Dalam utang-piutang adab umum harus dilakukan demi terjaganya kepercayaan di antara kedua belah pihak. Adab umum utang piutang itu adalah:
1. Menulis utang piutang
Menulis utang piutang merupakan perintah Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kalian menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya. Maka hendaklah ia menulis. Dan hendaklah orang yang berutang mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Rabbnya. Dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.”(QS al-Baqarah: 282)
2. Saksi
Di antara adab yang ditetapkan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya adalah yang tertera dalam firman-Nya:
وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰى
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki (di antara kalian). Jika tak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya.” (QS al-Baqarah: 282)
3. Membuat jaminan atas pinjaman
Cinta dan sayang terhadap harta kekayaan merupakan tabiat dan karakteristik manusia, walaupun perasaan manusia tidak sama satu dengan lainnya, tergantung pada iman, harapan dan angan-angan setiap orang.
Allah Ta’ala berfirman:
وَّتُحِبُّوْنَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
“Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS al-Fajr: 20)
Oleh karena itu, ketika Allah memerintahkan untuk mencatat, Allah juga menetapkan adanya jaminan. Allah Ta’ala berfirman:
وَاِنْ كُنْتُمْ عَلٰى سَفَرٍ وَّلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهٰنٌ مَّقْبُوْضَةٌ
”Dan jika kalian dalam perjalanan sedangkan kalian tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang.” (QS al-Baqarah: 283)
Dalam as-Sunnah disebutkan bahwa cara ini tidak terbatas dalam perjalanan (safar) saja, (tetapi juga dalam utang piutang) sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallaahu anha bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara berhutang yang akan dibayar pada waktu yang akan datang, dan beliau menjadikan baju besinya sebagai jaminan. (Muttafaq ‘alaih)
Baca juga: ADAB BAGI ORANG YANG BERUTANG
Baca juga: ROH SEORANG MUKMIN TERKATUNG-KATUNG (TERTAHAN) PADA UTANGNYA HINGGA DILUNASI
Baca juga: SIFAT RAHN (GADAI)
(Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas)