SIFAT SALAT NABI – MEMBACA DOA ISTIFTAH

SIFAT SALAT NABI – MEMBACA DOA ISTIFTAH

Setelah takbiratul ihram, langkah berikutnya dalam tata cara salat adalah membaca doa istiftah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hal ini ada beberapa macam doa istiftah. Di antaranya adalah:

1. Bacaan Pertama

Bacaan doa istiftah yang pertama adalah,

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahankesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahankesalahanku dengan air, salju, dan es.” (HR al-Bukhari)

Dalam riwayat Muslim,

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ  وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ

Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahankesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, basuhlah aku dari kesalahankesalahanku dengan salju, air, dan es.” (HR Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Setelah bertakbir dalam salat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diam sesaat sebelum membaca…” Ini dalam salat jahriyah. Para sahabat tidak mungkin membiarkan persoalan kecil atau besar yang perlu dipahami, melainkan mereka pasti menanyakannya, “Lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, ayah dan ibuku menjadi tebusan bagimu. Engkau diam di antara takbir dan bacaan. Apa yang engkau baca?’ Beliau menjawab, ‘Aku membaca,

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

(Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahankesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahankesalahanku dengan air, salju, dan es.)

Ini adalah hadis paling sahih terkait bacaan istiftah. Namun demikian, kebanyakan kaum muslimin saat ini tidak mengetahui doa istiftah ini. Mereka tidak membacanya saat membaca doa istiftah.

Allah Ta’ala telah mengampuni dosa-dosa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik yang terdahulu maupun yang kemudian. Meskipun begitu, beliau masih berdoa, “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat.” Maknanya adalah sehingga aku tidak mendekati ataupun mengitarinya. Untuk itu, kamu harus berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia berkenan menjauhkan kamu dari segala kesalahan, dan menjauhkannya darimu, sehingga kamu tidak melakukannya atau terjerumus ke dalamnya.

Doa seperti ini adalah doa memohon sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi, karena ketika sesuatu itu berada jauh dari kamu, maka ia tidak akan menimpamu.

Apabila kesalahan-kesalahan itu telah terjadi, maka, “Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku.” Yaitu, hilangkanlah kesalahan-kesalahan itu dariku, dan buatlah aku bersih dari kotoran.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat perumpamaan untuk menghilangkan kotoran ini melalui sabdanya, “sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih pakaian putih, karena kotoran pada pakaian putih tampak jelas. Kotoran sekecil apa pun tampak. Berbeda dengan pakaian hitam atau merah, dimana kotoran tidak tampak, kecuali kotoran yang berat.

Setelah dibersihkan, mungkin saja masih ada sisa-sisanya. Untuk itu, beliau berdoa, “Ya Allah, cucilah kesalahankesalahanku,” sehingga sisa-sisa kotoran tersebut hilang.

Misalnya, pakaianmu terkena najis. Kamu mengerik kotoran itu dengan kuku hingga bersih. Hal ini dinamakan pembersihan. Setelah itu dibasuh. Untuk itu, ketika najis mengenai pakaianmu, hilangkanlah terlebih dahulu najis itu hingga pakaian bersih. Setelah itu, pakaian itu dibasuh.

Kamu mungkin ingin mengatakan bahwa air tidak diragukan lagi dapat membersihkan kotoran, namun seperti yang diketahui bahwa air panas lebih mampu membersihkan dan lebih kuat menghilangkan kotoran daripada air dingin. Saat mencuci pakaian dengan menggunakan sabun, kita biasanya menggunakan air panas, lalu pakaian dicuci.

Tanya: Lalu kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, “Dengan salju, air, dan es?”

Jawab: Ulama menjelaskan bahwa hal itu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon kepada Allah agar Dia membersihkan beliau dari segala dosa. Beliau berdoa, “Ya Allah, basuhlah aku dari kesalahankesalahanku.” Maksudnya, bukan kotoran-kotoran fisik, melainkan kotoran-kotoran dosa dan kesalahan. Hukuman terhadap dosa dan kesalahan adalah siksa Neraka, dan api neraka itu panas. Kita tahu bahwa sesuatu dapat dihilangkan dengan kebalikannya. Sesuatu yang merupakan kebalikan api Neraka yang panas adalah salju dan es. Maka, sesuatu yang dapat menghilangkan dosa dan kesalahan lebih tepatnya adalah sesuatu yang dingin agar sisa azab hilang secara keseluruhan. Oleh karena itu, beliau berdoa, “Dengan salju, air, dan es.”

2. Bacaan Kedua

Bacaan doa istiftah yang kedua adalah,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ

Mahasuci Engkau, ya Allah dan dengan memuji-Mu, dan Mahasuci nama-Mu, dan luhur kemuliaan-Mu, dan tiada sembahan (yang berhak diibadahi) selain-Mu.” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, ad-Darimi, dan Ibnu Majah. Dihasankan oleh Syekh al-Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi)

Hadis ini juga diriwayatkan dari perkataan Umar radhiyallahu ‘anhu. Umar membaca doa ini dengan suara keras untuk mengajari orang-orang, (HR Muslim) seperti halnya Ibnu Abbas membaca al-Fathihah dengan suara keras dalam salat jenazah agar orang-orang tahu bahwa membaca al-Fathihah dalam salat jenazah adalah sunah. (HR al-Bukhari)

Banyak orang membaca doa istiftah ini, tetapi hanya sedikit mengetahui maknanya.

Ucapan Nabi shallallahu ‘alaihai wa sallam, “Mahasuci Engkau, ya Allah.” Maknanya, aku memahasucikan-Mu.

Tasbih adalah memahasucikan Allah Ta’ala dari segala yang tidak patut bagi-Nya. Ada dua hal yang tidak patut bagi Allah, yaitu menyerupakan-Nya dengan makhluk dan kekurangan dalam sifat-sifat-Nya. Seakan kamu mengucapkan, “Ya Rabb, aku memahasucikan-Mu dari menyamakan-Mu dengan makhluk dan kekurangan dalam sifat-sifat-Mu.”

Ucapan beliau shallallahu ‘alaihai wa sallam, “Dan dengan memuji-Mu.” Huruf ba di sini adalah untuk menyertakan dan menyatukan. Maksudnya, selain bertasbih dan memahasucikan-Mu, aku juga memuji-Mu dengan sifat-sifat sempurna. Allah terpuji lantaran sifat-sifat-Nya yang sempurna, juga karena karunia dan kebaikan-Nya yang menyeluruh.

Ucapan beliau shallallahu ‘alaihai wa sallam, “Mahasuci nama-Mu.” Ulama menjelaskan, makna kalimat ini adalah berkah diperoleh dengan perantara nama-Mu. Oleh karena itu, ketika seseorang menyebut nama Allah dalam menyembelih hewan, maka sembelihannya halal dimakan. Ketika ia menyembelih tanpa menyebut nama Allah, maka sembelihannya haram dimakan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَلَا تَأْكُلُوْا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّٰهِ

Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah.” (QS al-An’am: 121)

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ، فَكُلُوهُ

Setiap (hewan) yang mengalirkan darah dan (ketika disembelih) disebut nama Allah, maka makanlah.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Lihatlah berkah nama Allah ini! Ketika kamu menyembelih kambing dan kamu tidak menyebut nama Allah ketika menyembelihnya, maka kambing itu menjadi bangkai kotor yang haram dimakan. Namun, jika kamu menyebut nama Allah, maka sembelihan tersebut menjadi sembelihan yang bersih dan halal dimakan. Ini adalah bagian dari berkah.

Di antara bentuk berkah lainnya adalah seperti yang diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau, “Apabila salah seorang dari kalian ketika menggauli istrinya membaca,

بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

(Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan dari rezeki yang Engkau berikan kepada kami),

 lalu (dari hubungan keduanya) ditakdirkan menghasilkan anak, maka setan tidak akan membahayakannya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, ulama menjelaskan makna dari doa “Mahasuci nama-Mu,” adalah berkah diperoleh dengan perantara nama-Mu.

Ucapan beliau shallallahu ‘alaihai wa sallam, “Luhur kemuliaan-Mu.” Yaitu agung kemuliaan dan kekayaan-Mu. Ta’ala adalah Mahatinggi untuk terkena kekurangan. Jadduka adalah kebesaran, kekayaan, dan kemuliaan Allah di atas segala kebesaran dan kemuliaan. Dari sini kita paham bahwa para raja bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan Allah Ta’ala.

Karenanya,

يَقْبِضُ اللهُ تَعَالَى اْلأَرْضَ وَيَطْوِي السَّمَاوَاتِ بِيَمِيْنِهِ، ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا الْمَلِكُ، أَيْنَ مُلُوْكُ اْلأَرْضِ؟

Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia berfirman, ‘Aku-lah Raja. Mana raja-raja bumi?” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Mereka bukanlah apa-apa. Raja-raja dunia dan para pelayan yang paling rendah kedudukannya bernasib sama pada Hari Kiamat. Setinggi apa pun kekuasaan raja-raja dunia, pada Hari Kiamat kekuasaan mereka akan lenyap.

Allah Ta’ala berfirman:

يَوْمَ هُمْ بَارِزُوْنَ ۚ لَا يَخْفٰى عَلَى اللّٰهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ ۗلِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ ۗ لِلّٰهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ

(Yaitu) pada hari (ketika) mereka keluar (dari kubur). Tidak sesuatu pun keadaan mereka yang tersembunyi di sisi Allah. (Lalu Allah Ta’ala berfirman), ‘Milik siapakah kerajaan pada hari ini?’ Milik Allah Yang Mahaesa, Mahamengalahkan.” (QS Ghafir: 16)

Dengan demikian, makna “Luhur kemuliaan-Mu,” adalah luhur kebesaran, kemuliaan, dan kekayaan-Mu.

Sebagian orang awam berkata, “Allah Ta’ala berfirman:

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ

Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.’ (QS al-Ikhlash: 3)

Lantas bagaimana dikatakan (wa Ta’ala Jadduka)?”

Ia mengira jadd di sini artinya kakek. Ini pemahaman yang keliru.

Ucapan beliau shallallahu ‘alaihai wa sallam, “Tiada sembahan (yang berhak diibadahi) selain-Mu.” Yaitu tidak ada yang berhak disembah dengan sebenarnya selain-Mu. Berdasarkan penafsiran ini, kami sampaikan bahwa kata-kata yang terkadang kita dengar dari sebagian orang awam, “Laa ilaaha ghairuka wa laa ma’buda siwaaka,” tidak benar, karena “Laa ilaaha ghairuka,” sudah tidak memerlukan lafal, “Walaa ma ‘buda siwaaka:” Untuk itu, kamu cukup membaca, “Laa ilaaha ghairuka.”

3. Bacaan Ketiga

Doa istiftah lainnya yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Aku hadapkan wajahku kepada Rabb Pencipta langit dan bumi dengan lurus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanya untuk Allah Rabb seluruh alam, tiada sekutu bagi-Nya. Dan karena itu, aku diperintahkan dan aku termasuk orang-orang yang berserahdiri. Ya Allah, Engkau adalah Raja, tiada sembahan (yang berhak diibadahi) selain-Mu. Engkau Rabbku dan aku hambaMu. Aku telah menganiaya diri karena berbuat dosa, maka ampunilah seluruh dosa-dosaku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni segala dosa selain-Mu. Tunjukkanlah aku pada akhlak terbaik. Tiada yang dapat menunjukkan padanya selain-Mu. Dan hindarkanlah aku dari akhlak buruk. Dan tiada yang dapat menghindarkannya dariku selain-Mu. Aku penuhi panggilanmu dengan penuh suka cita. Kebaikan seluruhnya berada di kedua tangan-Mu. Kejelekan tidaklah dikaitkan dengan-Mu. Aku hidup dengan (pertolongan dan rahmat)-Mu. Aku (kembali) kepada-Mu. Mahasuci Engkau lagi Mahatinggi. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu.” (HR Muslim)

Riwayat Abu Dawud secara tegas menyebutkan bahwa ketika beliau hendak melaksanakan salat wajib, beliau bertakbir, lalu membaca doa di atas. (HR Abu Dawud)

Ini biasanya dibaca ketika salat malam.

4. Bacaan Keempat

Pada salat malam kita bisa memulai dengan membaca doa seperti yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu,

اللهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ، وَمِيكَائِيلَ، وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Engkau memutuskan perkara yang diperselisihkan hambahamba-Mu. Tunjukkanlah aku pada kebenaran yang dipertentangkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan siapa yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus.” (HR Muslim)

5. Bacaan Kelima

Doa istiftah kelima adalah,

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Allah Mahabesar lagi Mahasempurna Kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya. Dan Mahasuci Allah sepanjang pagi dan sore.”

berdasarkan hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

Ketika kami salat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di suatu waktu, seorang laki-laki berdoa,

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Allah Mahabesar lagi Mahasempurna Kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya. Dan Mahasuci Allah sepanjang pagi dan sore.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ

Aku kagum dengan kalimat tersebut, karena dengannya terbukalah pintu-pintu langit.”

Ibnu Umar pun berkata: Aku tidak pernah meninggalkan doa itu semenjak kudengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata demikian. (HR Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i)

Membaca doa istiftah mana saja yang diriwayatkan secara sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal itu sudah mencukupi dan sah. Hendaklah sesekali kita membaca doa istiftah yang ini dan sesekali membaca doa istiftah yang itu untuk mengamalkan sunah secara keseluruhan. Namun perlu diperhatikan bahwa kamu jangan menyatukan semua bacaan istiftah. Jika kamu menyatukan semua bacaan istiftah, berarti kamu telah menyalahi sunah. Dalilnya adalah ketika Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa yang engkau baca,” beliau hanya menyebut satu bacaan istiftah saja. Ini menunjukkan bahwa doa-doa istiftah tidak disatukan untuk dibaca semuanya.

Baca juga: TAKBIR DALAM SALAT

Baca juga: MENGANGKAT KEDUA TANGAN KETIKA BERTAKBIR

Baca juga: MELETAKKAN TANGAN KANAN DI ATAS TANGAN KIRI

Baca juga: MELIHAT KE TEMPAT SUJUD

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih