TAKLID DAN MENGIKUTI TRADISI UMAT-UMAT SEBELUMNYA

TAKLID DAN MENGIKUTI TRADISI UMAT-UMAT SEBELUMNYA

Di antara tanda Kiamat dan fitnah terbesar yang menimpa umat Islam adalah fitnah taklid buta dan menyerupai tradisi musuh-musuh Islam secara umum dan akhlak orang-orang Yahudi dan Nasrani secara khusus. Tidak diragukan lagi bahwa terjerumus ke dalam taklid buta adalah kemunduran dari dalam dan tertipu dengan penampilan palsu serta kekal dalam kekotoran hawa nafsu dan syahwat.

Apabila umat Islam jauh dari sumber kemuliaannya dan mengadopsi budaya umat-umat yang sesat, ketahuilah bahwa Kiamat telah dekat.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ

Tidak akan terjadi Hari Kiamat sampai umatku mengadopsi budaya umat-umat sebelumnya jengkal demi jengkal dan hasta demi hasta.”

Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, seperti bangsa Persia dan Romawi?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

وَمَنِ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ

Siapakah bangsa selain mereka?” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا  جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكتُمُوهُ

Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian jengkal demi jengkal dan hasta demi hasta, hingga seandainya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian akan mengikuti mereka.”

Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasrani?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

فَمَنْ

Maka siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR Muslim)

Jengkal, hasta dan masuk ke dalam lubang yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya hanyalah isyarat akan kerasnya taklid buta terhadap umat-umat sesat tersebut. Apa yang telah diperingatkan Nabi ini mayoritas telah terjadi dalam segala aspek kehidupan kita, karena banyak orang yang menisbatkan dirinya kepada Islam malah membesar-besarkan segala sesuatu yang berbau barat dan mendewa-dewakan segala peradaban asing. Mereka berpendapat bahwa peradaban modern bersumber dari barat dan membandingkan peradaban tersebut dengan kehidupan yang menyedihkan di lingkungan mereka sehingga terjadilah kemunduran disebabkan sikap mereka yang merasa lemah. Oleh karena itu, agama Islam melarang keras taklid buta, karena agama Islam memberi perhatian serius dalam membentuk pribadi muslim yang kuat yang bangga dengan akhlak dan agamanya dan peduli dengan orang lain. Islam melarang pemeluknya tenggelam dalam peradaban umat lain.

Karena alasan inilah Allah Ta’ala melarang orang-orang beriman menyerupai orang-orang Yahudi, sampai dalam berdoa. Umat Islam tidak boleh mengekor mereka dalam redaksi doa. Orang-orang beriman memiliki doa tersendiri dengan gaya bahasa khusus yang tidak menyerupai mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقُوْلُوْا رَاعِنَا وَقُوْلُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوْا وَلِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian katakan (kepada Muhammad), ‘Raaina’,  tetapi katakanlah, ‘Unzhurna dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” (QS al-Baqarah: 104)

Orang-orang Yahudi berdoa dengan menggunakan kata “Raa’ina” dari kata “ar-Ri’ayah”. Allah Ta’ala melarang kita menyerupai mereka, karena orang-orang Yahudi yang terkutuk selalu mengucapkan kata-kata kotor dan keji dengan tujuan menjerumuskan kaum muslimin dalam keburukan tanpa mereka sadari, atau supaya orang-orang Yahudi mendapat jalan untuk mencaci maki Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah Ta’ala menyuruh mereka mengganti kata-kata tersebut dengan sinonimnya yang artinya sama tapi orang-orang Yahudi tidak akan bisa mengubahnya sesuai keinginan mereka yang hendak menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan tidak menyerupai orang-orang Yahudi dalam hal-hal kecil, maka orang-orang Yahudi tidak akan bisa mewujudkan tujuan hina mereka.

Bila umat Islam bangga dengan dirinya sendiri, memiliki kekuasaan yang kuat dan mewarnai kehidupan mereka dengan nilai-nilai Islam, baik dalam keagamaan, sosial, ekonomi, keilmuan dan politik, maka mereka akan menjadi kekuatan besar yang bisa mengajak kepada kebenaran sehingga peradaban-peradaban lama akan tunduk kepadanya.

Umat Islam tidak menjadi lemah dan terjajah kecuali setelah mereka memutuskan hubungan dengan keislaman mereka dan kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri. Mereka beranggapan -baik karena tidak tahu atau pura-pura tidak tahu- bahwa taklid kepada barat dan timur merupakan jalan menuju kemajuan. Demam taklid ini terus menggiring mereka menuju kemunduran sampai kepada kerapuhan jiwa pengosongan nilai-nilai Islam.

Inilah yang diisyaratkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya yang menjelaskan kepada umatnya tentang akibat taklid buta dan pengaruh buruknya,

 مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ، فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk golongan mereka.”  (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud)

Muhammad Asad berkomentar tentang taklid ini, “Problem yang dihadapi umat Islam sekarang adalah seperti problema yang dihadapi musafir yang tiba di persimpangan jalan. Dia bisa tetap berdiri di tempatnya tapi akan mati kelaparan. Dia bisa memilih jalan yang di atasnya terpampang tulisan ‘Menuju kota barat’, tapi saat itu dia harus mengucapkan selamat tinggal terhadap masa lalunya untuk selamanya. Dia juga bisa memilih jalan yang di atasnya terpampang tulisan ‘Menuju hakekat Islam’. Inilah jalan satu-satunya yang disukai orang-orang yang percaya dengan masa lalu mereka dan mampu mengembangkan diri menuju masa depan yang cerah.”

Umat Islam wajib membuang taklid buta dan merasa bangga dengan agamanya serta merasa memiliki keistimewaan daripada orang yang tidak beragama seperti agamanya. Dia harus percaya diri dan memiliki kepribadian dan tidak mau tenggelam dalam budaya orang lain. Dia harus berhati-hati, jangan sampai termasuk orang yang mengikuti tradisi kaum Yahudi dan Nasrani lalu menipu dengan penampilan palsu.

Maksud hadis ini adalah bahwa kita wajib berhati-hati dan selalu waspada terhadap musuh-musuh Allah, khususnya orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena orang-orang Yahudi merupakan bangsa yang keji dan suka membuat kerusakan. Tidak satu pun aliran yang menyimpang dari jalan Allah kecuali di belakangnya ada orang-orang Yahudi atau anak cucu mereka, mulai dari Abdullah bin Saba -orang Yahudi pendiri sekte yang mengkultuskan imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu-, al-Ja’d bin Dirham, dan Jahm bin Shafwan. Mereka adalah tagut-tagut mayoritas aliran bidah. Guru mereka adalah cucu Ibnu al-A’sham yang menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selanjutnya adalah kakek al-Abid bin Abdullah bin Maimun bin al Qadah dan keturunannya yang mengklaim memiliki hubungan nasab dengan Fathimah radhiyallahu ‘anha dan pendiri aliran sesat. Pendirinya adalah orang-orang Yahudi. Dan terakhir adalah Free Masonry yang menyerang masyarakat kelas atas dengan berbagai macam kemewahan, kesenangan, hura-hura, mabuk-mabukan, zina, riba, dan memisahkan agama dari negara. Setelah mereka, seluruh penganut agama mengikuti tradisi orang-orang Yahudi dalam pembuatan konstitusi yang bertentangan dengan hukum Allah, sampai runtuhnya khilafah Islamiyah dan pelanyapan hukum Allah serta menyerupai mereka dalam mengamalkan sebagian kitab Allah dan meninggalkan sebagian lainnya. Padahal kekufuran ini akan menyebabkan kehinaan dalam kehidupan dunia sebelum akhirat.

Meski demikian, umat Islam adalah umat yang dirahmati meskipun mereka dicoba dengan menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani, dan meskipun orang-orang Free Masonry menyerang umat Islam dengan ideologi dan kesesatannya, karena Allah Ta’ala menangkalnya dengan dua hal, yaitu:

Pertama. Akan selalu ada golongan yang mendapat pertolongan yang membela kebenaran. Tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menghinakan dan menentang mereka sampai datang kehendak Allah.

Kedua Allah Ta’ala akan menjaga agama-Nya dengan mengangkat orang yang memperbarui agama-Nya yang akan menghancurkan penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat, penyebar aliran menyimpang dan rekayasa orang-orang bodoh. Disamping itu, nikmat yang diberikan kepada kita adalah dipeliharanya al-Qur’an yang merupakan sumber kemuliaan kita dan kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat.

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.

Baca juga: MENGAKU SEBAGAI NABI

Baca juga: BERBANGGA-BANGGA DENGAN MASJID DAN MENGHIASNYA

(Mushthafa Abu an-Nashr as-Silbi)

Akidah