Seorang laki-laki Badui bernama Zahir bin Haram datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa sesuatu dari pedalaman sebagai hadiah untuk Nabi. Nabi pun menerimanya. Sebelum Zahir meninggalkan Nabi, Nabi menyiapkan perbekalan untuknya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya Zahir adalah seorang Badui (dari desa) yang telah memberi kita hadiah. Sebagai balasannya, kita menyiapkan perbekalan untuknya dari kota.”
Sungguh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sayang kepada Zahir walaupun ia beparas buruk. Kecintaan itu terlihat dalam kisah berikut.
Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi menemui Zahir yang sedang menjual barangnya. Beliau mendekap Zahir dari belakang sehingga Zahir tidak dapat melihat beliau.
“Lepaskan aku! Siapa ini?” teriak Zahir.
Ketika menoleh ke belakang, Zahir mengetahui bahwa orang yang mendekapnya adalah Nabi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berseru, “Siapakah yang ingin membeli hamba ini?”
Zahir menimpali, “Wahai Rasulullah, demi Allah, niscaya engkau mendapati aku sebagai orang yang murah (harganya).”
“Namun di sisi Allah engkau adalah orang yang mahal harganya,” balas Nabi.
(Para perawinya tsiqah. Diriwayatkan oleh Ma’mar, Abdurrazzaq, Ahmad, Abu Ya’a, al-Bazzar, Ibnu Hibban, Mu-ammal, al-Baihaqi dan al-Baghawi melalui beberapa jalur periwayatan)
Syaikhul Islam menjelaskan, “Tidakkah engkau melihat canda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada laki-laki Badui itu dengan seruan, ‘Siapa yang ingin membeli hamba ini?’ yang ditanggapi olehnya, ‘(Demi Allah), niscaya engkau mendapati aku sebagai orang yang murah (harganya),’ dan dibalas oleh Nabi, ‘Namun di sisi Allah engkau orang yang mahal (harganya).’
Maksud perkataan Nabi ‘hamba’ adalah hamba Allah, bukan hamba sahaya. Penyampaian Nabi dalam bentuk kalimat tanya tidak bertendensi apa-apa, sebab memang beliau sedang bercanda. Dan diketahui secara pasti bahwa apa yang beliau ucapkan tidak lain adalah kebenaran.
Jadi, selain bercanda dengan anak kecil, Nabi juga bercanda dengan orang dewasa, bahkan walaupun orang itu berparas buruk. Yang demikian sebagaimana ditunjukkan dalam hadis Anas ini. Walaupun Zahir bin Haram berparas buruk dan berasal dari pedesaan, Nabi tetap mau bercanda dan bersenda gurau dengannya. Bahkan beliau mengangkat derajatnya dengan menyatakan, ‘Namun di sisi Allah, engkau orang yang mahal harganya.’”
Baca juga: TIDAK ADA DUSTA DALAM CANDA
Baca juga: MENCANDAI ORANG YANG SEDANG MARAH
Baca juga: CEMBURU
(as-Sayyid bin Ahmad Hamudah)