MENYENTUH ALAT KELAMIN TIDAK MEMBATALKAN WUDHU

MENYENTUH ALAT KELAMIN TIDAK MEMBATALKAN WUDHU

78. Dari Thalq bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Seorang laki-laki bertanya, “Aku menyentuh alat kelaminku,” atau ia berkata, “Seorang laki-laki menyentuh alat kelaminnya dalam shalat. Apakah ia harus berwudhu?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا، إِنَّمَا هُوَ بِضْعَةٌ مِنْكَ

Tidak, sesungguhnya itu hanyalah bagian dari tubuhmu.” (Diriwayatkan oleh lima imam dan disahihkan oleh Ibnu Hibban. Ibnu al-Madini berkata, “Hadis ini lebih baik daripada hadis Busrah.”

79. Dari Busrah binti Shafwan radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

Barang siapa menyentuh alat kelaminnya, hendaklah ia berwudhu.” (Diriwayatkan oleh lima imam dan disahihkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban. al-Bukhari berkata, “Hadis ini adalah yang paling sahih dalam bab ini.”

PENJELASAN

Penulis rahimahullah menyebutkan dua hadis ini dalam pembahasan tentang batalnya wudhu karena menyentuh alat kelamin laki-laki.

Hadis pertama adalah hadis Thalq bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang seorang laki-laki yang menyentuh alat kelaminnya dalam shalat, apakah ia harus berwudhu? Maka beliau bersabda, “Tidak, sesungguhnya itu hanyalah bagian dari tubuhmu.”

Menyentuh dilakukan dengan tangan dan tanpa penghalang, karena menyentuh tanpa tangan tidak disebut menyentuh, dan menyentuh dengan penghalang juga tidak disebut menyentuh karena adanya penghalang.

Dalam hadis pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang menyentuh alat kelamin, apakah harus berwudhu? Beliau menjawab, “Tidak.”

Kata “أعليه” berarti “apakah wajib atasnya”, karena kata “على” menurut para ulama ushul fiqh menunjukkan kewajiban. Jika dikatakan “atasmu melakukan ini”, maka artinya itu wajib atasmu. Maka pertanyaan di sini adalah: Apakah wajib bagi seorang laki-laki untuk berwudhu jika ia menyentuh alat kelaminnya? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak.”

Kemudian beliau memberikan alasan yang tetap dan tidak berubah dengan bersabda, “Sesungguhnya itu hanyalah bagian dari tubuhmu.” Artinya, itu adalah bagian dari tubuhmu. Maka sebagaimana seseorang jika menyentuh tangannya, kakinya, kepalanya, telinganya, atau anggota tubuh lainnya, wudhunya tidak batal, demikian pula jika ia menyentuh alat kelaminnya, maka wudhunya tidak batal, karena itu hanyalah bagian dari tubuhnya seperti anggota tubuh lainnya.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa jika seseorang menyentuh alat kelaminnya dengan cara yang tidak biasa dalam menyentuh anggota tubuh lainnya, seperti menyentuhnya karena syahwat, maka hukumnya berbeda.

Oleh karena itu, para ulama rahimahumullah berselisih pendapat dalam masalah ini: Jika seseorang menyentuh alat kelaminnya, apakah wudhunya batal atau tidak?

Di antara mereka ada yang berkata bahwa wudhu batal jika seseorang menyentuh alat kelaminnya dengan tangannya. Mereka bahkan berlebihan dalam hal ini hingga mengatakan bahwa jika seseorang menyentuhnya tanpa sengaja —seperti seseorang yang ingin menaikkan celananya lalu memegang alat kelaminnya tanpa sengaja— maka ia tetap harus berwudhu.

Di antara mereka ada yang berkata bahwa seseorang tidak wajib berwudhu jika menyentuh alat kelaminnya dalam keadaan apa pun, bahkan jika karena syahwat, selama tidak keluar sesuatu darinya. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, sesungguhnya itu hanyalah bagian dari tubuhmu.”

Di antara mereka ada yang berkata bahwa jika seseorang menyentuh alat kelaminnya bukan karena syahwat, maka wudhunya tidak batal. Tetapi, jika menyentuhnya karena syahwat, maka ia harus berwudhu sebagai bentuk kehati-hatian. Sebab, menyentuhnya di sini tidak seperti menyentuh anggota tubuh lainnya, karena dilakukan dengan syahwat, sementara syahwat dapat mengguncang tubuh. Mungkin saja sesuatu keluar dari dirinya tanpa ia sadari. Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadis Busrah binti Shafwan radhiyallahu ‘anha, “Barang siapa menyentuh alat kelaminnya, hendaklah ia berwudhu.”

Dengan ini, kita dapat mengompromikan antara hadis Thalq bin ‘Ali dan hadis Busrah, yaitu bahwa jika seseorang menyentuh alat kelaminnya sebagaimana ia menyentuh anggota tubuh lainnya, maka wudhunya tidak batal karena tidak ada perbedaan. Tetapi, jika ia menyentuhnya dengan sentuhan khusus, yaitu sentuhan yang menimbulkan syahwat, maka wudhunya batal. Dan inilah pendapat yang paling mendekati kebenaran dalam masalah ini

Sebagian ulama mengatakan bahwa hadis Busrah bersifat anjuran (sunah), sedangkan hadis Thalq bersifat kewajiban. Artinya, menyentuh alat kelamin tidak mewajibkan wudhu, tetapi dianjurkan berwudhu. Dengan demikian, perintah dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa menyentuh alat kelaminnya, hendaklah ia berwudhu.” tidak lagi menunjukkan kewajiban, melainkan anjuran. Hal ini berdasarkan hadis Thalq bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan sebelumnya, di mana ketika ditanya, “Apakah ia harus berwudhu?” Beliau menjawab, “Tidak,” yang berarti tidak wajib, tetapi sunah.

Tetapi pendapat pertama lebih sahih, yaitu bahwa jika seseorang menyentuh alat kelaminnya dengan syahwat, maka wajib berwudhu. Namun, jika menyentuhnya tanpa syahwat, maka tidak wajib, tetapi jika ia berwudhu, maka itu lebih baik. Hal ini berlaku jika ia sengaja menyentuhnya. Namun, jika ia tidak sengaja menyentuhnya, maka wudhunya tidak batal, dan tidak ada masalah dalam hal ini. Contohnya adalah seseorang yang ingin menaikkan celananya lalu menyentuh alat kelaminnya tanpa sengaja, maka wudhunya tidak batal karenanya.

Baca juga: MENYENTUH PEREMPUAN TIDAK MEMBATALKAN WUDHU

Baca juga: APAKAH MENYENTUH KEMALUAN MEMBATALKAN WUDHU?

Baca juga: KISAH ABU BAKR – NASIHAT YANG MENYENTUH DAN KETEGUHAN DALAM MENGHADAPI KESULITAN

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Bulughul Maram Fikih