Sabar secara etimologi berarti menahan. Sedangkan secara terminologi, sabar berarti menahan diri dalam tiga hal: menahan diri dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala, menahan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala, dan menahan diri dalam menghadapi takdir Allah Ta’ala yang tidak menyenangkan.
1. Sabar dalam Ketaatan kepada Allah
Seseorang hendaklah bersabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala karena ketaatan terasa berat di hati. Ketaatan juga terasa berat di badan karena dalam menjalankannya terkadang menimbulkan kepayahan dan kelelahan fisik. Ketaatan juga terasa berat secara finansial karena dalam melaksanakannya terkadang mengeluarkan harta, seperti zakat dan haji. Intinya bahwa pada ketaatan terdapat kesulitan yang dirasakan oleh hati dan badan sehingga membutuhkan kesabaran dalam melaksanakannya.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian.” (QS Ali ‘Imran: 200)
2. Sabar dari Hal-hal yang Diharamkan Allah
Dalam menghadapi hal-hal yang diharamkan Allah seseorang harus menahan diri agar tidak melakukannya, karena hawa nafsu senantiasa mengajak untuk melakukan hal-hal yang tercela. Oleh karena itu, dia harus menenangkan hawa nafsunya agar tidak berdusta, menipu dalam muamalat, memakan harta secara batil seperti riba, berzina, minum khamar, mencuri dan kemaksiatan lainnya. Hendaklah dia menahan diri agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Perlu upaya keras dalam menahan dorongan hawa nafsunya.
3. Sabar dalam Menghadapi Takdir Allah yang tidak Menyenangkan
Takdir Allah atas makhluk-Nya ada yang menyenangkan dan ada yang tidak menyenangkan. Menghadapi takdir Allah yang tidak menyenangkan seseorang hendaklah bersabar. Menghadapi takdir Allah yang menyenangkan hendaklah ia bersyukur, dan bersyukur merupakan ketaatan. Sabar dalam ketaatan merupakan jenis sabar yang pertama.
Takdir Allah yang tidak menyenangkan adalah takdir yang tidak sesuai dengan keinginan, seperti musibah yang menimpa diri, harta, keluarga dan masyarakat. Dalam menghadapinya, seseorang harus bersabar. Hendaklah dia menahan hawa nafsunya agar tidak menampakkan kekecewaan terhadap takdir Allah yang tidak menyenangkan itu, baik dengan lisan, hati maupun anggota badan.
Baca juga: PAHALA KESABARAN TANPA BATAS
Baca juga: MENJAGA DIRI, MERASA CUKUP, DAN BERSABAR
Baca juga: KEUTAMAAN BERSUCI, ZIKIR, SALAT, SEDEKAH, SABAR, DAN SHAHIBUL QUR’AN
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)