HINDARILAH BANYAK BERBANTAH DAN BERDEBAT

HINDARILAH BANYAK BERBANTAH DAN BERDEBAT

Di antara perkara yang dibenci oleh kaum salaf adalah banyak berbantah dan berdebat terkait halal dan haram. Hal itu bukan kebiasaan mereka radhiyallahu ‘anhuma.

Imam Malik rahimahullah berkata, “Yang aku ketahui dari penduduk negeri ini adalah bahwa mereka sangat membenci apa yang sering dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang. Mereka mencela banyak berbicara dan berfatwa.”

Imam al-Bukhari dan Muslim rahimahumullah meriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ، وَمَنْعًا وَهَاتِ، وَوَأْدَ الْبَنَاتِ، وَكَرِهَ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ

Sesungguhnya Allah melarang kalian dari tidak menaati ibu kalian, tidak suka memberi (pelit) tetapi suka meminta, dan mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan Allah membenci atas kalian desas desus (kabar burung), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Imam Muslim meriwayatkan dalam mukadimah kitab Shahihnya (Shahih Muslim),

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Cukup berdosa orang yang menceritakan setiap apa yang ia dengar.” (HR Muslim)

al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Diam, tidak suka berbantah dan berdebatnya kaum salaf bukan karena mereka jahil atau lemah, melainkan atas dasar ilmu dan takwa kepada Allah Azza wa Jalla. Orang yang banyak berbicara dan berdebat bukan berarti ia lebih ahli dalam suatu bidang ilmu dibandingkan orang lain, akan tetapi karena ia senang berbicara dan sedikit ketakwaan, sebagaimana perkataan al-Hasan ketika mendengarkan orang-orang yang sedang berdebat, “Mereka sudah bosan beribadah, banyak berbicara, dan sedikit rasa takut sehingga mereka terus berbicara.”

Labih lanjut ia berkata, “Sungguh orang-orang zaman sekarang banyak tertipu dengan kenyataan yang ada. Mereka menganggap bahwa orang yang banyak berbicara, pandai berdebat dan berbantah dalam masalah agama adalah orang yang lebih banyak ilmunya dibandingkan orang lain. Ini sangat keliru. Cobalah perhatikan para pemuka sahabat dan ulama-ulama mereka, seperti Abu Bakr, Umar, Ali, Mu’adz, Ibnu Mas’ud, dan Zaid bin Tsabit rhadiyallahu ‘anhuma. Perkataan mereka lebih sedikit dibandingkan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, padahal mereka sama-sama sahabat. Perkataan para sahabat lebih sedikit dibandingkan perkataan para tabiin, padahal para sahabat lebih alim dari tabiin. Begitu juga, perkataan tabiin lebih sedikit dibandingkan perkataan tabiut tabiin, padahal tabiin lebih alim daripada tabiut tabiin. Jadi, ilmu tidak diukur dari banyaknya riwayat, tidak pula dari banyaknya bicara. Ilmu adalah cahaya yang dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam dada seorang hamba yang dengannya hamba tersebut dapat mengetahui yang benar dan selanjutnya memilahnya dari yang batil. Kemudian ilmu tersebut diungkapkan dengan ungkapan yang singkat tetapi tepat sasaran.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dianugerahi jawami’ul kalim (perkataan yang singkat tapi padat). Perkataan beliau disingkat dengan sangat singkat. Karena ilmu merupakan cahaya di dalam dada yang dapat diungkapkan dengan kata-kata singkat tetapi tepat sasaran, maka perkataan kaum salaf adalah sangat sedikit tetapi sarat manfaat dan keberkahan. Sebaliknya, perkataan orang-orang sekarang adalah banyak, tetapi sedikit berkah. Hal itu karena para salaf lebih alim dan bijak daripada generasi setelah mereka. Jadi, ketika seorang muslim meniti jalan kaum salaf lalu mewarisi ilmu mereka, maka muslim tersebut akan memperoleh keberkahan ilmu yang bermanfaat, serta amal yang saleh.

Allah Mahapemberi taufik kepada semuanya menuju apa yang dikehendaki dan diridai-Nya.

Baca juga: BERKATA BAIK ATAU DIAM

Baca juga: BERTUTUR KATA YANG BAIK KEPADA MANUSIA

Baca juga: LARANGAN MEMBERI PUJIAN

(Syekh Dr Ahmad Farid)

Serba-Serbi