KEJUJURAN DAN KEBOHONGAN

KEJUJURAN DAN KEBOHONGAN

Dari Abu Muhammad al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku menghafal beberapa kalimat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu,

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ. فإنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ، وَالْكَذِبَ رِيبَةٌ

Tinggalkanlah apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran menimbulkan ketenangan, sedangkan kebohongan mendatangkan keraguan.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi. Lihat Shahih al-Jami dan Irwaul Ghalil)

PENJELASAN

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tinggalkanlah apa yang meragukanmu,” yakni tinggalkan apa yang kamu ragu tentangnya dan membuatmu tidak tenang, “menuju apa yang tidak meragukanmu,” yakni kepada apa yang tidak mengandung keraguan.

Ulama fikih menempuh jalan kehati-hatian dalam hal fikih. Mereka menjelaskan banyak hal, di antaranya:

Pertama. Seseorang terkena najis di bajunya. Dia ragu apakah yang terkena najis bagian depan atau bagian belakang. Jika dia mencuci bagian depan, dia khawatir yang terkena najis bagian belakang. Jika dia mencuci bagian belakang, dia khawatir yang terkena najis bagian depan. Maka cara berhati-hati dalam masalah ini adalah membasuh bagian depan dan bagian belakang sehingga hati menjadi tenang.

Kedua. Seseorang ragu apakah salatnya sudah dua rakaat atau tiga rakaat. Di benaknya pun tidak terlintas jumlah rakaat yang lebih kuat. Jika mengambil tiga rakaat, dia khawatir salatnya kurang. Jika mengambil dua rakaat, dia tidak khawatir kurang, tetapi ragu saja. Dalam keadaan seperti ini sebaiknya dia mengambil jumlah rakaat yang lebih rendah, yaitu dua rakaat. Jika dia ragu apakah salatnya telah tiga rakaat atau empat rakaat, maka dia mengambil yang tiga rakaat. Begitu seterusnya.

Hadis ini termasuk salah satu kaidah dalam ushul fiqih bahwa jika kamu ragu akan sesuatu, tinggalkanlah keraguan itu menuju sesuatu yang tidak meragukan.

Di dalam hadis ini terdapat pendidikan jiwa, yaitu bahwa seseorang harus tenang, tidak gelisah. Orang yang hatinya hidup, ketika memilih sesuatu yang meragukan, biasanya hatinya gelisah. Jika keraguan bisa ditepis dengan sesuatu yang meyakinkan, maka kegelisahan itu hilang.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran menimbulkan ketenangan.” Maknanya, orang yang jujur selalu tenang dan tidak menyesali apa-apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Ia tidak mengatakan, “Seandainya begini, seandainya begitu.” Ia mampu seperti itu karena ia telah jujur, sedangkan orang jujur diselamatkan oleh Allah Ta’ala.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kebohongan mendatangkan keraguan.” Maknanya, orang yang bohong selalu ragu apakah orang lain memercayai dirinya atau tidak. Kita mendapati bahwa orang yang bohong menyertai berita yang disampaikannya dengan bersumpah kepada Allah bahwa dia telah berkata benar agar orang lain memercayai beritanya. Contohnya adalah orang-orang munafik. Mereka bersumpah kepada Allah bahwa apa yang mereka katakan benar, tetapi mereka sendiri ragu dengan perkataannya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ قَالُوْا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوْا بَعْدَ اِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوْا بِمَا لَمْ يَنَالُوْا

Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya.” (QS at-Taubah: 74)

Tidak dapat disangkal bahwa kebohongan dapat menimbulkan keraguan dan kegelisahan pada diri pelakunya, terlepas orang lain mengetahui kebohongannya atau tidak.

Dari hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia harus meninggalkan kebohongan menuju kejujuran, karena kebohongan menimbulkan keraguan dan kejujuran mendatangkan ketenangan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tinggalkanlah apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu.”

Baca juga: KEJUJURAN MEMBAWA KEPADA KEBAIKAN

Baca juga: TENTANG AKHLAK BAIK DAN DOSA

Baca juga: HUKUM BERSUMPAH DENGAN SELAIN ALLAH TA’ALA

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati