MURAQABAH

MURAQABAH

Muraqabah mencakup dua aspek, yaitu merasa bahwa Allah selalu mengawasi dan sesungguhnya Allah senantiasa mengawasi, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

 وَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ رَّقِيْبًا

Dan adalah Allah Mahamengawasi segala sesuatu.” (QS al-Ahzaab: 52)

Muraqabah dari aspek merasa Allah selalu mengawasi berarti kamu sadar bahwa Allah mengetahui setiap yang kamu katakan, lakukan, dan yakini.

Allah Ta’ala berfirman:

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيْزِ الرَّحِيْمِ؛ الَّذِيْ يَرٰىكَ حِيْنَ تَقُوْمُ؛ وَتَقَلُّبَكَ فِى السّٰجِدِيْنَ

Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Mahapenyayang, yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk salat), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.” (QS asy-Syu’ara’: 217-219)

Allah Ta’ala mengetahui ketika kamu bangun di malam yang gelap gulita di tempat yang sepi dan tidak diketahui oleh siapa pun.

Firman Allah Ta’ala, “Perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud,” yakni, perubahan gerak badanmu ketika kamu bersama orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Allah melihatnya, baik ketika kamu berdiri maupun ketika sujud.

Kata ‘berdiri’ disebutkan sebelum kata “sujud” karena berdiri dalam salat lebih mulia daripada sujud dari aspek zikir. Namun sujud lebih mulia daripada berdiri dari aspek keadaan.

Berdiri lebih mulia daripada sujud dari aspek zikir karena zikir yang disyariatkan dalam berdiri adalah membaca al-Qur’an, sedangkan al-Qur’an adalah perkataan yang paling mulia. Sedangkan sujud lebih mulia daripada berdiri ditinjau dari aspek keadaan karena orang yang sujud lebih dekat kepada Allah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ

Keadaan seorang hamba yang paling dekat kepada Rabbnya adalah ketika ia sedang sujud.” (HR Muslim)

Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk memperbanyak doa dalam sujud.

Kita juga harus tahu bahwa Allah mendengar setiap perkataan yang kita ucapkan, seperti firman-Nya:

اَمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوٰىهُمْ ۗ بَلٰى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُوْنَ

Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar). Dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS az-Zukhruf: 80)

Maka dari itu, apa pun yang kamu katakan, baik atau buruk, terang-terangan atau sembunyi-sembunyi akan ditulis pahala maupun dosanya bagi kamu, seperti ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala:

 مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

Tidak ada satu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS Qaaf: 18)

Ketahuilah olehmu bahwa tidak satu perkataan pun keluar dari mulutmu kecuali akan diperhitungkan di Hari Kiamat. Oleh karena itu, jadikanlah lisanmu selalu mengatakan kebenaran atau diam, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Ingatlah bahwa Allah senantiasa mengawasimu (aspek kedua muraqabah), baik terhadap apa yang kamu rahasiakan maupun terhadap apa yang terbersit di dalam hatimu.

Tengoklah apa yang ada di dalam hatimu? Adakah kesyirikan kepada Allah Ta’ala, riya’, khurafat, kedengkian, kemarahan, kebencian kepada orang-orang beriman, kecintaan kepada orang-orang kafir, dan hal-hal lain yang tidak diridai oleh Allah Ta’ala? Hendaklah kamu senantiasa mengawasi hatimu karena Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS Qaaf: 16)

Allah Ta’ala mengetahui sebelum sesuatu diucapkan. Jadikanlah Allah sebagai pengawasmu dalam tiga hal: perbuatanmu, perkataanmu dan hatimu sehingga pengawasan terhadap dirimu menjadi sempurna.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang ihsan, beliau bersabda,

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ. فَإِنْلَمْ تَكُنْ تَرَاهُ، فَغِنَّهُ يَرَاكَ

Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Sembahlah Allah seakan-akan kamu melihat dan menyaksikan-Nya secara langsung. Jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka turunlah ke tingkat kedua, yaitu Dia melihatmu.

Tingkat yang pertama adalah beribadah karena senang dan tamak. Sedangkan tingkat kedua adalah beribadah karena takut dan cemas. Oleh karena itu, beliau bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Manusia harus merasa bahwa Allah selalu mengawasinya. Hendaklah dia tahu bahwa Allah selalu mengawasimu. Apapun yang kamu katakan, apapun yang kamu lakukan dan apapun yang kamu rahasiakan, niscaya Allah mengetahuinya.

Baca juga: MERASA TAKUT KEPADA ALLAH DI SAAT SEMBUNYI DAN TERANG-TERANGAN

Baca juga: FAKTOR PENYEBAB JATUH KE DALAM MAKSIAT

Baca juga: PENYAKIT SOMBONG

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati