Islam mensyariatkan walimah, yaitu perjamuan yang diselenggarakan oleh seseorang pada hari pernikahannya. Islam telah menetapkan beberapa adab berkaitan dengan walimah. Adab ini sepatutnya dijaga oleh setiap orang agar walimah mendatangkan pahala dan orang-orang yang hadir tidak terjatuh ke dalam perkara-perkara yang dilarang oleh syariat. Di antara adab menghadiri undangan walimah adalah sebagai berikut:
1. Wajib Menghadiri Undangan bagi yang Diundang
Hadis-hadis yang sahih menunjukkan wajibnya memenuhi undangan walimah, di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ، فَلْيَأْتِهَا
“Apabila salah seorang dari kalian diundang ke acara walimah (perjamuan), hendaklah ia mendatanginya.” (HR al-Bukhari, Muslim, dan Malik)
Demikian pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ عُرْسٍ، فَلْيُجِبْ
“Apabila salah seorang dari kalian diundang ke walimah urusy (perjamuan untuk pernikahan), hendaklah ia mendatanginya.” (HR Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
اِئْتُوْا الدَّعْوَةَ إِذَا دُعِيْتُمْ
“Datangilah undangan jika kalian diundang.” (HR Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ، فَلْيُجِبْ، عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ
“Apabila salah seorang saudara kalian mengundang saudaranya (seiman), maka hendaklah ia mendatanginya, baik undangan pernikahan ataupun yang lainnya.” (HR Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ دُعِيَ إِلَى عُرْسٍ أَوْ نَحْوِهِ، فَلْيُجِبْ
“Barangsiapa diundang ke walimah ursy atau undangan lainnya, hendaklah ia mendatanginya.” (HR Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّعْوَةَ، فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Barangsiapa tidak mendatangi undangan, sungguh ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.” (HR Muslim)
Seluruh hadis di atas menunjukkan wajibnya menghadiri undangan walimah, bahkan undangan selainnya, berdasarkan salah satu redaksi hadis di atas.
Tidak diragukan lagi bahwa memenuhi undangan berpengaruh besar terhadap perasaan pihak yang mengundang, yakni menumbuhkan kasih sayang dan melanggengkan cinta. Adapun tidak mendatangi undangan dapat menyakiti perasaannya, menyulut kemarahannya, dan mungkin menghancurkan kasih sayang di antara kedua belah pihak.
Kewajiban mendatangi undangan ini berlaku apabila ia diundang secara pribadi atau atas namanya. Wajib pula hadir walaupun undangan dikirim melalui surat, selama undangan itu khusus ditujukan kepadanya. Adapun undangan yang bersifat umum atau kolektif, maka tidak ada keharusan mendatanginya. Wallahu a’lam.
2. Orang yang Berpuasa Mendatangi Undangan
Orang yang diundang ke pesta pernikahan sementara ia sedang berpuasa wajib mendatangi dan menghadiri walimah tersebut. Ia boleh duduk bersama undangan lainnya dan mendoakan pihak yang mengundang tanpa harus ikut makan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ، وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ
“Apabila salah seorang dari kalian diundang, hendaklah ia mendatanginya. Apabila ia sedang berpuasa, hendaklah ia mendoakannya. Apabila ia tidak berpuasa, maka silakan ia makan.” (HR Muslim)
Begitu pula, orang yang tidak berpuasa hendaklah menghadiri undangan. Ketika menghadirinya, terserah padanya. Ia boleh makan atau tidak makan.
Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ شَاءَ طَعِمَ، وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ
“Apabila salah seorang dari kalian diundang makan, hendaklah ia mendatanginya. Jika ia mau, ia bisa memakannya. Jika ia mau, ia bisa meninggalkannya.” (HR Muslim)
Adapun tidak mendatangi undangan dapat mengecewakan orang yang mengundang, sebagaimana telah dijelaskan di atas.
3. Tidak Menghadiri Undangan Walimah yang Berisi Kemungkaran
Jika walimah berisi kemungkaran dan keharaman, misalnya orang yang dundang hanya orang-orang kaya, campur baur laki-laki dan perempuan, musik dan nyanyian cabul, serta permainan yang diharamkan, maka orang yang diundang tidak boleh menghadirinya.
al-Hafizh Ibnu Abdil Bar rahimahullah berkata, “Tidak ada perselisihan mengenai wajibnya mendatangi undangan walimah bagi yang diundang jika tidak ada di dalamnya permainan (yang diharamkan).”
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika diundang walimah yang di dalamnya terdapat kemungkaran, seperti khamar, seruling, dan gendang, sedangkan ia mampu menentang dan menghilangkan kemungkaran itu, maka ia wajib hadir dan menghilangkan kemungkaran. Dengan demikian, ia telah mengerjakan dua kewajiban sekaligus, menghadiri undangan saudara semuslim dan menghilangkan kemungkaran. Jika ia tidak mampu menentangnya, maka ia tidak boleh hadir. Jika ia tidak mengetahui kemungkaran kecuali saat sudah hadir pada acara walimah, maka ia harus menghilangkan kemungkaran itu. Jika ia tidak mampu melakukannya, hendaklah ia pulang.”
Di antara dalil yang menunjukkan larangan menghadiri undangan jika terdapat kemungkaran di dalamnya adalah riwayat yang menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengundang seorang laki-laki. Ia pun membuatkan makanan untuknya. Kemudian, Fathimah radhiyallahu ‘anha berkata, “Alangkah baiknya apabila kita juga mengundang Rasulullah untuk makan bersama.”
Mereka pun mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan meletakkan tangannya pada tiang pintu, beliau melihat qiram (tirai berhias) terbentang di salah satu sisi rumah. Beliau pun pergi. Fathimah berkata kepada Ali, “Susullah Rasulullah. Tanyakanlah, mengapa beliau pergi?” Ali pun menyusul Rasulullah dan bertanya kepada beliau, “Wahai, Rasulullah, apa yang membuatmu pergi?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
إِنَّهُ لَيْسَ لِي أَوْ لِنَبِيّ أَنْ يَدْخُلَ بَيْتًا مُزَوَّقًا
“Tidak pantas bagiku atau seseorang memasuki rumah yang berhias (dindingnya).” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan selain keduanya. Lihat Shahih Sunan Abi Dawud)
al-Khaththabi rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadis tersebut, “Hadis ini merupakan dalil bahwa barangsiapa diundang ke sebuah acara yang berisi perkara sia-sia dan mungkar, maka kewajibannya adalah tidak menghadiri undangan tersebut.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dapat dipahami dari hadis ini bahwa kemungkaran di dalam sebuah rumah adalah penghalang masuk ke dalamnya.”
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang mengetahui bahwa dalam sebuah acara walimah terdapat kemungkaran, tetapi ia tidak melihat dan mendengarnya karena jauh dari tempat ia duduk, atau mereka menyembunyikannya sewaktu ia hadir. Imam Ahmad menjawab, “Aku berharap ia tidak berdosa jika tidak menghadirinya. Demikian pula, aku berharap ia tidak berdosa jika ia menghadirinya.”
Ibnu Qudamah rahimahullah mengomentari perkataan tersebut, “Beliau menggugurkan kewajiban tersebut karena kehormatan tuan rumah telah jatuh disebabkan mengadakan kemungkaran. Selain itu, bukanlah penghalang untuk menghadirinya bilamana orang yang diundang tidak melihat dan tidak mendengar kemungkaran.”
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Aku mengadakan pesta perkawinan pada masa ayahku. Ayahku mengundang banyak orang. Di antaranya adalah Abu Ayyub. Mereka telah menghias rumahku dengan tirai berwarna hijau. Abu Ayyub berkata, ‘Wahai Abu Abdullah, apakah engkau memberi tirai dinding?’ Dengan malu-malu ayahku berkata, ‘Kaum perempuan telah menguasai kami, wahai Abu Ayyub.’ Abu Ayyub berkata, ‘Aku mengkhawatirkan orang-orang dikuasai oleh kaum perempuan. Bukan dirimu.’ Kemudian dia berkata, ‘Aku tidak akan mencicipi hidangan kalian dan tidak akan masuk ke dalam rumah kalian.’ Setelah itu, dia pun pergi.” (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi. al-Haitsami berkata dalam Majma’uz Zawa-id, “Perawinya adalah perawi kitab ash-Shahih.”)
Barangsiapa mengetahui bahwa undangan walimah berisi kemungkaran, seperti musik, nyanyian cabul, campur baur laki-laki dan perempuan, perempuan-perempuan yang membuka aurat, minuman yang memabukkan, maka ia tidak boleh menghadirinya sama sekali, kecuali dengan kehadirannya ia mampu mencegah semua itu.
Baca juga: ADAB MENYELENGGARAKAN WALIMAH (RESEPSI)
Baca juga: MEMENUHI UNDANGAN
Baca juga: MAKRUH HUKUMNYA MINUM SAMBIL BERDIRI
Baca juga: ALAT MUSIK MERAJALELA DAN DIHALALKAN
(Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada)