MUHAMMAD MENJADI YATIM PIATU

MUHAMMAD MENJADI YATIM PIATU

Ketika Muhammad berusia enam tahun, ibunya meninggal di Abwal sehingga beliau menjadi yatim piatu. Waktu itu Aminah sedang dalam perjalanan kembali ke Makkah bersama beliau setelah melakukan kunjungan kepada paman-paman dari kakeknya Abdul Muththalib dari Bani Adi bin an-Najjar di Madinah al-Munawwarah.

Beliau kemudian dibawa oleh pengasuhnya Ummu Aiman kepada kakeknya Abdul Muththalib di Makkah untuk kemudian diasuh oleh kakeknya.

Perhatian Abdul Muththalib kepada Muhammad kecil sangat besar. Di antaranya adalah ketika Abdul Muththalib menyuruh Muhammad untuk mencari untanya yang hilang. Beliau pun pergi mencari unta itu. Namun beliau tak kunjung pulang dalam waktu lama sehingga Abdul Muththalib sangat khawatir dan sedih. Ketika beliau kembali dengan untanya, Abdul Muththalib sangat gembira. Ia bersumpah tidak akan menyuruh Muhammad pergi untuk keperluan apapun. Bahwa ia bersumpah tidak akan berpisah lagi dengan cucunya selama-lamanya.

Abdul Muththalib senantiasa mendekatkan cucunya kepadanya. Ia tidak mengizinkan seorangpun masuk menemuinya jika Muhammad sedang tidur. Ia memiliki tempat duduk yang tidak pernah diduduki oleh siapapun, yaitu sebuah kasur di bawah Ka’bah. Ketika ia duduk di kasur tersebut, anak-anaknya duduk mengelilinginya, sementara Muhammad duduk di atas kasur tersebut bersama kakeknya.

Pamannya, Abu Thalib juga sangat memperhatikan Muhammad. Ia tidak tidur kecuali jika keponakannya berada di sampingnya. Ia tidak keluar kecuali bersamanya. Ia memisahkan makanannya serta tidak makan kecuali jika Muhammad telah hadir. Ia terus memberikan perhatiannya kepada beliau sampai ia wafat sekitar tiga tahun sebelum hijrah.

Kelahiran beliau dibarengi dengan beberapa tanda yang menunjukkan kenabian. Di antara yang diriwayatkan secara sahih adalah sabda beliau, “Aku merupakan doa dari bapakku Ibrahim, kabar gembira yang dibawa Isa. Ketika ibuku melahirkan aku, ia melihat seolah-olah ada cahaya yang menyinari istana-istana Kaisar di tanah Syam.”

Menurut ibu susu beliau, Halimah as-Sa’diyah, Aminah berkata, “Ketika lahir ia berada dalam keadaan meletakkan kedua tangannya di tanah, dan mengangkat kepalanya ke arah langit.”

Dalam riwayat lain, “Ketika ibunya melahirkannya, ia meletakkannya di bawah sebuah periuk dari batu, sebagaimana kebiasaan orang-orang jahiliah. Pada pagi harinya ternyata periuk batu tersebut telah terpecah dua dan ia tengah menatap langit dengan kedua matanya.”

Baca sebelumnya : LAHIR DALAM KEADAAN YATIM

Baca sesudahnya: PEMBELAHAN DADA DI PERKAMPUNGAN BANI SA’AD

(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)

Kisah Sirah Nabawiyah