SURGA LEBIH DEKAT DARIPADA TALI SANDAL

SURGA LEBIH DEKAT DARIPADA TALI SANDAL

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ، وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ

Surga lebih dekat kepada seseorang dari kalian daripada tali sandalnya, dan Neraka pun demikian.” (HR al-Bukhari)

PENJELASAN

Hadis ini mencakup janji dan ancaman. Janji dapat dilihat dari kalimat pertama, “Surga lebih dekat kepada seseorang dari kalian daripada tali sandalnya.”

Tali sandal adalah sesuatu yang berada di kaki. Letaknya sangat dekat dengan orang yang memakainya. Oleh karena itu, tali sandal digunakan sebagai kiasan yang menggambarkan kedekatan. Surga dikatakan dekat dengan manusia karena dengan hanya mengucapkan satu kata yang diridai Allah tanpa disadari, terkadang seseorang masuk Surga. Akan tetapi, pembicaraan dalam hadis ini bermakna luas. Sesungguhnya memperbanyak ketaatan dan menjauhi perkara haram termasuk sebab seseorang masuk Surga. Ini mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah.

Mukmin yang dilapangkan dadanya oleh Allah Ta’ala untuk menerima Islam mencintai salat. Ia mendirikannya secara khusyuk dan tenang. Ia juga menunaikan zakat, berpuasa, haji, dan mengerjakan amal-amal saleh lainnya. Semuanya dilakukan dengan sangat mudah. Begitu juga ia sangat mudah menjauhi larangan-larangan Allah, baik ucapan maupun perbuatan. Adapun orang yang dadanya sempit dalam menerima Islam merasa berat melaksanakan ketaatan dan sulit meninggalkan kemaksiatan sehingga Surga tidak dekat dengannya. Surga tidak dekat dengannya, tidak seperti tali sandal yang dipakainya. Na’udzubillah.

Bagian kedua dari hadis ini berisi ancaman atau peringatan, yaitu Neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan Neraka pun demikian.” Yakni, Neraka lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya, karena dengan mengucapkan satu kata yang tanpa disadari, Allah Ta’ala murka kepadanya sehingga ia masuk Neraka selama bertahun-tahun. Betapa banyak kata yang terucap dari seseorang tanpa disadari ternyata menyebabkan ia masuk Neraka Jahanam. -Semoga kita mendapatkan keselamatan-.

Mari kita perhatikan perbincangan orang-orang munafik pada Perang Tabuk, “Kita tidak pernah melihat orang-orang seperti para qari kita. Mereka adalah orang-orang yang paling banyak makan, paling banyak berdusta, dan paling pengecut ketika bertemu musuh.”

Yang mereka maksud dengan para qari adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Mereka adalah orang-orang yang perutnya besar karena terlalu banyak makan. Tidak ada yang penting bagi mereka kecuali makan. Mereka selalu berdusta, takut bertemu musuh, bahkan melarikan diri begitu berhadapan dengan musuh. Itulah yang dikatakan oleh orang-orang munafik tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat.

Jika kita perhatikan, perkataan orang-orang munafik itu justru sangat tepat diarahkan kepada diri mereka sendiri. Orang-orang munafik adalah orang-orang yang gigih dalam melanggengkan kehidupan, paling suka berdusta, dan paling pengecut jika berhadapan dengan musuh. Namun demikian, seperti firman Allah Ta’ala:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ؛ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main.’ Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?’  Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kalian (lantaran mereka bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS At-Taubah: 66)

Allah Ta’ala menjelaskan bahwa mereka telah kafir setelah beriman karena telah menghina Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, setiap orang harus selalu memperhatikan setiap kata yang diucapkannya dan memelihara lisannya.

Semoga kita semua teguh memegang kebenaran dan terhindar dari dosa.

Baca juga: ISTIKAMAH

Baca juga: ORANG YANG MENDAPATI ORANG TUANYA DI USIA TUA TETAPI TIDAK MASUK SURGA

Baca juga: MEMELIHARA DIRI DAN KELUARGA DARI API NERAKA

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati