Allah Ta’ala berfirman:
الۤمّۤ ۚ ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ ۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Alif lam mim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (al- Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum kamu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS al-Baqarah: 1-5)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa salah satu sifat orang mukmin adalah dia mengimani hal-hal yang gaib, yaitu dengan cara membenarkan segala yang telah dikabarkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah terjadi maupun yang akan terjadi, keadaan akhirat, Hari Kebangkitan, Surga, Neraka, Shirat, dan Hari Perhitungan, hakikat sifat-sifat Allah Ta’ala dan lainnya dari hal-hal gaib, dan juga keberadaan jin, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari dan ar-Rabi’ bin Anas dan juga Ibnu Mas’ud ketika menafsirkan ayat ini.
Termasuk bentuk keimanan terhadap hal yang gaib, sebagaimana keyakinan dan manhaj ahli sunah waljamaah adalah meyakini bahwa yang mengetahui yang gaib hanya Allah Ta’ala, dan ini termasuk sifat Allah Ta’ala yang paling khusus, yang tidak seorang makhluk pun dapat menyamai-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan. Dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS al-An’am: 59)
Allah Ta’ala juga berfirman:
قُلْ لَّا يَعْلَمُ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ الْغَيْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗوَمَا يَشْعُرُوْنَ اَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ
“Katakanlah (hai Muhammad), ‘Tiada siapa pun, baik di langit maupun di bumi yang mengetahui hal-hal yang gaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka dibangkitkan.’” (QS an-Naml: 65)
Dan juga Firman-Nya,
قُلْ لَّآ اَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِيْ خَزَاۤىِٕنُ اللّٰهِ وَلَآ اَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَآ اَقُوْلُ لَكُمْ اِنِّيْ مَلَكٌۚ اِنْ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا يُوْحٰٓى اِلَيَّ
“Katakanlan (hai Muhammad), ‘Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan (rahasia) Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib, dan tidaklah aku mengatakan kepada kalian bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’” (QS al-An’am: 50)
Ayat-ayat di atas sangat jelas menyatakan bahwa tidak ada yang mengetahui hal yang gaib kecuali Allah Ta’ala. Tidak para nabi, tidak para malaikat, tidak para wali, dan tidak seorang pun. Apabila ada hal-hal gaib yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hal itu karena beliau telah diberitahukan oleh Allah Ta’ala, dan bukan berarti beliau mengetahui hal yang gaib. Oleh karena itu, barangsiapa berkeyakinan bahwa dirinya atau orang lain mampu menguasai atau mengetahui hal-hal yang gaib, berarti ia telah kufur, karena hal-hal tersebut termasuk hal-hal yang yang tidak pernah diberitakan oleh Allah Ta’ala kepada siapa pun. Tidak kepada para malaikat yang dekat dengan-Nya dan tidak juga kepada para rasul yang diutus-Nya.
Bila ada orang yang mengatakan bahwa Hari Kiamat akan terjadi tahun 2050, misalnya, maka dengan sangat yakin kita katakan bahwa dia seorang pendusta. Begitu seterusnya.
Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja yang merupakan hamba Allah Ta’ala yang paling dicintai-Nya tidak mengetahui hal-hal yang gaib selain yang diwahyukan kepada beliau, maka bagaimana dengan orang-orang selain beliau? Tentu mereka lebih tidak tahu. Bahkan dengan jelas dan terang beliau menafikan bahwa beliau mengetahui hal-hal yang gaib.
Perhatikanlah Firman Allah Ta’ala berikut:
قُلْ لَّآ اَمْلِكُ لِنَفْسِيْ نَفْعًا وَّلَا ضَرًّا اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۗوَلَوْ كُنْتُ اَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِۛ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْۤءُ ۛاِنْ اَنَا۠ اِلَّا نَذِيْرٌ وَّبَشِيْرٌ لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ
“Katakanlan (hai Muhammad), ‘Aku tidak berkuasa mendatangkan manfaat bagi diriku dan tidak (pula kuasa) menolak kemudaratan, kecuali yang dikehendaki oleh Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.’” (QS al-A’raf: 188)
Adapun hal-hal yang gaib yang dikabarkan oleh para nabi dan rasul, sebagaimana Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada umatnya tentang tanda-tanda Hari Kiamat, Surga dan Neraka, azab kubur dan nikmat kubur, dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang leher jin ifrit ketika beliau diganggu oleh jin tersebut dalam salatnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan juga hal-hal gaib lainnya, maka yang demikian itu tidak lain hanyalah sebagai salah satu tanda kenabian dan keistimewaan bagi beliau, dan hal itu hanyalah wahyu Ilahi, sebab beliau tidak bertutur kata melainkan berdasarkan bimbingan wahyu dari Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
عٰلِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلٰى غَيْبِهٖٓ اَحَدًاۙ اِلَّا مَنِ ارْتَضٰى مِنْ رَّسُوْلٍ فَاِنَّهٗ يَسْلُكُ مِنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ رَصَدًا
“(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang hal yang gaib itu kecuali kepada rasul yang diridai–Nya. Maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS al-Jinn: 26-27)
Namun sangat disayangkan bahwa banyak di antara kaum muslimin percaya kepada cerita-cerita khurafat, tahayul, mistik, dan cerita-cerita syirik jahiliah. Misalnya, mereka berkeyakinan bahwa di antara manusia ada yang dapat mengetahui hal gaib, dapat mengetahui nasib seseorang, mengetahui hal-hal yang akan datang, melakukan penerawangan dan bahkan mengaku bisa melihat makhluk-makhluk gaib seperti jin (dalam bentuk aslinya). Fenomena demikian terjadi di sekitar kita. Apalagi dengan adanya sekian banyak bentuk tayangan media, baik cetak maupun elektronik yang menggambarkan cerita-cerita demikian, semua itu memperparah dan seolah-olah telah melegitimasi bahwa yang demikian adalah benar, padahal justru sebaliknya. Keyakinan-keyakinan demikian adalah penyimpangan yang sangat berbahaya bagi akidah dan keyakinan seorang muslim.
Pada dasarnya yang mereka lakukan tiada lain hanyalah tipu daya jin dan propaganda setan untuk menggiring kaum muslimin jauh dari tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian terjerumus ke lembah kesyirikan dan tenggelam ke dalam lumpur kekufuran. Karena hal ini merupakan perbuatan menyekutukan Allah Ta’ala dengan selain-Nya dalam perkara yang menjadi kekhususan Allah Ta’ala, yaitu mengetahui hal yang gaib.
Cobalah perhatikan ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa mendatangi dukun atau peramal, kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan lbnu Majah. Disahihkan oleh Syekh al-Albani)
Di antara kita barangkali ada yang bertanya, “Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkafirkan orang yang datang kepada dukun atau peramal dan membenarkan ucapannya, padahal orang itu tidak menyembah mereka, tidak bersujud kepadanya, dan tidak rukuk di hadapannya?”
Sebabnya adalah orang itu telah menganggap bahwa sang dukun atau tukang ramal mengetahui hal-hal yang gaib. Sedangkan meyakini bahwa ada yang mengetahui hal-hal yang gaib selain dari Allah Ta’ala adalah kufur. Itulah sebabnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkafirkan orang yang melakukannya.
Baca juga: PENCIPTAAN MALAIKAT
Baca juga: PENGOBATAN ALTERNATIF
Baca juga: HARAMNYA MENDATANGI DUKUN ATAU PERAMAL
(Husnul Yaqin)