ANAK ADALAH AMANAH

ANAK ADALAH AMANAH

Allah Ta’ala menjadikan mengasuh, merawat, dan memelihara anak sebagai amanah terbesar di pundak orang tua.

Berbakti kepada orang tua adalah salah satu kewajiban yang paling wajib menurut syariat, akal, dan nilai-nilai moral. Berbakti kepada orang tua tidak diperoleh kecuali dengan terlebih dahulu orang tua memberi perhatian kepada anak, memberinya pendidikan yang baik, dan mempersiapkannya menjadi manusia yang berkepribadian. Semakin baik dan lurus anak, semakin ia berminat untuk menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama manusia. Di antara hak sesama yang paling utama adalah berbakti kepada orang tua.

Hubungan antara orang tua dan anak adalah hubungan timbal balik, responsif, dan saling menopang. Setiap kali anak merasakan adanya perhatian, kasih sayang dan jerih payah orang tua kepadanya, maka anak akan semakin berbakti, tulus dan terdorong untuk memberikan hak-hak orang tua atasnya. Sebaliknya, jika yang dirasakan anak adalah kekeringan kasih sayang, kekurangan perhatian, kesibukan di luar rumah, ketidakpedulian pendidikan, maka hubungan orang tua dan anak menjadi kaku dan dingin, karena anak tidak merasakan kasih sayang dan kehangatan dari orang tua.

Terutama sosok ibu, apabila ibu mengabaikan dan tidak memperhatikan pendidikan anaknya, hanya menyerahkan bulat-bulat urusan anaknya kepada pembantu, sementara ia sendiri hanya memantau dari kejauhan dan menghabiskan sebagian besar waktu di luar rumah, maka ia tidak patut berharap mendapatkan bakti dari anaknya kelak. Tidak heran jika yang ia peroleh kelak adalah kedurhakaan anak dan pengabaian haknya sebagai orang tua. Seseorang memetik apa yang ia tanam. Kamu tidak akan memetik buah anggur dari pohon duri yang kamu tanam. Balasan hanya diperoleh dari perbuatan yang sejenis.

Di antara kewajiban orang tua menurut syariat serta kemaslahatan baginya di dunia dan akhirat adalah memberi perhatian kepada anaknya, berusaha keras memelihara, mendidik, dan membimbingnya dengan baik. Anak adalah tanaman dan buah hati orang tua, bagaikan petani dengan tanamannya. Jika ia peduli dengan tanamannya, melindunginya dari hama yang merusak dan membinasakan, maka kelak ia akan memetik buah yang baik dan hasil panen yang bermanfaat dengan izin Allah Ta’ala. Sebaliknya, jika ia mengabaikan dan membiarkan anak merana, serta tidak menunaikan hak-haknya berupa pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan, maka akibatnya biasanya adalah kebinasaan dan kehancuran. Anak menderita, orang tua juga menderita, selain juga masyarakat di sekelilingnya ikut merasakan kesusahan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Tidaklah seorang bayi lahir (ke dunia) melainkan berada dalam keadaan suci (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau majusi.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Jadi, bayi dilahirkan dalam keadaan kesucian tauhid dan fitrah yang dapat menerima kebaikan. Ia di hadapan orang tua ibarat adonan roti yang dapat dibentuk sekehendak hati. Ia juga seperti cermin yang bersih yang dapat dilukis apa saja di atasnya. Jika sejak kecil ia dibentuk dengan kebaikan dan dididik dengan fitrah itu, maka kepribadian yang terbentuk adalah kepribadian yang baik. Fitrah mengalami penyimpangan jika diabaikan dan salah dalam mendidik.

Mengasuh, merawat, dan memelihara anak dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai amanah di pundak orang tua dengan firman-Nya,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

Hai orangorang yang beriman, janganlah mengkhianati Allah dan Rasul, serta jangan mengkhianati amanah kalian, sedangkan kalian mengetahui. Ketahuilah bahwa harta benda kalian dan anak-anak kalian tidak lain adalah suatu cobaan. Sedangkan di sisi Allah ada pahala besar.” (QS al-Anfal: 27-28)

Allah Ta’ala melarang mengkhianati amanah, sedangkan amanah terbesar adalah anak. Sekalipun di saat yang sama anak adalah penyejuk mata, buah hati, dan perhiasan kehidupan dunia, namun anak adalah amanah besar bagi ibu dan ayah yang kelak akan diminta pertanggung-jawaban di Hari Kiamat. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: “Ketahuilah bahwa harta benda kalian dan anak-anak kalian adalah suatu cobaan.” (QS al-Anfal: 28)

Yaitu, merupakan penyebab untuk memesonakan kalian dan sekaligus merupakan ujian bagi kalian. Anak seperti nikmat-nikmat Allah lainnya yang dengannya hamba-hamba-Nya diuji untuk dilihat apa yang mereka lakukan, apakah mereka bersyukur atas karunia-Nya atau kufur? Apakah hak-hak nikmat ditunaikan atau tidak? Apakah nikmat itu membawa pada ketaatan dan ketakwaan kepada Allah atau sebaliknya?

Mensyukuri nikmat anak adalah dengan bekerja keras mendidik dan memeliharanya sebaik-baiknya. Jika dilaksanakan, maka orang tua patut berharap buah dan pahalanya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: “Dan sesungguhnya Allah di sisi-Nya ada pahala besar.” (QS al-Anfal: 28)

Hal itu karena Allah Ta’ala mengetahui kadar amanah yang dipikul oleh orang tua dan kadar beban yang diemban dalam mendidik anak, khususnya di jaman sekarang yang banyak sekali cobaan dan tantangan, serta beragam godaan dan kendala yang menyimpang dari norma-norma pendidikan dan nilai-nilai agama.

Orang tua patut memperoleh ketenangan atas anaknya bilamana mereka telah mengorbankan waktu, tenaga, dan perhatian dalam membina dan mendidik anaknya. Orang tua juga patut mengharap karunia dari Allah Ta’ala, sebab Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik. Harus disadari bahwa kesalehan anak adalah simpanan dan kebaikan bagi orang tua di dunia dan akhirat. Di dunia anak akan berterima kasih, berbakti, berbuat baik, dan mendoakan orang tuanya selagi orang tua masih hidup dan setelah meninggal dunia. Dalam konteks ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecual tiga: kecuali sedakah jariah atau ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Di akhirat kedudukan orang tua diangkat dan derajatnya ditambah, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

جَنّٰتُ عَدْنٍ يَّدْخُلُوْنَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَاۤىِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ

(yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya.” (QS ar-Ra’d: 23)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Yaitu, di Surga mereka berkumpul bersama orang-orang yang mereka cintai yang terdiri dari orang tua, istri, dan anak-anak cucu mereka yang layak masuk Surga dari kalangan orang-orang beriman, agar hati dan pandangan mereka sejuk, dan bahkan derajat yang rendah diangkat ke derajat yang tinggi, sebagai karunia dari Allah Ta’ala tanpa mengurangi derajat orang yang berderajat tinggi dari derajatnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۚ كُلُّ امْرِئٍ ۢبِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ

Dan orang-orang yang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam Surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS ath-Thur: 21)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar mengangkat derajat anak cucu orang mukmin menjadi sederajat dengannya sekalipun amal mereka berada di bawahnya. Tujuannya adalah agar keberadaan mereka bersamanya membuat hatinya senang.”

Inilah karunia yang diberikan Allah Ta’ala kepada anak yang disebabkan oleh keberkahan amal orang tuanya. Adapun keutamaan yang diberikan kepada orang tua disebabkan oleh keberkahan doa anaknya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، أَنَّى لِي هَذِهِ؟ فَيَقُولُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di Surga, lalu hamba itu bertanya, ‘Wahai Rabb-ku, darimana kedudukan yang aku dapatkan ini?’ Allah Ta’ala berfirman, ‘Ini disebabkan permohonan ampun anakmu untukmu.’” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Ahmad. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Shahihil Jami’)

Baca juga: PENDIDIKAN ANAK

Baca juga: HUKUM MENGANGKAT ANAK (TABANNI)

Baca juga: HILANGNYA AMANAH

Baca juga: MENDIDIK ANAK AGAR MENJAUHI PERBUATAN HARAM

Rujukan:

1. Abdul Aziz bin Fauzan bin Shalih al-Fauzan, Fiqh at-Ta’amul ma’a an-Nas,

2. Ibnu Katsir, Tafsiri Ibnu Katsir.

Adab