Dari Abu Firas Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami, pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Ahlush Shuffah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Aku biasa bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku membawakan air wudhu dan keperluannya. Beliau bersabda,
سَلْنِي
“Mintalah kepadaku!”
Aku pun berkata, “Aku memohon kepadamu agar dapat menemanimu di Surga.”
Beliau bersabda,
أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ؟
“Adakah permintaan yang lain?”
Aku menjawab, “Itu saja.”
Beliau bersabda,
فَأَعِنِّيْ عَلَىٰ نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُوْدِ
“Bantulah aku untuk mewujudkan permintaan itu dengan memperbanyak sujud.” (HR Muslim)
PENJELASAN
Penulis rahimahullah berkata dalam apa yang diriwayatkan dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu ‘anhu yang merupakan pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan termasuk dari kalangan Ahlush Shuffah.
Orang-orang yang melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan orang merdeka jumlahnya banyak. Di antaranya adalah Rabi’ah bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud. Mereka memiliki kemuliaan karena dapat melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rabi’ah termasuk dari kalangan Ahlus Shuffah, yakni orang-orang dari kaum muhajirin yang berhijrah ke Madinah namun tidak memiliki tempat tinggal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkan mereka di serambi Masjid Nabawi. Jumlah mereka kadang mencapai delapan puluh orang, dan kadang kurang dari itu. Para sahabat biasa mendatangi mereka dengan membawa makanan, susu, dan yang lainnya dari apa yang mereka sedekahkan. Rabi’ah bin Ka’ab biasa melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia membawakan beliau air untuk berwudhu dan keperluannya.
Kata al-wudhu’ dengan fathah berarti air yang digunakan untuk berwudhu, sedangkan al-wudhu’ dengan dhammah berarti perbuatan wudhu. Adapun “keperluan” tidak dijelaskan secara rinci, namun yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Rabi’ah bin Ka’ab membawakannya kepada beliau.
Pada suatu hari beliau berkata kepadanya, “Mintalah kepadaku,” maksudnya, ajukanlah permintaan, sebagai bentuk balasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atas pelayanannya kepada beliau. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makhluk yang paling mulia, dan beliau biasa bersabda,
مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ
“Barang siapa berbuat baik kepadamu, maka balaslah kebaikannya.” (Shahih lighairih. Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim, Abu Dawud, an-Nasa-i, dan ar-Rauyani)
Beliau ingin membalas jasa Rabi’ah bin Ka’ab dan berkata, “Mintalah kepadaku,” maksudnya, mintalah apa pun yang engkau kehendaki.
Seseorang mungkin menyangka bahwa laki-laki ini akan meminta harta, namun ternyata cita-citanya sangat tinggi. Ia berkata, “Aku memohon kepadamu agar dapat menemanimu di Surga.” Seakan-akan ia berkata, “Sebagaimana aku menemanimu di dunia, aku pun ingin menemanimu di Surga.”
Beliau bertanya, “Adakah permintaan yang lain?” maksudnya, apakah engkau ingin meminta hal lain yang bisa aku wujudkan untukmu? Ia menjawab, “Itu saja,” maksudnya, aku tidak meminta selain itu.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bantulah aku untuk mewujudkan permintaan itu dengan memperbanyak sujud.”
Inilah poin pentingnya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bantulah aku untuk mewujudkan permintaan itu dengan memperbanyak sujud.” Banyaknya sujud mengharuskan banyak rukuk, dan banyaknya rukuk mengharuskan banyak berdiri, karena setiap shalat di setiap rakaatnya terdapat dua sujud. Jika sujudnya banyak, maka rukuk dan berdirinya pun banyak.
Nabi menyebutkan sujud tanpa menyebut yang lain, karena sujud adalah posisi paling utama bagi orang yang shalat. Sebab, sedekat-dekatnya seorang hamba kepada Rabb-nya adalah ketika ia sedang sujud. Meskipun orang yang shalat itu dalam kondisi apa pun —berdiri, rukuk, sujud, atau duduk— dekat dengan Allah, tetapi yang paling dekat dengan Rabb-nya adalah saat sujud.
Dalam hadis ini terdapat dalil tentang keutamaan sujud. Para ulama berselisih pendapat, apakah yang lebih utama adalah memperpanjang berdiri ataukah memperpanjang rukuk dan sujud? Di antara mereka mengatakan bahwa yang lebih utama adalah memperpanjang berdiri. Sebagian lagi mengatakan bahwa yang lebih utama adalah memperpanjang rukuk dan sujud. Pendapat yang benar adalah bahwa shalat sebaiknya dilakukan secara seimbang. Jika tidak, tidak diragukan lagi bahwa berdiri lebih panjang daripada rukuk dan sujud itu sendiri. Namun, jika seseorang memperpanjang berdiri, hendaklah ia juga memperpanjang rukuk dan sujud. Sebaliknya, jika ia memendekkan berdiri, hendaklah ia juga memendekkan rukuk dan sujud.
Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa shalat, sebanyak apa pun kamu melakukannya, merupakan kebaikan, kecuali shalat yang dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang. Waktu-waktu larangan tersebut adalah:
1. Sejak selesai salat Subuh hingga matahari meninggi seukuran satu tombak,
2. Saat matahari berada tepat di tengah langit hingga tergelincir,
3. Sejak selesai shalat Ashar hingga matahari terbenam.
Pada tiga waktu itu seseorang tidak diperbolehkan melakukan shalat sunah, kecuali jika ada sebabnya, seperti shalat tahiyatul masjid, shalat sunah wudhu, dan yang semisalnya.
Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa menggunakan (meminta bantuan) seorang yang merdeka diperbolehkan. Hal itu tidak dianggap sebagai bentuk permintaan yang tercela. Jika kamu berkata kepada seseorang yang biasa melayanimu, “Berikan aku ini,” atau “Berikan aku itu,” maka hal itu tidak mengapa.
Begitu juga jika kamu berkata kepada pemilik rumah, “Berikan aku air,” atau “Tuangkan aku secangkir kopi,” atau permintaan lain yang semisalnya, maka hal itu tidak mengapa. Sebab, hal itu tidak dianggap sebagai permintaan yang tercela, bahkan merupakan bagian dari kesempurnaan dalam menjamu tamu. Kebiasaan manusia pun telah berlaku dengan cara seperti itu.
Dalam hadis ini juga terdapat dalil bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki kuasa untuk memasukkan seseorang ke dalam Surga. Oleh karena itu, beliau tidak menjamin kepada laki-laki tersebut untuk memberikan apa yang dimintanya. Namun beliau berkata kepadanya, “Bantulah aku untuk mewujudkan permintaan itu dengan memperbanyak sujud.”
Apabila ia menjalankan anjuran memperbanyak sujud sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, besar kemungkinan ia akan menjadi pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Surga.
Baca juga: MURAQABAH
Baca juga: SIFAT SALAT NABI – SUJUD
Baca juga: RUKUN SHALAT: SUJUD
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)