Dari Abu Shirmah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ضَارَّ مُسْلِمًا ضَارَّهُ اَللَّهُ، وَمَنْ شَاقَّ مُسَلِّمًا شَقَّ اَللَّهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa menimpakan kemudaratan kepada seorang muslim, pasti Allah akan menimpakan kemudaratan kepadanya. Barangsiapa menimpakan kesulitan kepada seorang muslim, pasti Allah akan menimpakan kesulitan kepadanya.” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi. Dihasankan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi)
PENJELASAN
1️⃣ Menyakiti seorang muslim dan yang lainnya tanpa alasan yang dibenarkan adalah perkara yang diharamkan, baik dilakukan terhadap badan, kehormatan, harta, anak, keluarga atau apa saja yang dapat mendatangkan mudarat bagi orang yang disakiti tersebut. Oleh karena itu, barangsiapa menimpakan kemudaratan kepada seorang muslim atau dzimmi atau orang kafir yang telah terikat janji damai dengannya, pasti Allah akan membalas mereka dengan balasan yang sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan.
2️⃣ Diriwayatkan dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.” (HR Ahmad)
Hadis ini oleh para ulama dijadikan kaidah fikih yang padanya terdapat cabang-cabang dalam banyak persoalan fikih.
Maksud dari hadis ini adalah meniadakan segala bentuk kemudaratan, baik dengan memulainya atau sebagai bentuk balasan dari orang yang lebih dahulu memulai hal tersebut.
Jadi, hadis ini pada hakikatnya memiliki pengertian yang sama dengan hadis yang tengah dibahas. Keduanya menunjukkan diharamkannya segala bentuk kemudaratan, karena hal itu merupakan perbuatan zalim yang telah Allah Ta’ala haramkan atas diri-Nya dan seluruh makhluk-Nya.
3️⃣ Kemudaratan yang dilakukan kepada seseorang dengan alasan yang benar adalah kemudaratan yang boleh. Contohnya adalah menegakkan hukum (kisas) atas seorang yang berbuat keji, dan melakukan pemaksaan terhadap orang yang telah mengambil hak saudaranya agar ia mengembalikannya.
4️⃣ Kemudaratan yang diharamkan adalah kemudaratan yang diniatkan. Adapun jika kemudaratan itu bukan kemudaratan yang diniatkan, maka hal itu tidak diharamkan.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Kemudaratan yang diharamkan adalah ketika seseorang meniatkan suatu pekerjaan yang ia lakukan agar seseorang mendapatkan mudarat dari pekerjaannya itu.”
Adapun jika ia melakukan kemudaratan dengan tujuan lain yang tidak akan tercapai kecuali dengan melakukannya, maka hal itu tidak termasuk perbuatan mudarat yang diharamkan. Di antara contoh hal itu adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pemilik pohon kurma yang rantingnya masuk ke halaman kebun orang lain. Ketika pemilik kebun meminta agar pemilik pohon kurma membiarkan bagian pohon kurma yang masuk ke kebunnya menjadi miliknya, pemilik pohon kurma tidak setuju. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada pemilik kebun, “Engkau adalah pihak yang dirugikan.” (HR Abu Dawud)
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh pemilik kurma memotong bagian kurma yang menjorok ke pekarangan pemilik kebun.
Riwayat ini menjelaskan bahwa seseorang tidak diberi keluasan untuk melakukan suatu mudarat yang diharamkan.
Baca juga: TIDAK BOLEH MEMUDARATKAN DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN
Baca juga: TIDAK MEMUDARATKAN APA YANG ADA DI BUMI DAN DI LANGIT
Baca juga: JUJUR DALAM UCAPAN DAN PERBUATAN
(Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam)