AJAL SESEORANG TELAH DITETAPKAN

AJAL SESEORANG TELAH DITETAPKAN

Nash-nash di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah menjelaskan bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan ajal seseorang. Ajal tidak bertambah dengan upaya keras dan kesungguhan orang tersebut dan tidak pula terhalang oleh rasa benci orang tersebut.

Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ. وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

Allah telah menetapkan takdir setiap makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Dan Arsy-Nya di atas air.” (HR Muslim)

Allah Ta’ala menegaskan tentang hakikat ini pada beberapa ayat di dalam al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ اَنْ تَمُوْتَ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ كِتٰبًا مُّؤَجَّلًا

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” (QS Ali Imran: 145)

Syekh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Allah Ta’ala memberitakan bahwa barangsiapa ditetapkan qadhanya untuk mati, maka ia akan mati, walaupun tanpa sebab. Barangsiapa dikehendaki hidup, ia tidak akan binasa sebelum ajalnya tiba, walaupun tertimpa sebab yang memudaratkan jiwanya. Itu karena Allah Ta’ala telah menetapkan qadha dan qadar baginya dan menulisnya hingga waktu yang ditentukan. Apabila ajalnya tiba, maka kematian pasti menimpanya, tidak dapat ditunda dan tidak pula dimajukan.”

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖٓ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍۗ

Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS Fathir: 11)

Sebagian ulama menafsirkan ayat ini sebagai berikut: “Tidak seorang pun yang telah Allah Ta’ala tetapkan berumur panjang melainkan ia akan sampai kepada umur yang telah Allah tetapkan dan takdirkan itu. Ia akan sampai kepada catatan Kitab yang telah Allah tetapkan, tidak melebihi dari apa yang tercatat pada Kitab tersebut. Begitu pula, tidak seorang pun yang telah Allah tetapkan baginya umur pendek kecuali ia akan sampai kepada batas umur yang telah ditetapkan dan dicatat di dalam Kitab tersebut. Ia tidak akan mencapai umur yang lebih dari umur yang telah dicatat itu.”

Sebagian ulama lain berkata, “Makna dari firman-Nya ‘Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang adalah ‘dan apa yang telah Allah tetapkan bagi seseorang berupa ajal, maka ajal itu pasti terjadi dengan tepat, sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan. Maksud firman-Nya ‘dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan)adalah hilangnya umur adalah sedikit demi sedikit atau berkurangnya sisa umur adalah sedikit demi sedikit. Umur keseluruhan, tahun demi tahun, bulan demi bulan, Jumat demi Jumat, hari demi hari, dan jam demi jam hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Semua itu dicatat di sisi Allah Ta’ala di dalam Kitab-Nya.”

Sebagian orang munafik menyangka bahwa dengan tidak ikut berjihad di jalan Allah dan takut menghadapi musuh, mereka akan terhalang dari kematian. Allah Ta’ala membantah prasangka itu dengan firman-Nya:

ثُمَّ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ الْغَمِّ اَمَنَةً نُّعَاسًا يَّغْشٰى طَۤاىِٕفَةً مِّنْكُمْ ۙ وَطَۤاىِٕفَةٌ قَدْ اَهَمَّتْهُمْ اَنْفُسُهُمْ يَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ۗ يَقُوْلُوْنَ هَلْ لَّنَا مِنَ الْاَمْرِ مِنْ شَيْءٍ ۗ قُلْ اِنَّ الْاَمْرَ كُلَّهٗ لِلّٰهِ ۗ يُخْفُوْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ مَّا لَا يُبْدُوْنَ لَكَ ۗ يَقُوْلُوْنَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْاَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هٰهُنَا ۗ قُلْ لَّوْ كُنْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِيْنَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ اِلٰى مَضَاجِعِهِمْ ۚ وَلِيَبْتَلِيَ اللّٰهُ مَا فِيْ صُدُوْرِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ

Mereka berkata, ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.’ Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, ‘Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.’ Katakanlah, ‘Sekiranya kalian berada di rumah-rumah kalian, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan mati terbunuh ke luar (juga) menuju mereka terbunuhnya.’ Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dada kalian dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hati kalian. Allah Mahamengetahui isi hati.” (QS Ali Imran: 154)

Oleh karena itu, kenyataan membuktikan bahwa orang-orang yang terbunuh karena lari dari peperangan lebih banyak daripada yang terbunuh karena berani menghadapi peperangan.

Sedangkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahminya.” (Muttafaq ‘alaih)

al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata, “Ajal tidak dapat bertambah dan tidak dapat pula berkurang, karena ajal telah ditetapkan di dalam ilmu Allah Ta’ala. Oleh karena itu, maksud dari dipanjangkan umur dalam hadis tersebut adalah kebaikannya terus diingat dan disebut-sebut setelah ia meninggal, seakan-akan ia belum meninggal. Ini adalah pendapat pertama. Pendapat yang lain adalah bahwa panjang umurnya telah diketahui dan ditakdirkan oleh Allah Ta’ala. Yakni, jika ia menyambung silaturahmi, maka ajalnya akan demikian. Jika ia tidak menyambung silaturahmi, maka ajalnya akan demikian. Di dalam ilmu Allah Ta’ala ia pasti akan melakukan salah satu dari dua keadaan itu, sebagaimana yang telah dicatat di dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh).”

Baca juga: KEDATANGAN MALAIKAT MAUT SAAT KEMATIAN

Baca juga: AMALAN TERGANTUNG AKHIRNYA

Baca juga: REZEKI TELAH DITETAPKAN DAN DITULISKAN

Rujukan:

1. Dr Amin bin ‘Abdullah asy-Syaqawi, ad-Durar al-Muntaqa min al-Kalimat al-Mulqa Durusun Yaumiyyah,

2. Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Lathif al-Mannan fi Khulashah Tafsir al-Qur’an,

3. Ibnu Katsir, Tafsiri Ibnu Katsir.

Kelembutan Hati