala dan kedua sayapnya baik, maka burung akan terbang dengan baik. Namun, jika kepala terputus, maka burung akan mati. Jika kedua sayap hilang, maka burung akan mudah ditangkap oleh pemburu atau orang-orang yang melakukan kerusakan.
Dalam keadaan sehat, para salaf lebih suka memperkokoh rasa takut daripada harapan. Ketika mendekati akhir hayat, mereka menempatkan harapan di atas rasa takut. Ini adalah cara Abu Sulaiman dan yang lainnya. Dia berkata, “Hati harus didominasi oleh rasa takut. Jika harapan lebih dominan, maka ia binasa.”
Yang lain berkata, “Keseimbangan antara harapan dan rasa takut, serta dominasi rasa cinta merupakan keadaan yang paling sempurna. Cinta adalah kendaraan, harapan adalah pengiring, rasa takut adalah kemudi, dan Allah adalah Penyampai dengan segala karunia dan kemurahan-Nya.”
Baca juga: KEDUDUKAN KHAUF (RASA TAKUT)
Baca juga: ADIL DALAM BERAKTIVITAS
Baca juga: LARANGAN MENDATANGI DUKUN DAN MEMBENARKAN PERKATAANNYA
(Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub)