Di antara tanda-tanda kecil Kiamat adalah terhapusnya ilmu dan tersebarnya kebodohan.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ
“Di antara tanda-tanda Kiamat adalah terhapusnya ilmu dan tersebarnya kebodohan.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Dari Syaqiq, dia berkata: Aku pernah bersama ‘Abdullah dan Abu Musa radhiyallahu ‘anhuma. Keduanya berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ لَأَيَّامًا يَنْزِلُ فِيهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ فِيهَا الْعِلْمُ
“Sesungguhnya menjelang Hari Kiamat akan ada beberapa hari dimana kebodohan diturunkan dan ilmu dicabut.” (HR al-Bukhari)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيَنْقُصُ الْعَمَلُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ
“Waktu semakin berdekatan, amal berkurang, fitnah bermunculan, kebakhilan dilemparkan (ke dalam hati) dan pembunuhan semakin banyak.” (HR Muslim)
Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Semua yang terkandung dalam hadis ini termasuk tanda-tanda Kiamat yang telah kita saksikan secara jelas: ilmu menghilang, kebodohan tertampak, kebakhilan dilemparkan ke dalam hati, fitnah bermunculan, dan pembunuhan semakin banyak.”
al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari perkataan Ibnu Baththal ini sebagai berikut, “Yang jelas, beliau menyaksikan peristiwa-peristiwa yang banyak yang disertai dengan (tanda Kiamat) yang datang menyusulnya, sementara yang dimaksud dalam hadis ini adalah kokohnya keadaan itu sehingga tidak tersisa keadaan sebaliknya kecuali sangat jarang. Itulah isyarat dari ungkapan ‘ilmu dicabut’. Maka, tidak ada yang tersisa kecuali benar-benar kebodohan. Mungkin saja segelintir ulama masih ada, karena saat itu mereka adalah orang-orang yang tidak dikenal di tengah-tengah masyarakat.”
Ilmu dicabut dengan cara mewafatkan ulama.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ. وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا. فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ. فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Ketika mereka ditanya, mereka memberikan fatwa tanpa ilmu. Maka mereka sesat lagi menyesatkan.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
an-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadis ini menjelaskan makna dari ‘ilmu dicabut’ pada hadis-hadis terdahulu, yaitu ilmu tidak dicabut secara mutlak dari hati para penghafalnya, melainkan dicabut dengan cara mewafatkan mereka. Kemudian orang-orang menjadikan orang bodoh sebagai pemutus hukum. Ia memberi hukuman dengan kebodohannya sehingga ia sesat dan menyesatkan orang lain.”
Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu al-Qur-an dan as-Sunnah. Ilmu ini adalah ilmu yang diwariskan oleh para nabi ‘alaihimussalam, karena sesungguhnya para ulama adalah ahli waris para nabi. Dengan kepergian (wafat)nya para ulama, maka hilanglah ilmu, matilah sunah-sunah Nabi, muncullah berbagai macam bidah, dan meratalah kebodohan.
Adapun ilmu dunia, maka ia terus bertambah. Ia bukanlah makna yang dimaksud dalam hadis-hadis ini. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ. فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Ketika mereka ditanya, mereka memberikan fatwa tanpa ilmu. Maka mereka sesat lagi menyesatkan.”
Kesesatan hanya terjadi apabila seseorang bodoh dalam ilmu agama. Ulama sejati adalah ulama yang mengamalkan ilmunya, mengarahkan umat, serta menunjuki mereka jalan kebenaran dan petunjuk. Sesungguhnya ilmu tanpa amal tidaklah bermanfaat, bahkan bisa menjadi musibah bagi pemiliknya.
Dijelaskan pula dalam riwayat al-Bukhari,
وَيَنْقُصُ الْعَمَلُ
“Dan berkurangnya amal.” (HR al-Bukhari)
Imam adz-Dzahabi rahimahullah, ulama besar ahli tarikh (sejarah) Islam berkata setelah memaparkan sebagian pendapat ulama, “Dan mereka tidak diberikan ilmu kecuali sedikit saja. Adapun di masa sekarang, maka tidak tersisa dari ilmu yang sedikit itu kecuali sedikit saja pada sedikit manusia. Sungguh sedikit dari mereka mengamalkan ilmu yang sedikit tersebut. Maka cukuplah Allah sebagai penolong kita.”
Jika hal itu terjadi di masa Imam adz-Dzahabi (meninggal 748 H), maka bagaimana dengan masa kita sekarang ini? Kita tahu bahwa semakin jauh masa dari masa Nabi, semakin sedikit ilmu dan semakin banyak kebodohan. Sesungguhnya para sahabat radhiyallahu ‘anhuma adalah kaum dari umat ini yang paling tahu tentang agama, kemudian para tabiin, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka. Merekalah sebaik-baik generasi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku, kemudian masa setelahnya, kemudian masa setelahnya.” (HR Muslim)
Ilmu selalu berkurang, sedangkan kebodohan selalu bertambah. Akibatnya banyak orang tidak mengenal kewajiban-kewajiban dalam Islam.
Diriwayatkan dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَدْرُسُ الْإِسْلَامُ كَمَا يَدْرُسُ وَشْيُ الثَّوْبِ حَتَّى لَا يُدْرَى مَا صِيَامٌ، وَلَا صَلَاةٌ، وَلَا نُسُكٌ، وَلَا صَدَقَةٌ. وَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي لَيْلَةٍ فَلَا يَبْقَى فِي الْأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ. وَتَبْقَى طَوَائِفُ مِنْ النَّاسِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْعَجُوزُ. يَقُولُونَ: أَدْرَكْنَا آبَاءَنَا عَلَى هَذِهِ الْكَلِمَةِ. يَقُولُونَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَنَحْنُ نَقُولُهَا
“Islam akan habis sebagaimana habisnya sulaman pada pakaian sehingga tidak diketahui lagi apa itu puasa, tidak juga salat, tidak juga haji, dan tidak juga sedekah. Kitabullah akan diangkat di malam hari sehingga tak satu ayat pun tersisa di bumi. Yang tersisa adalah beberapa kelompok manusia yang telah lanjut usia dan lemah. Mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami (mengucapkan) kalimat ini. Mereka mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah’, maka kami pun mengucapkannya.”
Shilah berkata kepada Hudzaifah, “Apa gunanya (kalimat) ‘laa ilaaha illallaah’ jika mereka tidak mengetahui apa itu salat, apa itu puasa, apa itu haji, dan apa itu sedekah?” Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali. Hudzaifah pun berpaling darinya. Pada pertanyaan yang ketiga Hudzaifah menghadap Shilah dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itu menyelamatkan mereka dari Neraka.” (Hudzaifah mengatakannya tiga kali) (HR Ibnu Majah dan al-Hakim. al-Hakim berkata, “Hadis ini sahih dengan syarat Muslim, akan tetapi al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya.’ Disepakati oleh adz-Dzahabi. Ibnu Hajar berkata, ‘Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang kuat.’ Syekh al-Albani berkata, ‘Sahih.’ Lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir)
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sungguh, al-Qur’an akan dicabut dari pundak kalian. Ia akan dicabut pada malam hari sehingga ia pergi dari kerongkongan orang-orang. Maka tidak ada yang tersisa sedikit pun darinya di bumi.” (HR ath-Thabrani, dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi kitab-kitab ash-Shahih, selain Syaddad bin Ma’qal. Ia adalah tsiqat)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Di akhir zaman (al-Qur’an) dihilangkan dari mushaf dan dada (ingatan manusia). Maka tidak ada yang tersisa satu kata pun di dada manusia. Demikian pula tidak ada yang tersisa satu huruf pun dalam mushaf.”
Lebih dahsyat dari itu, Nama Allah tidak lagi disebut di muka bumi, sebagaimana dijelaskan di dalam hadis Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ: اللَّهُ اللَّهُ
“Tidak akan datang Hari Kiamat hingga tidak lagi disebut, ‘Allah, Allah,’ di bumi.” (HR Muslim)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ada dua pendapat tentang makna hadis ini. Pertama. Orang-orang tidak mengingkari kemungkaran dan tidak melarang pelaku kemungkaran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengibaratkannya dengan ungkapan “tidak lagi disebut ‘Allah, Allah’” sebagaimana dijelaskan sebelumnya dalam hadis ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,
فَيَبْقَى فِيهَا عَجَاجَةٌ لَايَعْرِ فُونَ مَعْرُو فًا وَلَا يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا
‘Maka yang tersisa di dalamnya (bumi) hanyalah orang-orang bodoh yang tidak mengetahui kebenaran dan tidak mengingkari kemungkaran.’ (HR Ahmad. Syekh Ahmad Syakir berkata, ‘Sanadnya sahih.’)
Kedua. Hingga tidak lagi disebut dan dikenal Nama Allah di muka bumi. Hal itu terjadi ketika zaman telah rusak, rasa kemanusiaan telah hancur, serta kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan telah banyak.”
Baca juga: BANYAKNYA PEMINUM KHAMAR DAN MENGANGGAPNYA HALAL
Baca juga: HILANGNYA AMANAH
(Yusuf bin ‘Abdullah bin Yusuf al-Wabil)