Riba fadhl diambil dari kata fadhl, yang artinya tambahan atas salah satu dari dua barang yang diperdagangkan dengan cara dipertukarkan. Allah dan Rasul-Nya telah menegaskan pengharaman riba fadhl atas enam jenis barang, yaitu: (1) emas, (2) perak, (3) burr, (4) sya’ir, (5) kurma, dan (6) garam. Jika salah satu dari keenam jenis barang ini ditukarkan dengan jenis yang sama, maka tidak boleh ada selisih di antara keduanya. Dalilnya adalah hadis ‘Ubadah bin Shamir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ
“(Jika) emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, burr ditukar dengan burr (biji gandum), sya’iir ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, atau garam ditukar dengan garam, maka keduanya harus sama persis, tunai, dan langsung diserahterimakan.” (HR Muslim dan Ahmad)
Hadis ini menunjukkan diharamkannya menjual emas dengan emas dalam jenis apa pun, baik yang telah dibentuk maupun yang belum dibentuk, kecuali dalam jumlah yang sama persis dan langsung diserahterimakan. Demikian pula tukar menukar perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, atau garam dengan garam. Semuanya harus dalam jumlah yang sama persis dan langsung diserahterimakan.
Selain keenam jenis barang di atas, jika ada barang lain yang memiliki ‘illah (alasan) yang sama, maka dapat dikiaskan kepada keenam jenis barang ini. Dengan kata lain, barang tersebut tidak boleh ditukar dengan sejenisnya kecuali dalam jumlah yang sama pula, demikian menurut mayoritas ulama. Hanya saja para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ‘illah yang terdapat pada keenam jenis barang ini.
Pendapat yang sahih tentang ‘illah yang terdapat pada emas dan perak adalah karena keduanya termasuk alat pembayaran tunai. Dengan demikian, semua yang termasuk alat pembayaran tunai dapat dikiasakan kepada emas dan perak, seperti uang kertas yang ada sekarang. Jika terjadi tukar menukar dalam satu mata uang, maka tidak boleh ada selisih sedikit pun selama uang tersebut dikeluarkan oleh negara yang sama.
Pendapat yang sahih tentang ‘illah yang ada pada keempat barang lainnya, yaitu burr, sya’ir, kurma, dan garam adalah karena keempat barang tersebut merupakan makanan yang dapat ditimbang atau ditakar. Oleh karenanya, hukum ini juga berlaku pada setiap makanan yang dapat ditimbang atau ditakar, sehingga makanan apa pun yang seperti itu tidak boleh ditukar dengan sejenisnya kecuali bila takaran atau timbangannya sama persis.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “‘Illah yang menyebabkan diharamkannya riba fadhl adalah karena barang tersebut termasuk makanan yang bisa ditimbang atau ditakar. Ini merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad.”
Berangkat dari sini, setiap barang yang memiliki kesamaan ‘illah dengan keenam barang di atas, seperti bila barang tersebut bisa ditimbang dan dimakan, atau bisa ditakar dan dimakan, atau ia merupakan alat pembayaran tunai, maka barang tersebut bisa terkena riba.
Jika barang yang diperdagangkan dengan cara dipertukarkan itu memiliki ‘illah dan jenis yang sama, seperti burr ditukar dengan burr, atau sya’ir ditukar dengan sya’ir, maka tidak boleh ada selisih kadar maupun tempo pembayaran. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ
“(Jika) emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, burr ditukar dengan burr (biji gandum), sya’ir ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, atau garam ditukar dengan garam, maka keduanya harus sama persis, tunai, dan langsung diserahterimakan.” (HR Muslim dan Ahmad)
Namun jika ‘illah sama dan jenis berbeda, seperti burr ditukar dengan sya’ir, maka jumlahnya boleh berbeda, tetapi tidak boleh ada tempo dalam serah terima. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَشْيَاءْ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Jika jenis barang-barang tadi berbeda, maka juallah sesuka kalian, asalkan langsung serah terima.” (HR Muslim dan Abu Dawud)
Artinya serah terima di tempat transaksi sebelum keduanya berpisah.
Adapun jika ‘illah dan jenisnya berbeda, maka boleh terjadi selisih maupun tempo, seperti emas yang ditukar dengan burr, atau perak ditukar dengan sya’ir.
Kemudian perlu diketahui bahwa sesuatu yang dijual dalam takaran tidak boleh ditukar dengan sesama jenisnya kecuali dalam takaran pula. Demikian pula sesuatu yang dijual dalam timbangan tidak boleh ditukar dengan sesama jenisnya kecuali dalam timbangan pula. Dalilnya adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ كَيْلًا بِكَيْلٍ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ كَيْلًا بِكَيْلٍ
“Emas ditukar dengan emas dalam timbangan yang sama, perak ditukar dengan perak dalam timbangan yang sama, burr ditukar dengan burr dalam takaran yang sama, dan sya’ir ditukar dengan sya’ir dalam takaran yang sama.” (HR Muslim)
Hal ini karena bila suatu barang ditukar dengan satuan yang berbeda secara syar’i berarti jumlahnya tidak sama. Karenanya tidak boleh menukar barang yang ditakar dengan sesamanya tanpa takaran tertentu. Juga tidak boleh menukar barang yang ditimbang dengan sesamanya tanpa timbangan tertentu, sebab ketidaktahuan akan persamaan dua barang sama saja dengan mengetahui perbedaan keduanya.
Kemudian perlu diketahui pula bahwa sharf yaitu tukar menukar alat pembayaran, baik yang ditukar jenisnya sama atau berbeda, baik yang ditukar berupa uang emas, uang perak, atau uang kertas yang sekarang dipakai, semua alat pembayaran ini hukumnya sama seperti emas dan perak, karena keduanya memiliki ‘illah riba yang sama, yaitu sebagai alat pembayaran tunai.
Bila suatu alat pembayaran ditukar dengan jenis yang sama, seperti emas dengan emas, perak dengan perak, dolar Amerika dengan dolar Amerika, dirham Saudi dengan dirham Saudi, maka kadar atau nominalnya harus sama dan harus serah terima langsung di tempat.
Bila suatu alat pembayaran ditukar dengan jenis yang berbeda, seperti riyal Saudi dengan dolar Amerika, atau emas dengan perak, maka yang diwajibkan hanya satu, yaitu serah terima secara kontan di tempat traksaksi, sedangkan kadar atau nominalnya boleh berbeda.
Bila perhiasan emas ditukar (dibeli) dengan uang perak atau uang kertas, maka harus dibayar kas dan serah terima di tempat. Demikian pula halnya bila perhiasan perak ditukar (dibeli) dengan emas.
Namun jika perhiasan emas atau perak itu ditukar dengan perhiasan atau alat pembayaran dari jenis yang sama seperti menukar (membeli) perhiasan emas dengan emas atau membeli perhiasan perak dengan perak (atau tukar menukar perhiasan yang sama-sama dari emas atau dari perak), maka ada dua hal yang wajib diperhatikan, yaitu beratnya harus sama dan serah terimanya harus kontan di tempat itu juga.
Baca juga: RIBA DAN HUKUMNYA
Baca juga: HIKMAH DIHARAMKANNYA RIBA
Baca juga: RIBA NASI’AH
Baca juga: TRANSAKSI-TRANSAKSI RIBA
Baca juga: BATU DAN SUNGAI DARAH UNTUK PEMAKAN RIBA
Baca juga: MERAJALELANYA RIBA
(Syekh Shalih bin Fauzan al-Fauzan)