SIFAT SALAT NABI – MENGUCAPKAN SURAT AL-QUR’AN SEUSAI AL-FATIHAH

SIFAT SALAT NABI – MENGUCAPKAN SURAT AL-QUR’AN SEUSAI AL-FATIHAH

Sebagian ulama berpendapat bahwa diam sejenak sesudah mengucapkan al-Fatihah disunahkan. Ini adalah pendapat mazhab Hanbali. Berdasarkan pendapat ini, maka seorang imam hendaklah terdiam sejenak selesai membaca al-Fatihah.

Ukuran waktu terdiam menurut sebagian ulama adalah seukuran makmum mengucapkan al-Fatihah. Bila demikian, waktunya cukup lama. Pendapat lain adalah sebatas imam mengatur napas dan memikirkan surat apa yang akan ia ucapkan sesudah terdiam, dan agar makmum dapat mengucapkan al-Fatihah. Apabila imam langsung mengucapkan surat setelah mengucapkan al-Fatihah sementara makmum belum siap mengucapkan al-Fatihah, maka makmum ketinggalan mengucapkan surat tersebut.

Pendapat yang benar tentang waktu terdiam adalah sesaat saja. Tidak disyariatkan harus cukup bagi makmum untuk mengucapkan al-Fatihah. Bahkan terdiam dalam batas cukup bagi makmum untuk mengucapkan al-Fatihah lebih dekat kepada bidah daripada kepada sunah. Kalau memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiam dalam waktu selama itu, tentu para sahabat sudah bertanya kepada beliau, sebagaimana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada beliau tentang alasan beliau terdiam antara takbiratur ihram dan ucapan al-Fatihah.

Jadi, pendapat yang benar adalah diam sesaat saja. Cara seperti itu mengandung beberapa faedah, yaitu,

1. Untuk membedakan bacaan wajib dan bacaan sunah.

2. Agar imam dapat mengatur napas.

3. Agar makmum dapat mulai mengucapkan al-Fatihah.

4. Bisa jadi imam belum mempersiapkan surat yang akan ia ucapkan sehingga ia dapat berpikir sejenak tentang surat yang akan ia ucapkan.

Orang yang salat tidak disyariatkan mengucapkan surat apa pun sebelum al-Fatihah. Jika ia lupa dan mengucapkan surat sebelum al-Fatihah, maka ia harus mengulangnya setelah al-Fatihah. Karena merupakan zikir yang diucapkan tidak pada tempatnya, maka bacaan surat itu tidak sah dan harus diulang.

Menurut mayoritas ulama, mengucapkan surat al-Qur’an adalah sunah, bukan wajib.

Sebagian ulama mengatakan bahwa seseorang hendaklah mengucapkan satu surat secara sempurna, bukan sebagian surat atau beberapa ayat di pertengahan surat saja, sebab tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu. Namun ada riwayat sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah mengucapkan beberapa ayat dari beberapa surat pada salat Subuh. Terkadang beliau membaca pada rakaat pertama ayat berikut,

قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ

Katakanlah (hai orangorang mukmin), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Musa, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabbnya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS al-Baqarah : 136)

dan pada rakaat kedua ayat berikut,

قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ

Katakanlah, ‘Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai sembahan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS Ali ‘Imran: 64) (HR Muslim)

Pada asalnya apa yang berlaku pada salat nafilah berlaku pula pada salat fardu, kecuali ada dalil yang menyelisihinya, karena ibadah-ibadah itu sejenis. Dalilnya adalah bahwa para sahabat meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa salat Witir di atas kendaraan. Mereka berkata, “Namun beliau tidak pernah melakukan salat fardu di atas kendaraan.” (HR al-Bukhari dan Muslim) Ketika mereka mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan salat witir di atas kendaraan, lalu mereka juga berkata, “Tetapi, beliau tidak pernah melakukan salat fardu di atas kendaraan,” hal itu menunjukkan bahwa apa yang berlaku pada salat nafilah berlaku juga pada salat fardu.

Intinya, kami berpandangan bahwa tidak masalah seseorang mengucapkan satu ayat dari satu surat pada salat fardu dan salat nafilah. Bahkan itu termasuk dalam keumuman ayat:

فَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْاٰنِ

Dan bacalah yang mudah bagi kalian dari ayat al-Quran.” (QS al-Muzzammil : 20) Akan tetapi, yang sunah dan lebih afdal adalah ia mengucapkan satu surat secara sempurna pada setiap rakaat. Jika mengucapkan satu surat secara sempurna menyulitkannya, maka tidak mengapa ia membagi satu surat untuk dua rakaat, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengucapkan surat al-Mukminun. Ketika sampai pada ayat tentang Musa dan Harun, beliau terbatuk, lalu rukuk. (HR al-Bukhari dan Muslim) Hal itu menunjukkan bahwa seseorang boleh membagi surat untuk dua rakaat, terutama bila dibutuhkan.

Surat adalah bagian dari al-Qur’an yang dibatasi dengan basmalah sebelumnya dan sesudahnya, dimana basmalah sesudahnya adalah untuk surat setelahnya. Disebut surat karena ia dipagari oleh kedua basmalah.

Konsekuensi dari mengucapkan surat adalah bahwa sebelum mengucapkannya seseorang terlebih dahulu mengucapkan basmalah. Dengan demikian, bacaan basmalah diucapkan dua kali. Satu untuk al-Fatihah, dan satu lagi untuk surat sesudahnya. Bila mengucapkan surat dari pertengahan, maka ia tidak perlu mengucapkan basmalah. Allah tidak memerintahkan untuk mengucapkan apa pun selain isti’adzah sebelum mengucapkan al-Qur’an. Adapun basmalah, tidak diucapkan di pertengahan surat.

Dalam salat Fajar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya mengucapkan surat-surat mufashal yang panjang, salat Magrib mengucapkan surat-surat yang pendek, dan selain itu mengucapkan surat-surat yang sedang.

Mengucapkan surat setelah mengucapkan al-Fatihah disunahkan di dua rakaat salat tsunaiyah (salat dengan bilangan dua rakaat) dan dua rakaat pertama salat lainnya. Adapun di rakaat terakhir salat Magrib dan dua rakaat terakhir salat Zuhur, Asar, dan Isya, seseorang hanya mengucapkan surat al-Fatihah. Namun, sesekali menambah dengan bacaan surat tidak mengapa.

Seseorang boleh mengulangi mengucapkan surat yang sama pada dua rakaat, seperti disebutkan dalam hadis Abu Dawud, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, ‘Idza zulzilatil ardhu’ pada dua rakaat salat Subuh.

Baca juga: MELIHAT KE TEMPAT SUJUD

Baca juga: MEMBACA DOA ISTIFTAH

Baca juga: TA’AWWUDZ DAN BASMALAH

Baca juga: MENGUCAPKAN AL-FATIHAH

Baca juga: MENGUCAPKAN AAMIIN

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih