Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka mendapat siksa yang pedih.” (QS asy-Syura: 42)
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللّٰهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظّٰلِمُوْنَ ەۗ اِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيْهِ الْاَبْصَارُ مُهْطِعِيْنَ مُقْنِعِيْ رُءُوْسِهِمْ لَا يَرْتَدُّ اِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ ۚوَاَفْـِٕدَتُهُمْ هَوَاۤءٌ
“Dan janganlah engkau mengira bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas (memenuhi panggilan) dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip dan hati mereka kosong.” (QS Ibrahim: 42-43)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa menipu kami, maka dia bukan golongan kami.” (HR Muslim dan Ahmad)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ. وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ. وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawaban. Seorang kepala negara adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggung-jawaban. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung-jawaban. Seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggung-jawaban. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan dimintai pertanggung-jawaban. Sungguh, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawaban.” (Muttafaq ‘alaih)
Ketahuilah bahwa jabatan dan kekuasaan adalah beban dan amanah yang dipikul oleh seseorang. Jika ia bagus dan bersungguh-sungguh mengembannya, maka ia akan menerima kebaikan dan pahala yang sangat besar. Dalam hal ini cukup sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu (di antaranya adalah) pemimpin yang adil…” (Muttafaq ‘alaih)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ، وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar cahaya di sebelah kanan Yang Mahapengasih lagi Mahaperkasa dan Mahaagung, sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan, yaitu orang-orang yang adil dalam hukum, adil dalam keluarga, dan adil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.” (HR Muslim)
Seorang pemimpin tidak akan mendapatkan kedudukan ini kecuali yang terlepas dari ketamakan jiwa, adil, bersungguh-sungguh dalam menghilangkan kezaliman terhadap sesama manusia, serta berbuat ihsan dan lemah lembut kepada mereka.
Kapan saja seorang pemimpin atau pejabat berbuat buruk, asal-asalan dalam memimpin, memanfatkan kedudukannya untuk kepentingan syahwat, maka jabatan itu akan menjadi bencana baginya. Dia akan merugi dengan kerugian yang sangat besar. Cukup sebagai peringatan keras bagi seorang pemimpin atau pejabat adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Tiada seorang hamba yang Allah jadikan pemimpin atas rakyatnya yang ketika meninggal menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan Surga baginya.” (Muttafaq alaih)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak memberi jabatan atau kekuasaan kepada orang yang memintanya atau sangat berambisi untuk menjadi pejabat. Beliau khawatir para sahabat berambisi untuk menjadi pejabat. Oleh kerena itu, beliau memperingatkan para sahabat bahwa jabatan atau kekuasaan dapat menjadi penyesalan. Beliau bersabda,
إنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإمَارَةِ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَةِ. فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ الْفَاطِمَةُ
“Sesungguhnya suatu saat kalian akan sangat menginginkan jabatan, padahal jabatan akan menjadi penyesalan pada Hari Kiamat. Maka ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan.” (HR al-Bukhari)
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku bersama dua orang kaumku menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah seorang di antara mereka berkata, “Jadikanlah kami pejabat, wahai Rasulullah?” Orang kedua juga mengatakan hal yang sama.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّا لَا نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ وَلَا مَنْ حَرَصَ عَلَيْهِ
“Kami tidak akan mempercayakan jabatan kepada orang yang memintanya, dan tidak juga kepada orang yang berambisi untuk menjadi pejabat.” (HR al-Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang meminta jabatan atau kekuasaan karena beliau tahu bahwa jabatan atau kekuasaan sangat memberatkan. Sangat sedikit orang yang mampu memenuhi kewajiban sebagai pejabat atau pemimpin. Oleh kerena itu, beliau bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu ‘anhu,
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ. فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ، وُكِلْتَ إِلَيْهَا. وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ، أُعِنْتَ عَلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta jabatan, sebab jika engkau diberi (jabatan) karena meminta, engkau akan ditelantarkan, dan jika engkau diberi jabatan tanpa meminta, maka engkau akan ditolong.” (Muttafaq alaih)
Hadis ini menunjukkan bahwa barangsiapa diserahi jabatan tanpa meminta, maka ia akan ditolong dari sisi Allah. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah Ta’ala berkenaan dengan orang-orang yang ada di bawahnya.
Ketika dalam jabatan terdapat kemungkaran berupa zalim terhadap hak orang-orang, maka Nabi shallallahu ‘alaihi we sallam memperingatkannya dari kezaliman.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau bersabda kepadanya,
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Waspadalah terhadap doa orang yang dizalimi, karena tidak ada tabir antara dia dan Allah.” (Muttafaq alaih)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk orang yang menyulitkan umatnya dan orang yang memperlakukan umatnya dengan baik,
اللَّهُمَّ، مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ. وَمَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ
“Ya Allah, barangsiapa mengurus perkara umatku kemudian mempersulit mereka, maka persulitlah dia. Barangsiapa mengurus perkara umatku kemudian memperlakukan mereka dengan baik, maka perlakukanlah mereka dengan baik.” (HR Muslim)
Baca juga: JABATAN ADALAH PENYESALAN DI HARI KIAMAT
Baca juga: PEMIMPIN YANG ADIL
Baca juga: SATU HAKIM MASUK SURGA, DUA HAKIM MASUK NERAKA
(Fuad bin Abdul ‘Aziz asy-Syalhub)