BUAH BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

BUAH BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

Berbakti kepada kedua orang tua adalah salah satu amal yang sangat mulia yang menjadi ciri utama para rasul; cara yang paling besar untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan yang paling Allah sukai, paling suci di sisi-Nya; salah satu jalan yang agung untuk memperoleh pahala, kebaikan, dan terhapusnya dosa; serta salah satu jalan yang sangat dekat untuk menuju Allah Ta’ala, mencapai Surga dan keridaan-Nya yang bahkan Allah Ta’ala menjadikan keridaan-Nya tergantung pada rida orang tua dan kemurkaan-Nya tergantung pada kemurkaan mereka. Allah Ta’ala menjadikan orang tua tengah-tengah pintu Surga, bahkan menjadikan Surga di bawah telapak kaki mereka.

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

Rida Rabb ada pada keridaan orang tua, dan kemurkaan Rabb ada pada kemurkaan orang tua.” (HR at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan ia mengatakan bahwa hadis ini sahih. Dinilai sahih oleh Syekh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi dan Silsilah Ahadits ash-Shahihah)

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memohon izin ikut berjihad.

Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?

Ia menjawab, “Ya, masih.”

Beliau bersabda,

فَفِيْهِمَا فَخَا هِدْ

Dengan berbakti kepada mereka berdua, berjihadlah!

Dalam riwayat lain, “Aku mengucapkan sumpah setia (baiat) kepadamu dalam hijrah dan jihad untuk mencari pahala dari Allah.”

Beliau bersabda,

فَهَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَىٌّ

Apakah di antara kedua orang tuamu ada yang masih hidup?

Ia menjawab, “Ya. Bahkan keduanya masih hidup.”

Beliau bersabda,

فَتَبْتَغِي الأَجْرَ مِنَ اللَّهِ ‏

Apakah engkau hendak mencari pahala dari Allah?

Ia menjawab, “Ya.”

Beliau bersabda,

فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ، فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا

Maka kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu perlakukanlah mereka dengan baik.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun bukan fardu ain, berjihad tidak sah kecuali dengan izin kedua orang tua, dan bahwa berbakti kepada mereka adalah salah satu bentuk jihad fi sabilillah.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” Dalam riwayat lain, “Amal apakah yang paling dekat dengan Surga?”

Beliau bersabda,

الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا

Salat pada waktunya.”

Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?”

Beliau bersabda,

ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ

Berbakti kepada kedua orang tua.”

Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa lagi?”

Beliau bersabda,

الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Jihad fi sabilillah.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendahulukan penyebutan berbakti kepada orang tua daripada jihad fi sabilillah dan menjelaskan bahwa berbakti kepada mereka berada pada urutan kedua setelah salat yang merupakan tiang agama dan ibadah yang paling mulia serta paling disukai oleh Allah Ta’ala. Ini senada dengan firman Allah Ta’ala:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًا

Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu.” (QS al-Isa’: 23)

Di sini berbuat baik kepada kedua orang tua diperintahkan setelah perintah menyembah kepada Allah Ta’ala.

Dari Abu Ayyub al-Anshari, ia berkata bahwa suatu kali seorang laki-laki Arab badui menghampiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang dalam perjalanan. Beliau pun berhenti. Laki-laki itu menyapa dan bertanya, “Wahai Rasulullah, beritahukan aku amal yang dapat mendekatkan aku ke Surga dan menjauhkan aku dari Neraka.”

Beliau terdiam, memandang ke arah sahabat-sahabatnya, lalu bersabda,

لَقَدْ وُفِّقَ ـ أَوْ لَقَدْ هُدِيَ

Laki-laki itu telah mendapat taufik atau hidayah.”

Beliau meminta agar laki-laki itu mengulang pertanyaannya. Setelah itu, beliau menjawab,

تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ، وَتُؤَتِي الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ

Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun, mendirikan salat, membayar zakat, menyambung silaturahmi.”

Dalam satu riwayat dikatakan bahwa ketika laki-laki itu berlalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنْ تَمَسَّكَ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Jika ia berpegang pada itu, niscaya ia masuk Surga.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Ungkapan menyambung silaturahmi dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah salah satu jalan utama seseorang masuk Surga dan selamat dari Neraka. Sebab, orang tua adalah orang yang paling dekat jika dilihat dari nasab (keturunan) dan paling berhak mendapat kasih sayang persaudaraan (silaturahmi).

Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوْ احْفَظْهُ

Orang tua adalah pintu Surga yang paling tengah. Jika engkau mau, letakkanlah pintu itu atau jagalah.” (Riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, al-Hakim dan ia menilai isnad hadis ini sahih. Dinilai sahih pula oleh at-Tirmidzi. Syekh al-Albani menilai sahih dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi dan Silsilah al-Ahadits ash-Sahihah)

Dari Muawiyah bin Jahimah as-Sulami bahwa Jahimah pernah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin berperang. Aku datang menemuimu untuk memohon nasihat kepadamu.”

Beliau bertanya,

هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ

Apakah engkau masih mempunyai ibu?

Ia menjawab, “Ya.”

Beliau bersabda,

فَالْزَ مْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Temanilah ia, karena sesungguhnya Surga ada di bawah telapak kakinya.”

Dalam satu riwayat,

الْزَمْ رِجْلَهَا فَثَمَّ الْجَنَّةُ

Rekatilah selalu kakinya karena di sanalah Surga.” (Riwayat an-Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Hakim dan ia berkata bahwa isnad hadis ini sahih. Syekh al-Albani menilai hadis ini hasan dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir)

ath-Thabrani meriwayatkan dengan versi: Aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memohon nasihat kepada beliau tentang jihad. Beliau bertanya, “Apakah engkau mempunyai kedua orang tua?’ Aku menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Rekatilah keduanya, karena sesungguhnya Surga ada di bawah telapak kaki mereka.” (Diriwayatkan oleh ath-Thabrani. al-Munziri berkata dalam at-Targhib wa at-Tarhib bahwa isnad hadis ini baik)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku bermimpi melihat diriku berada di Surga. Tiba-tiba ada seorang qari sedang membaca. Aku bertanya, ‘Siapakah orang ini?’ Mereka (para penghuni Surga) menjawab, ‘Ia adalah Haritsah bin an-Nu’man.’”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَذَاكَ الْبِرُّ، كَذَاكَ الْبِرُّ، كَذَاكَ الْبِرُّ

Demikianlah bakti, demikianlah bakti, demikianlah bakti.’

Haritsah adalah orang yang paling berbakti kepada ibunya.” (Diriwayatkan oleh an-Nasa-i, Ahmad, Abu Ya’la, al-Hamidi, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dan ia menilai hadis ini sahih. Hadis ini memiliki syahid penguat dari hadis Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh an-Nasa-i, al-Bukhari, dan ath-Thabrani)

Semua itu adalah di antara sekian banyak pahala berbakti kepada kedua orang tua di akhirat. Sedangkan di dunia, pahala berbakti kepada orang tua adalah bahwa Allah Ta’ala memberkahi usianya, mengakhirkan ajalnya, melapangkan rezekinya, meninggikan derajatnya, memudahkan urusannya, menyelamatkannya dari cobaan hidup, mengampuni dosanya, mengabulkan doanya, dan membalasnya dengan bakti anak-anaknya.

Mengenai pemberian berkah Allah Ta’ala kepadanya pada rezeki dan pengakhiran ajal, ini ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (Muttafaq ‘alaih)

Maksud dari klausa ‘yunsa’a lahu fi atsarihi’ dalam hadis tersebut adalah dipanjangkan usianya, diberkahi waktu dan umurnya, dan dikaruniai keharuman nama setelah kematiannya.

Mengenai pahala berupa bakti anak-anaknya adalah karena balasan berasal dari jenis perbuatan yang sama. Sebagaimana kamu memperlakukan orang lain, begitu pula kamu akan diperlakukan.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam hadis marfu’:

بَرُّ وا آبَا ءَكُمْ تَبَرَّ كُمْ أَبْنَا ؤُكُنْ، وَعِفُّوا تَعِفَّ نِسَا ؤُكُمْ

Berbaktilah kepada orang tua kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian. Peliharalah kehormatan kalian, niscaya istri-istri kalian akan memelihara kehormatan mereka.” (Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan Ibnu Abdul Barr. al-Mundziri mengatakan dalam at-Targhib wa at-Tarhib bahwa hadis ini diriwayatkan oleh at-Thabrani dengan isnad hasan. Diriwayatkan pula oleh dia dan selainnya dari hadis Aisyah. Demikian pula diriwayatkan dengan isnad hasan oleh as-Safaraini dalam Ghidza al-Albab)

Kehidupan nyata menjadi saksi bahwa betapa banyak anak yang durhaka kepada orang tua mendapat balasan kelak dengan kedurhakaan anak-anaknya kepada dirinya. Ini merupakan salah satu bentuk keadilan Allah Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya, karena Rabbmu tidaklah zalim terhadap hamba-Nya.

Dari Wahab bin Munabbih, ia berkata, “Allah memberi wahyu kepada Musa, ‘Wahai Musa, senangkanlah kedua orang tuamu, karena sesungguhnya orang yang menyenangkan kedua orang tuanya akan dipanjangkan umumya dan dikaruniai anak yang menyenangkannya. Sebaliknya, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya akan dipendekkan umurnya dan dikaruniai anak yang durhaka kepadanya.”

Dari Tsabit al-Banani, ia mengatakan bahwa dikisahkan seorang laki-laki memukul ayahnya pada salah satu bagian tubuhnya. Dikatakan kepadanya, “Mengapa engkau melakukan hal itu?” Sang ayah menjawab, “Biarkanlah anakku melakukan hal itu, karena sesungguhnya aku pun pernah memukul ayahku pada bagian tubuh yang sama. Aku sekarang mendapat balasan dari anakku dengan memukul pada bagian ini. Inilah balasannya. Ia tidak bersalah.”

Mengenai pahala berbakti kepada orang tua dengan dimudahkan urusan, diselamatkan dari cobaan, dan dikabulkan doanya dapat diambil dari kisah yang diceritakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadis mengenai tiga orang yang sedang berlindung di sebuah gua saat hujan turun dengan lebat.

Dari Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْطَلَقَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى آوَاهُمُ الْمَبِيتُ إِلَى غَارٍ. فَدَخَلُوهُ. فانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الْغَارَ. فَقَالُوا: إِنَّهُ لَا يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلَّا أَنْ تَدْعُوا اللهَ تعالى بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. قَالَ رَجُلٌ مِنهُمْ: اللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ. وكُنْتُ لَا أَغْبِقُ قبْلهَما أَهْلًا وَلَا مَالًا. فَنَأَى بِي طَلَبُ الشَّجْرِ يَوْماً. فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا. فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ. فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَهُمَا وَأَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلًا أَوْ مَالًا. فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدِى أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُما حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ. وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمي. فَاسْتَيْقظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا. اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ، فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَة. فانْفَرَجَتْ شَيْئاً، لَا يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهُ

قَالَ الآخر: اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَتْ لِيَ ابْنَةُ عَمٍّ كانتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيَّ. وفي رواية: كُنْتُ أُحِبُّهَا كأَشَدِّ مَا يُحِبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءِ. فَأَرَدْتُهَا عَلَى نَفْسِهَا، فَامْتَنَعَتْ مِنِّى، حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ. فَجَاءَتْنِي. فَأَعْطَيْتُهِا عِشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا، ففَعَلَت. حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا. وفي رواية: فَلَمَّا قَعَدْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا، قَالتْ: اتَّقِ اللهَ وَلَا تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلَّا بِحَقِّهِ. فانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهِىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِليَّ. وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذي أَعْطَيتُهَا. اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ. فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ غَيْرَ أَنَّهُمْ، لَا يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهَا

وَقَالَ الثَّالِثُ: اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ. فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ. تَرَكَ الَّذِي لَهُ وَذَهَبَ. فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الْأَمْوَالُ. فَجَاءَنِي بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ أَدِّ إِلَيَّ أَجْرِي. فَقُلْتُ لَهُ: كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيقِ. فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ لَا تَسْتَهْزِئُ بِي. فَقُلْتُ: إِنِّي لَا أَسْتَهْزِئُ بِكَ. فَأَخَذَهُ كُلَّهُ. فَاسْتَاقَهُ، فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا. اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ، فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ. فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ، فَخَرَجُوا يَمْشُونَ

Tiga orang sebelum kalian tengah berpergian hingga mereka terpaksa bermalam di sebuah gua. Mereka pun memasuki gua itu. Tiba-tiba sebuah batu besar menggelinding dari gunung dan menutupi mulut gua. Mereka berkata, ‘Sesungguhnya tidaklah kalian selamat dari batu besar ini kecuali jika kalian berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan amal saleh kalian.’

Seorang dari mereka berkata, ‘Ya Allah, aku mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut usia. Aku tidak pernah memberi susu untuk diminum kepada siapa pun sebelum kepada keduanya, baik kepada keluargaku maupun hartaku. Pada suatu hari aku mencari kayu ke tempat yang sangat jauh. Ketika aku kembali ke rumahku, ternyata mereka telah tidur. Aku langsung memerah susu untuk keduanya, tapi ternyata keduanya kujumpai masih tidur. Aku enggan membangunkan mereka ataupun memberi minuman itu kepada siapapun sebelum keduanya, baik kepada keluargaku maupun hartaku. Selanjutnya aku tetap dalam keadaan menanti mereka bangun, sedangkan gelas itu tetap berada di tanganku hingga fajar menyingsing. Anak-anakku yang masih kecil menangis kelaparan dan mereka berada di dekat kedua kakiku. Ketika kedua orang tuaku bangun, mereka meminum susu itu. Ya Allah, apabila amalan yang kukerjakan itu benar-benar mengharapkan Wajah-Mu, maka lapangkanlah kami dari kesulitan yang sedang kami hadapi akibat batu besar yang menutupi gua ini!’ Batu besar itu tiba-tiba bergeser sedikit, akan tetapi mereka belum bisa keluar dari gua.

Yang lain berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai seorang sepupu perempuan yang sangat kucintai -dalam riwayat lain- aku amat mencintainya sebagaimana cinta seorang laki-laki kepada seorang perempuan. Kemudian aku memintanya (untuk berhubungan badan), tetapi ia menolak. Hingga beberapa tahun berlalu, ia pun mengalami kesulitan. Lalu ia mendatangiku. Aku memberinya seratus dua puluh dinar dengan syarat ia bersedia menyerahkan dirinya kepadaku. Ia pun mau melakukannya. Hingga ketika aku menguasai dirinya -dalam riwayat lain- Hingga ketika aku duduk di antara kedua kakinya, sepupuku berkata, ‘Takutlah kamu kepada Allah, dan janganlah kamu buka cincin ini kecuali dengan cara yang benar.’ Aku pun meninggalkannya, padahal ia adalah perempuan yang sangat aku cintai. Dan aku meninggalkan emas yang kuberikan kepadanya. Ya Allah, jika apa yang kukerjakan itu semata-mata mengharapkan Wajah-Mu, lapangkanlah kami dari kesulitan yang sedang kami hadapi ini!’ Batu besar itu bergeser lagi, namun mereka masih belum bisa keluar dari gua.

 Orang ketiga berkata, “Ya Allah, aku mempekerjakan beberapa pekerja. Semuanya telah kuberi upah, kecuali seorang laki-laki. Ia meninggalkan upahnya dan pergi. Upah itu kukembangkan sehingga menjadi harta yang banyak. Setelah sekian lama ia datang kembali kepadaku dan berkata, ‘Wahai hamba Allah, berikanlah upahku!’ Aku berkata kepadanya, ‘Semua yang kamu lihat berupa unta, sapi, kambing, dan budak berasal dari upahmu.’ Ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, janganlah mengejekku!’ Aku berkata, ‘Aku tidak mengejekmu.’ Orang itu pun mengambil semua miliknya. Semua digiringnya tanpa meninggalkan sedikit pun. Ya Allah, jika apa yang kukerjakan itu semata-mata mengharap Wajah-Mu, lapangkanlah kami dari kesulitan yang tengah kami hadapi ini!’ Batu besar itu pun bergeser kembali hingga mereka bisa keluar dari gua.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam al-Bukhari telah membahas bab khusus mengenai hal ini dalam bab “Ijabah Du’a man Barra Walidaihi.”

Mengenai balasan dihapusnya dosa, hal itu karena berbakti kepada orang tua merupakan salah satu amal saleh yang paling mulla.

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِ

Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS Hud: 114)

Selain itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا

Ikutilah setiap perbuatan buruk dengan perbuatan baik yang dapat menghapusnya.” (HR at-Tirmidzi dan dia berkata hadis hasan sahih)

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku melakukan dosa besar. Apakah ada tobat untukku?”

Beliau balik bertanya,

هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ

Apakah engkau mempunyai ibu?

Ia menjawab, ‘Tidak.”

Beliau bertanya lagi,

هَلْ لَكَ مِنْ خَالَةٍ

Apakah engkau mempunyai bibi (dari saudara ibu)?

Laki-laki itu menjawab, “Ya.”

Beliau bersabda,

فَبِرَّهَا

Maka, berbaktilah kepadanya.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmizi, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dan  ia mengatakan bahwa hadis ini sahih sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim. Syekh al-Albani mensahihkannya dalam Shahih Sunan at-Tirmizi)

Jika demikian halnya keagungan dan pahala berbakti kepada orang tua, maka setiap muslim patut memacu diri untuk berbakti kepada orang tua, memuliakannya, dan menunaikan kewajiban terhadap mereka. Sepatutnya pula ia bersyukur dengan dikaruniai orang tua yang masih hidup sehingga ia berkesempatan untuk berbakti dan mempersembahkan balas budi atas jasa-jasanya agar ia dapat meraih Surga sebagai berkat bakti kepadanya. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan dengan sabdanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

رَغِمَ أَنْفُهُ، رَغِمَ أَنْفُهُ، رَغِمَ أَنْفُهُ

Sungguh terhina! Sungguh terhina! Sungguh terhina!

Para sahabat bertanya, “Siapakah, wahai Rasulullah?”

Beliau bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَوْ أَحَدَهُمَا، فَدَخَلَ النَّارَ

Barangsiapa mendapati kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya masih hidup di usia tua, tetapi ia masuk Neraka.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَ هُمَا ثُمَّ دَخَلَ النَّارَمِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَأَبْعَدَهُ اللهُ وَأَسْحَقَهُ

Barangsiapa mendapati hidup kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya kemudian ia masuk Neraka setelah itu, maka dengan demikian Allah telah menjauhkan dan membinasakannya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, ath-Thabrani, Abu Ya’la, ath-Thayalisi, dan Ibnu Hibban. al-Mundziri menilai hadis ini hasan dalam at-Targhib wa at-Tarhib)

Baca juga: BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

Baca juga: RIDA DAN MURKA ALLAH ADA PADA KERIDAAN DAN KEMURKAAN ORANG TUA

Baca juga: BERBAKTI KEPADA ORANG TUA SETELAH MEREKA WAFAT

Baca juga: ORANG MATI DIIKUTI OLEH TIGA HAL

(Dr Abdul Aziz bin Fauzan bin Shalih al-Fauzan)

Adab