Janji adalah persetujuan antara dua pihak. Janji ada dua macam:
1️⃣ Janji kepada Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berflrman:
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا
“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Rabb kami). Kami menjadi saksi.’” (QS al- A’raf: 172)
Allah Ta’ala mengambil perjanjian dari seluruh hamba-Nya agar mereka menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun. Hal itu karena Allah Ta’ala adalah Rabb yang menciptakan mereka.
2️⃣ Janji kepada sesama manusia
Janji kepada sesama manusia adalah janji antara seseorang dengan saudara semuslim, antara kaum muslimin dan orang-orang kafir, dan perjanjian-penjanjian makruf lainnya. Allah Ta’ala menyuruh kita untuk memenuhi janji.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا
“Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung-jawaban.” (QS al-Isra’: 34)
Maksudnya adalah memenuhi janji yang menjadi tanggung jawabnya pada Hari Kiamat. Ia akan ditanya, apakah janjinya telah dipenuhi atau belum?
Firman Allah Ta’ala: “Dan penuhilah janji.” (QS al-Isra’: 34) Maksudnya, jika kalian berjanji, maka kalian harus memenuhinya.
Termasuk perjanjian adalah ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam perdagangan, kontrak kerja, sewa-menyewa, gadai dan lain-lain. Semua ketentuan itu wajib ditepati. Demikian juga, kesepakatan antara orang muslim dan orang kafir. Kaum muslimin harus memenuhinya.
Di dalam surat at-Taubah, Allah Ta’ala menjelaskan tentang tiga jenis orang kafir dalam menyikapi perjanjian dengan kaum muslimin:
Pertama. Orang kafir yang menaati perjanjian, maka kita wajib menepatinya.
Kedua. Orang kafir yang melanggar perjanjian, maka kita tidak perlu menaati perjanjian dengan mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
اَلَا تُقَاتِلُوْنَ قَوْمًا نَّكَثُوْٓا اَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوْا بِاِخْرَاجِ الرَّسُوْلِ وَهُمْ بَدَءُوْكُمْ اَوَّلَ مَرَّةٍ
“Mengapa engkau tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras mengusir Rasul dan mereka yang pertama kali memerangi kamu?” (QS at-Taubah: 13)
Ketiga. Orang kafir yang belum melanggar perjanjian dan kita tidak tahu sampai kapan mereka taat pada perjanjian. Kita khawatir mereka berkhianat dan melanggar perjanjian. Tentang jenis orang kafir seperti ini, Allah Ta’ala berfirman:
وَاِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْۢبِذْ اِلَيْهِمْ عَلٰى سَوَاۤءٍ
“Dan jika engkau (Muhammad) khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur.” (QS al-Anfal: 58)
Caranya adalah seperti dengan berkata, “Tidak ada lagi perjanjian antara kami dengan kalian sampai kami tahu, apakah perjanjian ini berlanjut atau cukup sampai di sini.”
Yang jelas, semua ketentuan yang disepakati di antara manusia masuk ke dalam perjanjian.
Seorang pegawai wajib taat kepada ketentuan yang ditetapkan perusahaan untuk karyawannya, seperti datang tepat waktu, tidak pulang sebelum jam kerja usai, dan bekerja sungguh-sungguh. Semua ketentuan ini wajib ditaati. Jika tidak, maka tinggalkan saja pekerjaan itu. Ingatlah bahwa ketika itu kamu datang mencari pekerjaan. Bukan pekerjaan yang memerlukanmu. Oleh karena itu, tepatilah semua ketentuan kerja atau kamu mundur dari pekerjaan itu dan mencari pekerjaan lain yang kamu suka yang tidak seorang pun mengaturmu kecuali Allah Ta’ala.
Baca juga: KEADAAN ORANG YANG MENGENAL ALLAH
Baca juga: SURGA LEBIH DEKAT DARIPADA TALI SANDAL
Baca juga: TIDAK MEMBANGGAKAN DIRI DI HADAPAN ORANG LAIN
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)