RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH

RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,  “Dan para malaikat-Nya.”

Malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari cahaya. Allah memberikan kepada mereka tugas-tugas khusus, dan masing-masing dari mereka melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman tentang malaikat penjaga Neraka:

عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah atas apa yang diperintahkan kepada mereka, dan senantiasa melaksanakan apa yang diperintahkan.” (QS at-Tahrim: 6)

Malaikat tidak pernah sombong terhadap perintah Allah dan tidak pernah lemah dalam melaksanakannya. Mereka selalu patuh dan mampu melaksanakan setiap perintah yang diberikan kepada mereka. Hal ini berbeda dengan manusia, yang terkadang merasa sombong terhadap perintah Allah atau kadang tidak mampu melaksanakannya. Sebaliknya, malaikat diciptakan semata-mata untuk menjalankan perintah Allah, baik yang berkaitan dengan ibadah mereka sendiri maupun tugas-tugas yang berhubungan dengan kepentingan makhluk lain.

Sebagai contoh, Jibril ‘alaihissalam adalah malaikat yang paling mulia. Ia diberi tugas untuk menyampaikan wahyu, turun dengan membawa wahyu dari Allah kepada para rasul dan nabi-Nya. Jibril bertanggung jawab atas tugas paling mulia yang memberikan manfaat besar bagi seluruh makhluk dan hamba-hamba Allah.

Jibril adalah sosok yang memiliki kekuatan, amanah, dan dihormati di kalangan para malaikat. Karena itulah ia menjadi malaikat yang paling mulia, sebagaimana Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi dan rasul yang paling mulia.

Allah Ta’ala berfirman:

عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَى

Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai kecerdasan luar biasa. Dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi.” (QS an-Najm: 5-7)

Maknanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diajarkan oleh “yang memiliki kekuatan yang sangat besar,” dzu mirratin berarti “yang mempunyai kecerdasan luar biasa,” fastawa artinya “sempurna dan mencapai derajat yang tinggi,” “dan dia berada di ufuk yang paling tinggi.”

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍۙ ذِيْ قُوَّةٍ عِنْدَ ذِى الْعَرْشِ مَكِيْنٍۙ مُّطَاعٍ ثَمَّ اَمِيْنٍ

Sesungguhnya al-Qur’an benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia,” yaitu Jibril, yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (QS at-Takwir: 19-21)

Di antara mereka (para malaikat), ada yang diberi tugas mengurus berbagai kebutuhan makhluk di bumi, termasuk urusan tumbuh-tumbuhan. Salah satunya adalah Mikail ‘alaihissalam, yang ditugaskan untuk mengatur hujan dan tumbuh-tumbuhan. Keduanya merupakan sebab utama bagi kelangsungan kehidupan jasad, baik manusia maupun hewan.

Yang pertama adalah Jibril ‘alaihissalam, yang diberi tugas menyampaikan hal-hal yang menghidupkan hati, yaitu wahyu. Adapun Mikail ‘alaihissalam ditugaskan mengurus hal-hal yang menghidupkan jasad, yaitu hujan dan tumbuh-tumbuhan.

Di antara mereka juga terdapat Israfil ‘alaihissalam, salah satu malaikat pemikul ‘Arsy yang agung. Israfil ditugaskan untuk meniup sangkakala, sebuah terompet besar dengan lingkaran sebesar jarak antara langit dan bumi, yang akan ditiup oleh Israfil pada waktu yang telah ditetapkan.

Ketika manusia mendengar suara itu, mereka mendengar suara yang belum pernah mereka alami sebelumnya—suara yang sangat dahsyat dan menggetarkan. Ketakutan pun menyelimuti mereka, hingga akhirnya mereka tersungkur mati karena kedahsyatan suara tersebut.

Allah Ta’ala berfirman:

ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فإذا هُمْ قِيامٌ يَنْظُرُونَ

“Kemudian sangkakala itu ditiup sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (keputusan masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)

Roh-roh pun beterbangan keluar dari sangkakala, lalu masing-masing roh kembali ke jasad yang pernah dihuni di dunia, tanpa meleset sedikit pun, bahkan hingga sehelai rambut, sesuai dengan perintah Allah ‘Azza wa Jalla.

Dengan demikian, ketiga malaikat ini—Jibril, Mikail, dan Israfil ‘alaihimussalam—diberikan tugas-tugas yang semuanya berkaitan dengan kehidupan.

Jibril ‘alaihissalam ditugaskan untuk hal-hal yang menghidupkan hati, Mikail ‘alaihissalam untuk hal-hal yang menghidupkan tumbuh-tumbuhan dan bumi, serta Israfil ‘alaihissalam untuk hal-hal yang menghidupkan kembali jasad.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah dengan rububiyah-Nya atas ketiga malaikat ini dalam pembukaan shalat malam. Beliau mengganti doa iftitah

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ

Maha Suci Engkau, Ya Allah dengan segala puji bagimu.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Hadis ini dinilai sahih oleh al-Allamah Ahmad Syakir dalam catatan kakinya pada Sunan At-Tirmidzi)

dengan membaca

اللَّهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنْ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ. إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail, dan Israfil, Yang menciptakan langit dan bumi, Yang mengetahui perkara gaib dan nyata, Engkaulah yang menetapkan hukum pada masalah-masalah yang diperselisihkan hamba-hamba-Mu, berilah aku petunjuk untuk mendapatkan kebenaran dalam masalah yang diperselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk ke jalan yang lurus bagi orang-orang yang Engkau kehendaki.” (HR Muslim)

Di antara para malaikat, ada yang diberi tugas mencabut nyawa, yaitu Malaikat Maut. Ia dibantu oleh malaikat-malaikat lain yang mendukung tugasnya. Para malaikat ini juga bertugas menyiapkan kain kafan dan wewangian (hanuth) untuk roh yang keluar dari jasad. Jika roh tersebut berasal dari orang yang beriman – semoga Allah menjadikan kita termasuk di antara mereka – para malaikat turun dengan membawa kain kafan dan wewangian dari Surga. Namun, jika roh itu berasal dari ahli Neraka, mereka turun dengan membawa kain kafan dan wewangian dari Neraka.

Ketika ajal seseorang tiba, para malaikat duduk di sisi orang yang sedang sekarat, menunggu saat pencabutan nyawanya. Roh tersebut dicabut hingga mencapai tenggorokan, lalu diserahkan kepada Malaikat Maut. Setelah itu, Malaikat Maut menyerahkan roh tersebut kepada para malaikat pendamping, yang kemudian meletakkannya ke dalam kain kafan dan wewangian yang telah mereka siapkan.

Tugas para malaikat adalah mengurus dan menjaga roh, sedangkan tugas manusia adalah mengurus dan menjaga jasad. Perhatikanlah perhatian Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap roh: Allah menugaskan para malaikat untuk mengkafani dan menjaga roh, sementara manusia diberi tugas untuk mengkafani dan menjaga jasad.

Allah Ta’ala berfirman:

حَتّٰٓى اِذَا جَاۤءَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُوْنَ

Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari kalian, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami. Dan malaikat-malaikat Kami tidak melalaikan kewajibannya.” (QS al-An’am: 61)

Para malaikat ini tidak pernah lalai dalam menjalankan tugas mereka. Mereka menjaga roh dengan penuh perhatian dan tidak akan menyia-nyiakannya.

Malaikat Maut telah diberi kemampuan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mencabut nyawa di seluruh penjuru timur dan barat bumi. Ia mampu melaksanakan tugas ini meskipun banyak orang meninggal pada waktu yang bersamaan. Sebagai contoh, jika suatu kelompok mengalami kecelakaan dan semua anggotanya meninggal secara serentak, Malaikat Maut dapat mencabut nyawa mereka sekaligus dalam waktu yang sama.

Jangan heran! Malaikat tidak dapat dibandingkan dengan manusia, karena Allah telah menganugerahkan kepada mereka kemampuan yang luar biasa, jauh lebih hebat daripada jin. Jika jin memiliki kekuatan yang lebih besar daripada manusia, maka malaikat memiliki kekuatan yang jauh melampaui jin.

Perhatikanlah kisah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, ketika dia berkata:

يَا أَيُّهَا ٱلْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِى بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَن يَأْتُونِى مُسْلِمِينَ قال عفريتٌ من الجنِّ أَنَاْ ءَاتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ وَإِنِّى عَلَيْهِ لَقَوِىٌّ أَمِينٌ

“‘Wahai pembesar-pembesar, siapakah di antara kalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orangorang yang berserah diri?’ Bekata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin, ‘Akulah yang akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat membawanya lagi dapat dipercaya.” (QS an-Naml: 38-39)

عِفْرِيتًا  berarti jin yang kuat dan sangat tangguh.

Saat itu, singgasana berada di Yaman, sedangkan Nabi Sulaiman berada di Syam, dengan jarak sekitar perjalanan sebulan. Namun, ifrit berkata kepadanya “Aku akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu, dan sesungguhnya aku benar-benar kuat lagi terpercaya atasnya.” Nabi Sulaiman biasanya berdiri dari tempat duduknya pada waktu tertentu.

Kemudian

قَالَ ٱلَّذِى عِندَهُۥ عِلْمٌ مِّنَ ٱلۡكِتَٰبِ أَنَا۠ ءَاتِيكَ بِهِۦ قَبۡلَ أَن يَرۡتَدَّ إِلَيۡكَ طَرۡفُكَ

Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab, ‘Aku akan membawanya kepadamu sebelum matamu berkedip.’” (QS an-Naml: 40)

Artinya, yang kedua lebih cepat daripada yang pertama. Dalam waktu sekejap pandangan mata, singgasana itu sudah sampai kepadamu.

فَلَمَّا رَءَاهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُۥ

Maka tatkala Sulaiman melihatnya singgasana itu telah berada di hadapannya.” (QS an-Naml: 40)

Para ulama menjelaskan bahwa orang yang memiliki ilmu dari al-Kitab itu berdoa kepada Allah dengan menyebut nama-Nya yang agung, sehingga malaikat membawa singgasana tersebut dari Yaman ke Syam dalam waktu sekejap. Ini berarti bahwa malaikat lebih kuat daripada jin.

Maka, janganlah heran jika manusia meninggal di berbagai penjuru timur dan barat bumi, sementara nyawa mereka dicabut oleh satu malaikat saja, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَتَوَفّٰىكُمْ مَّلَكُ الْمَوْتِ الَّذِيْ وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ

Katakanlah, Malaikat Maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) kalian akan mematikan kalian, kemudian hanya kepada Rabb kalian sajalah kalian akan dikembalikan.” (QS as-Sajdah: 11)

Maka ketika Allah berfirman kepada malaikat itu: “Cabutlah roh setiap yang meninggal,” apakah mungkin malaikat itu berkata, “Tidak”? Tidak mungkin! Karena mereka tidak pernah mendurhakai Allah dalam apa yang Dia perintahkan kepada mereka. Oleh karena itu, ketika Allah berfirman kepada pena: “Tulislah apa yang akan terjadi hingga Hari Kiamat,” pena, meskipun benda mati, menuliskan apa yang akan terjadi hingga Hari Kiamat.

Demikianlah, jika Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan sesuatu, tidak ada yang dapat mendurhakai-Nya kecuali mereka yang murtad dari kalangan jin atau manusia. Adapun para malaikat, mereka tidak pernah mendurhakai Allah.

Ini adalah empat malaikat.

Malaikat kelima adalah Malik, yang diberi tugas untuk mengawasi Neraka dan menjadi penjaganya. Allah menyebutkan namanya dalam firman-Nya tentang penghuni Neraka:

وَنَادَوْا يٰمٰلِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَۗ قَالَ اِنَّكُمْ مَّاكِثُوْنَ

Mereka berseru, ‘Wahai Malik, biarlah Rabb-mu membunuh kami saja.’ Dia (Malik) menjawab, ‘Kalian akan tetap tinggal (di Neraka ini).” (QS az-Zukhruf: 77)

Maksudnya, agar Dia mematikan, membinasakan, dan memberikan kelegaan kepada mereka dari apa yang mereka alami. Namun, Malik menjawab, “Kalian akan tetap tinggal (di Neraka ini).”

Keenam adalah Malaikat Penjaga Surga. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa namanya adalah Ridwan. Ia bertugas menjaga Surga, sebagaimana Malik bertugas menjaga Neraka.

Oleh karena itu, siapa pun dari malaikat yang namanya kita ketahui, kita beriman kepadanya dengan namanya. Sedangkan malaikat yang namanya tidak kita ketahui, kita tetap beriman kepadanya secara umum. Kita juga beriman terhadap tugas-tugas yang kita ketahui, sifat-sifat mereka, dan segala sesuatu yang disebutkan dalam Kitab dan Sunah mengenai sifat-sifat malaikat tersebut.

Masalah: Kita mengatakan bahwa malaikat adalah makhluk gaib. Maka, apakah mungkin mereka dapat dilihat?

Jawaban: Ya, malaikat dapat dilihat, baik dalam wujud asli mereka sebagaimana Allah menciptakan mereka, maupun dalam bentuk manusia yang Allah kehendaki untuk mereka tampilkan.

Jibril pernah dilihat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk aslinya sebagaimana Allah menciptakannya, di dua tempat: di bumi dan di langit. Di bumi, Jibril terlihat di dekat Gua Hira, dekat Mekah. Sedangkan di langit, Nabi melihatnya di Sidratul Muntaha, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلَقَدْ رَاٰهُ نَزْلَةً اُخْرٰىۙ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهٰى

Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.” (QS an-Najm: 13-14)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Jibril dengan enam ratus sayap yang memenuhi cakrawala. Artinya, ia memenuhi seluruh cakrawala dan memiliki enam ratus sayap. Tidak ada yang mengetahui kekuatan sayap-sayap tersebut kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Namun, jika sesuatu itu tinggi dan memenuhi cakrawala, itu berarti sesuatu itu sangat besar.

Inilah Jibril yang dilihat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk aslinya sebanyak dua kali. Kadang-kadang, Jibril mendatanginya dalam wujud seorang manusia, seperti yang disebutkan dalam hadis Umar radhiyallahu ‘anhu tentang kisah Jibril. Saat itu, Jibril datang dalam wujud seorang laki-laki dengan rambut yang sangat hitam, pakaian yang sangat putih, tanpa tampak padanya tanda-tanda perjalanan, dan tidak dikenali oleh para sahabat.

Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia telah memberikan kemampuan kepada para malaikat untuk berwujud dalam bentuk manusia, baik atas kehendak mereka sendiri maupun atas kehendak Allah. Allah-lah yang memerintahkan mereka untuk berwujud seperti itu, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Beginilah keadaan para malaikat ‘alaihimussalam. Rincian tentang mereka telah disebutkan dalam Kitab Allah Ta’ala dan dalam Sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, kewajiban kita adalah beriman kepada para malaikat ini dan meyakini bahwa mereka adalah makhluk yang kuat dan perkasa. Allah Ta’ala berfirman kepada mereka dalam Perang Badar:

اَنِّيْ مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۗ سَاُلْقِيْ فِيْ قُلُوْبِ الَّذِيْنَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوْا فَوْقَ الْاَعْنَاقِ وَاضْرِبُوْا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍۗ

Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala-kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (QS al-Anfal: 12)

Para malaikat turut berperang bersama para sahabat dalam Perang Badar. Orang-orang kafir melihat diri mereka tersungkur terkena tebasan pedang di kepala, namun mereka tidak mengetahui siapa yang telah membunuhnya. Yang membunuh mereka adalah para malaikat, karena Allah berfirman kepada mereka:

وَٱضْرِبُوا۟ مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ شَآقُّوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ ۚ وَمَن يُشَاقِقِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَإِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

Maka penggallah kepala-kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.  (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS al-Anfal: 12-13)

Maka, kewajiban kita adalah beriman kepada para malaikat. Siapa saja yang namanya telah kita ketahui, kita beriman kepadanya secara khusus. Adapun siapa saja yang namanya tidak kita ketahui, kita tetap beriman kepadanya secara umum.

Kita juga beriman kepada ibadah-ibadah dan perbuatan-perbuatan para malaikat, selama hal itu sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Kitab dan Sunah. Iman kepada malaikat adalah salah satu dari enam rukun iman.

Barang siapa mengingkari keberadaan mereka, mendustakan mereka, mengatakan bahwa mereka tidak ada, atau berpendapat bahwa mereka hanyalah kekuatan kebaikan semata sementara setan adalah kekuatan keburukan, maka ia telah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama Islam. Hal ini karena ia telah mendustakan Allah, Rasul-Nya, dan ijma’ kaum muslimin.

Telah tersesat suatu kaum dengan kesesatan yang sangat jauh ketika mereka mengingkari adanya malaikat – na’udzu billah. Mereka berkata, “Malaikat hanyalah sekadar kekuatan kebaikan, dan tidak ada sesuatu yang disebut sebagai alam malaikat.”

Jika mereka menyatakan hal tersebut dengan penakwilan, maka wajib bagi kita untuk menjelaskan kepada mereka bahwa penakwilan itu batil dan bahkan merupakan penyimpangan (tahrif). Namun, jika mereka mengatakannya tanpa penakwilan, maka mereka kafir, karena telah mendustakan apa yang disampaikan dalam Kitab dan Sunah, serta apa yang telah disepakati oleh umat tentang keberadaan malaikat.

Allah Maha Kuasa menciptakan alam semesta yang sempurna, yang tidak dapat dirasakan oleh manusia melalui indra mereka yang biasa. Sebagaimana jin ada, dan tidak ada keraguan tentang keberadaan mereka, malaikat pun demikian. Namun demikian, indra lahiriah kita tidak mampu menjangkau mereka sebagaimana kita menjangkau hal-hal yang tampak. Allah Ta’ala memiliki kebijaksanaan yang luar biasa dalam ciptaan-Nya.

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA ALLAH

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA PARA RASUL

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA HARI AKHIR

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA TAKDIR

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Akidah Riyadhush Shalihin