RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA HARI AKHIR

RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA HARI AKHIR

Hari akhir adalah Hari Kiamat. Dinamakan demikian karena tidak ada hari setelah hari akhir.

Manusia mengalami empat fase kehidupan: fase di dalam perut ibunya, fase di dunia, fase di alam barzakh, dan fase di Hari Kiamat yang merupakan fase terakhir. Kerena fase terakhir, maka Hari Kiamat disebut juga hari akhir. Setelah itu, manusia akan menempati Surga atau Neraka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitabnya al-Aqidah al-Washitiyah -sebuah kitab ringkas yang menjelaskan akidah ahli sunah waljamaah dan termasuk buku beliau yang paling baik dalam kepaduan, kejelasan dan kekuatan hujah-, “Termasuk beriman kepada Hari Kiamat adalah beriman dengan segala yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peristiwa apapun yang terjadi setelah kematian.”

Di antaranya adalah beriman kepada pertanyaan di alam kubur. Jika mayit dikuburkan, maka dua malaikat menghampirinya. Mereka mendudukkannya dan bertanya dengan tiga pertanyaan: siapa Rabbmu, apa agamamu, dan siapa nabimu?

Allah akan menuntun orang-orang yang beriman dengan jawaban yang pasti sehingga ia akan menjawab, “Rabbku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan nabiku adalah Muhammad.” Tiba-tiba terdengar suara dari langit. Mereka membentangkan baginya tempat tidur dari Surga, memakaikan kepadanya pakaian dari Surga, dan membukakan untuknya pintu menuju Surga. Kuburnya diperluas sejauh mata memandang. Rohnya naik ke atas Surga dan menyaksikan berbagai kenikmatan di dalamnya.

Adapun orang munafik dan orang kafir akan menjawab, “Aduh, aku tidak tahu. Aku mendengar orang-orang berkata demikian dan demikian, maka aku pun berkata seperti itu.”

Orang munafik atau orang kafir disiksa karena keimanan mereka hanya sampai lisan, tidak masuk ke dalam hati. Mereka mendengar, tetapi tidak memahami maknanya, dan tidak dibukakan pula baginya di dalam kubur. Ini merupakan ujian atau fitnah yang sangat besar bagi manusia. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita berlindung kepada Allah dari azab kubur dalam setiap salat dengan membaca,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab Neraka Jahanam dan dari azab kubur.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Di antaranya adalah beriman kepada nikmat dan azab kubur. Nikmat kubur diperuntukkan bagi orang-orang yang berhak menerima nikmat tersebut, yakni orang-orang yang beriman. Azab kubur diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima azab tersebut. Hal ini telah disebutkan di dalam al-Qur’an, as-Sunnah dan kesepakatan ahli sunah waljamaah.

Dalil dari Kitabullah adalah firman Allah Ta’ala:

الَّذِيْنَ تَتَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ طَيِّبِيْنَ يَقُوْلُوْنَ سَلٰمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), ‘Salamun ‘alaikum. Masuklah kalian ke dalam Surga itu disebabkan apa yang telah kalian kerjakan.” (QS an-Nahl: 31-32)

فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ

Adapun jika ia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh rezeki serta Surga kenikmatan.” (QS al-Waaqiah: 88-89)

Allah Ta’ala berfirman seperti itu untuk menjelaskan keadaan orang yang sedang mengalami sakaratul maut. Jika dia termasuk orang yang dekat kepada Allah, maka dia akan mendapatkan ketentraman, rezeki, dan Surga di waktu yang sama.

Adapun mengenai azab kubur, perhatikanlah firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ قَالَ اُوْحِيَ اِلَيَّ وَلَمْ يُوْحَ اِلَيْهِ شَيْءٌ وَّمَنْ قَالَ سَاُنْزِلُ مِثْلَ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ ۗوَلَوْ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوْنَ فِيْ غَمَرٰتِ الْمَوْتِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَاسِطُوْٓا اَيْدِيْهِمْۚ اَخْرِجُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ اٰيٰتِهٖ تَسْتَكْبِرُوْنَ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah atau yang berkata, ‘Telah diwahyukan kepadaku,’ padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, ‘Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.’ Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), ‘Keluarkanlah nyawa kalian! Di hari ini kalian dibalas dengan siksaan yang menghinakan, karena kalian selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar, dan (karena) kalian selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.’” (QS al-An’am: 93)

Maksud ‘pada hari ini’ adalah pada hari kematian mereka.

Allah Ta’ala berfirman tentang keluarga Fir’aun:

اَلنَّارُ يُعْرَضُوْنَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَّعَشِيًّا ۚوَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ ۗ اَدْخِلُوْٓا اٰلَ فِرْعَوْنَ اَشَدَّ الْعَذَابِ

Kepada mereka diperlihatkan Neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Lalu kepada malaikat diperintahkan), Masukkanlah Fir‘aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras!” (QS Ghafir: 46)

Firman Allah Ta’ala: “Kepada mereka diperlihatkan Neraka pada pagi dan petang” menunjukkan bahwa kejadian itu adalah sebelum Hari Kiamat. Setelah Hari Kiamat dikatakan kepada mereka: “Masukkanlah Fir‘aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras!

Akan tetapi, kita harus memahami bahwa nikmat dan azab ini merupakan perkara gaib yang tidak mungkin kita ketahui. Jika kita mengetahuinya, maka kita tidak akan menguburkan mayat-mayat kita, karena manusia tidak mungkin menguburkan jenazahnya untuk diazab yang teriakannya didengar dan menakutkan. Orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang tidak dapat menjawab pertanyaan kubur akan dipukul dengan palu besi sehingga mereka berteriak dengan teriakan yang didengar oleh segala sesuatu kecuali manusia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الْإِنْسَانَ، وَلَوْ سَمِعَهَا الْإِنْسَانُ لَصَعِقَ

Semua makhluk mendengar teriakannya kecuali manusia. Dan seandainya manusia mendengarnya, ia pasti pingsan.” (HR al-Bukhari)

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْلَا أَنْ لَا تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Seandainya kalian tidak wajib dikuburkan, tentu aku sudah berdoa kepada Allah agar Dia memperdengarkan azab kubur kepada kalian.” (HR Muslim)

Termasuk nikmat Allah adalah kita tidak mengetahui azab kubur secara inderawi. Kita cukup mengimaninya sebagai sesuatu yang gaib.

Selain itu, jika azab kubur dapat disaksikan secara indrawi, tentu di dalamnya ada suara-suara yang menakutkan. Jika kamu melewati kuburan seseorang dan kamu melihatnya sedang diazab dan mendengar rintihannya, tentu kamu akan merasa kasihan kepadanya.

Selain itu, jika azab kubur dapat disaksikan secara indrawi, keluarga mayit dan orang-orang terdekatnya akan mengalami kesedihan dan kegoncangan. Mereka tidak bisa tidur karena mendengar rintihan keluarganya yang diazab siang dan malam di dalam kubur. Tetapi, termasuk nikmat Allah adalah Allah menjadikan semua itu bersifat gaib dan tidak diketahui oleh orang yang hidup.

Mungkin ada yang bertanya, “Aku telah datang ke kuburan Fulan. Aku tidak menemukan bekas-bekas azab kubur di sana.”

Kami katakan, “Azab kubur adalah perkara gaib yang Allah tunjukkan hanya kepada orang yang Dia kehendaki saja.”

Telah diriwayatkan dalam ash-Shahihah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan di Madinah, lalu bersabda,

إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

Sesungguhnya penghuni kedua kuburan ini sedang diazab. Dan tidaklah keduanya diazab karena dosa besar. Adapun salah satu dari mereka (diazab) karena tidak menjaga diri dari air kencingnya, dan yang satunya (diazab) karena mengadu domba.” (HR al-Bukhari)

Allah menunjukkan kepada Nabi-Nya penghuni kedua kuburan itu, bahwa keduanya sedang diazab.

Kesimpulannya bahwa kita harus beriman dengan fitnah kubur, yaitu pertanyaan dua malaikat tentang Rabb, agama, dan Nabi kita. Kita juga harus beriman dengan nikmat dan azab kubur.

Di antara hal yang menunjukkan keimanan kepada Hari Akhir adalah beriman kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari itu, seperti penupan sangkakala. Ketika sangkakala ditiup untuk yang kedua kalinya, roh-roh berhamburan dari sangkakala menuju jasad masing-masing. Kemudian manusia bangkit dari kuburnya guna menghadap Allah Ta’ala dalam keadaan telanjang kaki, tidak memakai baju, tidak berkhitan, dan tanpa harta di tangannya. Seluruh manusia dibangkitkan dalam keadaan seperti ini, termasuk para nabi dan rasul, sebagaimana firman Allah Taala:

كَمَا بَدَأْنَآ اَوَّلَ خَلْقٍ نُّعِيْدُهٗ

Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya.” (QS al-Anbiyaa’: 104)

Sebagaimana manusia pertama kali keluar dari perut ibunya dalam keadaan telanjang, tidak berkhitan, dan tidak mempunyai harta, demikian juga keadaan mereka ketika keluar dari perut bumi pada Hari Kiamat. Semua manusia menghadap Rabb alam semesta. Laki-laki, perempuan, besar, kecil, mukmin, kafir, semuanya menghadap Allah dalam keadaan seperti ini: telanjang kaki, telanjang badan, belum berkhitan, dan melarat tidak punya harta. Meskipun keadaan mereka seperti itu, mereka tidak melihat satu sama lain. Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing sehingga tidak sempat mengurus orang lain.

Bisa jadi, seorang perempuan berada di samping seorang laki-laki, tetapi keduanya tidak saling melihat, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

فَاِذَا جَاۤءَتِ الصَّاۤخَّةُ يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِۙ وَاُمِّهٖ وَاَبِيْهِۙ وَصَاحِبَتِهٖ وَبَنِيْهِۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِ

Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkalala yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya, Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS Abasa: 33-37)

Di antara beriman kepada Hari Kiamat adalah beriman bahwa Allah Ta’ala kelak akan membentangkan bumi dan memanjangkannya sebagaimana memanjangkan tikar. Adapun bentuk bumi kita sekarang adalah bulat, sehingga pada Hari Kiamat nanti akan bersambung selatan dan utara, sebagimana firman Allah Ta’ala:

اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْۙ وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْۙ وَاِذَا الْاَرْضُ مُدَّتْ

Apabila langit terbelah dan patuh kepada Rabbnya, dan sudah semestinya langit itu patuh, apabila bumi diratakan.” (QS al-Insyiqaq: 1-3)

Maknanya bahwa bumi tidak akan dibentangkan, kecuali jika langit terbelah. Dan itu terjadi pada Hari Kiamat. Maka terhamparlah bumi seperti terhamparnya kulit yang telah disamak. Tidak ada padanya bukit, lembah, pohon, bangunan, dan gunung. Semuanya rata.

Pada hari itu manusia digiring di atasnya dalam keadaan seperti yang telah dijelaskan di atas. Bumi dibelah dan matahari didekatkan dengan makhluk hingga jarak antara kepala mereka dan matahari hanya satu mil atau lebih dekat dari itu. Yang jelas, jaraknya sangat dekat dengan kepala. Tetapi kita beriman bahwa di antara manusia ada yang selamat dari panas terik matahari. Mereka adalah orang-orang yang dinaungi Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Mereka terdiri adalah tujuh golongan sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَدْلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Tujuh golongan manusia yang akan Allah naungi dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya: (1) Pemimpin yang adil; (2) Pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah; (3) Laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid; (4) Dua laki-laki yang saling mencintai karena Allah. (Mereka) bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah; (5) Laki-laki yang diajak (berzina) oleh perempuan terhormat dan cantik lalu berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’; (6) Laki-laki yang bersedekah lalu menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah disedekahkan oleh tangan kanannya; (7) Laki-laki yang mengingat Allah dalam kesendirian dengan air mata berlinang.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Sebagian orang menganggap bahwa yang dimaksud dengan naungan di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya adalah bayang-bayang Allah. Ini adalah anggapan yang keliru. Tidak ada yang beranggapan seperti ini kecuali orang-orang bodoh. Manusia berada di bumi, sedangkan naungan adalah naungan dari panas terik matahari. Jika yang dimaksud dengan naungan adalah bayang-bayang Allah, itu berarti matahari berada di atas Allah sehingga Allah berada di antara matahari dan manusia. Ini adalah sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin, karena Allah telah menegaskan bahwa Dia Mahatinggi dari segalanya.

Jadi, yang dimaksud dengan naungan adalah naungan yang diciptakan oleh Allah pada Hari Kiamat untuk menaungi orang-orang yang berhak dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya itu.  Naungan itu dinisbatkan kepada Zat Allah karena pada hari itu tidak ada yang mampu menaungi dengan kekuatan makhluk. Di sana tidak ada bangunan atau apapun yang dapat diletakkan di atas kepala manusia. Naungan itu adalah sesuatu yang diciptakan oleh Allah untuk manusia pada hari itu saja. Oleh karena itu, Allah menisbatkan naungan itu pada diri-Nya.

Di antara peristiwa yang terjadi pada Hari Kiamat adalah pembagian catatan amal, yakni buku catatan amal yang di dalamnya tertulis segala amal manusia selama hidupnya. Allah telah menugaskan dua malaikat kepada setiap orang untuk mengawasinya. Satu malaikat berada di sebelah kanannya, dan malaikat yang lain berada di sebelah kirinya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ اِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيٰنِ عَنِ الْيَمِيْنِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيْدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua malaikat mencatat amalnya. Yang satu duduk di sebelah kanan, dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaf 16-18)

Kedua malaikat itu menuliskan segala yang dilakukan oleh manusia, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Adapun sesuatu yang terlintas dalam hati tidak ditulis, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي مَا وَسْوَسَتْ بِهِ صُدُورُهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَكَلَّمْ

Sesungguhnya Allah memberi kelonggaran kepadaku untuk ummatku apa yang mereka bisikan di dalam hati mereka selama mereka tidak mengerjakannya atau mengucapkannya.” (HR al-Bukhari)

Akan tetapi, semua ucapan dan perbuatan manusia ditulis. Perbuatan baik ditulis di sebelah kanan. Perbuatan buruk ditulis di sebelah kiri. Kedua malaikat mencatat segala yang diperintahkan kepada mereka untuk dicatat. Pada Hari Kiamat nanti setiap orang akan menerima buku catatan itu dan diletakkan pada lehernya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَكُلَّ اِنْسَانٍ اَلْزَمْنٰهُ طٰۤىِٕرَهٗ فِيْ عُنُقِهٖ

Dan setiap manusia telah Kami tetapkan amalnya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. “ (QS al-Isra’: 13)

Dikeluarkan kepadanya buku catatan itu, kemudian dikatakan kepadanya,

اِقْرَأْ كِتَابَكَۗ كَفٰى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيْبًا

Bacalah kitabmu! Cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS al-Isra’: 14)

Ia pun membacanya. Maka jelaslah baginya semua amal yang telah dilakukannya dalam kitab tersebut.

Di antara manusia ada yang mengambil kitab catatan amal dengan tangan kanannya, dan ada yang mengambilnya dengan tangan kirinya dari belakang punggungnya.

Orang yang mengambil kitab catatan amal dengan tangan kanannya berkata kepada orang-orang, “Wahai umat manusia, bacalah catatan amalku ini!” Ia ingin menunjukkan kegembiraan dan kebahagiaan atas nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya.

Adapun orang yang mengambil kitabnya dengan tangan kirinya berkata dengan nada sedih, “Duhai, alangkah baiknya sekiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini).” (QS al-Haqqah: 25)

Di antara kewajiban beriman kepada Hari Kiamat adalah beriman dengan hisab (perhitungan amal), bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala akan menghisab hamba-hamba-Nya sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَاِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ اَتَيْنَا بِهَاۗ وَكَفٰى بِنَا حَاسِبِيْنَ

Dan sekalipun (amalan itu) hanya seberat biji sawi, pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (QS al-Anbiya: 47)

Dan firman Allah Ta’ala:

فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَّسِيْرًا

Maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.” (QS al-Insyiqaq: 8)

Jadi, Allah Ta’ala akan menghisab amal manusia. Hisab orang-orang mukmin adalah hisab yang ringan yang tidak ada masalah di dalamnya. Allah berbicara secara rahasia dengan hamba-hamba-Nya yang mukmin dan melepas penutupnya, menyebutkan dosa-dosanya seraya berfirman, “Ingatkah kamu ini? Ingatkah kamu ini?” Orang mukmin menjawab, “Ya,” dan ia mengakui semua kesalahan itu. Kemudian Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku telah menutupi kesalahanmu di dunia, dan pada hari ini Aku telah mengampuninya untukmu.” Betapa banyak dosa yang ditutupi oleh Allah.

Adapun orang kafir, ia dipanggil dan dipermalukan di hadapan orang-orang yang menyaksikannya, seperti dalam firman Allah, “Orang-orang inilah yang telab berdusta terbadap Rabb mereka. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim.” (QS Hud: 18)

Di antara yang wajib diimani adalah telaga (haud) yang diberikan Allah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu telaga yang airnya berasal dari sungai al-Kautsar, yaitu sungai di Surga yang diberikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ

Sesungguhnya Aku telah memberimu sungai al-Kautsar.” (QS al-Kautsar: 1)

Air sungai al-Kautsar mengalir ke telaga Nabi pada Hari Kiamat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan bahwa air sungai itu lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, dan lebih harum dari minyak kasturi. Gelas-gelasnya seperti bintang-bintang di langit. Luasnya sepanjang perjalanan sebulan. Barangsiapa meminumnya satu kali saja, ia tidak akan merasa haus selamanya.”

Orang yang boleh minum dari telaga ini adalah orang-orang mukmin dari umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang dapat meminumnya. Adapun orang yang tidak beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia akan diusir dari telaga dan tidak boleh minum darinya.

Inilah telaga yang diberikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telaga ini merupakan telaga yang paling besar di antara telaga para nabi lainnya. Setiap nabi memiliki telaga yang akan dijadikan tempat minum bagi umatnya. Telaga-telaga mereka tidak sebesar telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kelak mencapai dua pertiga dari penduduk Surga. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan telaga yang paling besar dan paling luas di antara telaga lainnya.

Di antara yang harus diimani pada Hari Kiamat adalah ash-Shirath, yaitu jembatan yang dibentangkan di atas Neraka Jahanam. Jembatan ini lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Manusia melewati Sirath sesuai dengan amal mereka. Ada yang melewatinya sangat cepat seperti kilat dan ada yang melewatinya sangat lambat. Orang yang mencampuradukkan amal baik dan amal buruk sehingga tidak diampuni oleh Allah akan terpeleset ke dalam Neraka. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu.

Orang-orang berbeda dalam melewati Shirath. Di antara mereka ada yang melewatinya dalam sekejap mata, ada yang melewatinya seperti kilat, ada yang melewatinya seperti angin, ada yang melewatinya seperti kuda pacu, ada yang melewatinya seperti naik unta, ada yang melewatinya dengan merangkak, dan ada yang terlempar ke dalam Jahanam.

Jembatan ini tidak dilewati kecuali oleh orang-orang beriman saja. Adapun orang-orang kafir tidak melewatinya karena mereka langsung dilemparkan ke dalam Neraka. Wallahu a’lam.

Setelah menyeberangi Shirath, mereka berdiri di sebuah jembatan antara Surga dan Neraka. Di sana mereka saling mengkisas. Kisas ini bukan kisas yang terjadi pada Hari Kiamat. Kisas ini –wallahu a’lam– bertujuan agar hati mereka bebas dari rasa marah, dengki, dan dusta sehingga mereka masuk Surga dalam keadaan sempurna. Apabila kisas telah dilaksanakan, maka tidak ada lagi rasa dendam dan dengki. Penduduk Surga tidak akan masuk Surga hingga kisas di antara mereka ditunaikan, supaya mereka masuk Surga dalam keadaan berseri-seri.

Jika mereka telah bersih dan suci, maka mereka diizinkan masuk Surga. Akan tetapi, pintu Surga tidak dibuka bagi siapa pun sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, beliau sendiri memberikan syafaat kepada penduduk Surga agar mereka bisa masuk Surga, sebagaimana beliau telah memberikan syafaat kepada semua makhluk agar diberi keringanan sehingga mereka tidak merasakan kegalauan, kegoncangan, dan kesedihan ketika mereka berhadapan dengan ujian pada Hari Kiamat. Kedua syafaat ini khusus dimiliki oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Orang yang pertama kali masuk Surga adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umat yang pertama kali masuk Surga adalah umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada pun penduduk Neraka, mereka dimasukkan ke dalam Neraka secara acak. Mereka masuk ke dalam Neraka satu umat, kemudian diikuti oleh umat yang lain. Setiap satu umat masuk, mereka akan melaknat umat yang lain.

Umat yang kedua mencela umat yang pertama. Sebagian dari mereka berusaha melepaskan diri dari sebagian yang lain. Ketika mereka tiba di Neraka, mereka mendapati pintu-pintu Neraka terbuka sehingga mereka merasakan azabnya yang pedih. Lalu mereka masuk ke dalam Neraka dan kekal di sana selama-lamanya sampai waktu yang tidak ada akhirnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَظَلَمُوْا لَمْ يَكُنِ اللّٰهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيْقًاۙ اِلَّا طَرِيْقَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗوَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya selamalamanya. Dan yang demikian adalah mudah bagi Allah.” (QS an-Nisa’: 168-169)

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ لَعَنَ الْكٰفِرِيْنَ وَاَعَدَّ لَهُمْ سَعِيْرًاۙ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۚ لَا يَجِدُوْنَ وَلِيًّا وَّلَا نَصِيْرًا يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوْهُهُمْ فِى النَّارِ يَقُوْلُوْنَ يٰلَيْتَنَآ اَطَعْنَا اللّٰهَ وَاَطَعْنَا الرَّسُوْلَا۠ وَقَالُوْا رَبَّنَآ اِنَّآ اَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاۤءَنَا فَاَضَلُّوْنَا السَّبِيْلَا۠ رَبَّنَآ اٰتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيْرًا 

Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (Neraka). Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika wajah mereka dibolak-balikkan dalam Neraka. Mereka berkata, ‘Alangkah baiknya, seandainya kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.’ Dan mereka berkata, ‘Ya Rabb Kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.’” (QS al-Ahzab: 64-68)

Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَاِنَّ لَهٗ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا

Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasulnya, sesungguhnya baginyalah Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS Jin: 23)

Ketiga ayat di atas menegaskan bahwa penduduk Neraka akan kekal di dalamnya selama-lamanya. Tidak seseorang pun boleh berpendapat dengan pendapat yang bertentangan dengan firman Allah. Begitu juga dengan penduduk Surga. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.

Jika ada yang bertanya, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman di dalam surah Hud: ‘Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam Neraka. Di dalamnya mereka mengeluarkan nafas dan menariknya dengan (merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Rabbmu menghendaki yang (lain). Sesungguhnya Rabbmu Mahapelaksana terbadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam Surga. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Rabbmu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.’ (QS Hud: 106-108)

Tentang penghuni Surga Allah berfirman: ‘Sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.’ Tentang penghuni Neraka, Allah berfirman: ‘Rabbmu Mahapelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” Bukankan ini berarti azab penghuni Neraka akan terputus dan tidak abadi?”

Kita katakan, “Tidak.” Ketika penduduk Surga menerima nikmat, maka Allah menjelaskan bahwa nikmat mereka tidak akan terputus. Adapun penduduk Neraka, ketika mereka berhadapan dengan keadilan Allah, Dia berfirman: “Sesungguhnya Rabbmu Mahapelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (QS Hud: 107)

Tidak dijelaskan akibat dari hukumnya. Mungkin Allah menginginkan penduduk Neraka kekal di dalamnya. Itulah pemahaman yang mudah yang berkenaan dengan masalah keimanan dengan Hari Akhir.

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA ALLAH

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA PARA RASUL

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA TAKDIR

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Akidah