JUJUR DALAM UCAPAN DAN PERBUATAN

JUJUR DALAM UCAPAN DAN PERBUATAN

Kejujuran (ash-shidq) adalah kesesuaian antara berita dan kenyataan. Inilah inti dari kejujuran dalam penyampaian informasi. Jika kamu menyampaikan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan, maka itu disebut kejujuran. Misalnya, jika kamu berkata, “Hari ini adalah hari Ahad,” dan memang hari ini adalah hari Ahad, maka itu adalah kejujuran. Sebaliknya, jika kamu berkata, “Hari ini adalah hari Senin,” padahal hari ini adalah hari Ahad, maka itu adalah kebohongan. Jadi, berita yang sesuai dengan kenyataan adalah kejujuran, sedangkan yang bertentangan dengan kenyataan adalah kebohongan.

Sebagaimana kejujuran terdapat dalam ucapan, kejujuran juga terdapat dalam perbuatan.

Kejujuran dalam perbuatan terjadi ketika batin seseorang sesuai dengan apa yang tampak di luar. Ketika seseorang melakukan suatu perbuatan, perbuatan tersebut sejalan dengan apa yang ada di dalam hatinya. Contohnya, seorang yang riya tidak jujur, karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang beribadah, padahal kenyataannya tidak demikian. Orang yang menyekutukan Allah juga tidak jujur, karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal kenyataannya berbeda. Orang munafik tidak jujur, karena dia menampakkan keimanan, padahal dia sebenarnya tidak beriman. Orang yang melakukan bid’ah juga tidak jujur, karena dia menampakkan seolah-olah mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal sebenarnya tidak demikian.

Intinya, kejujuran adalah kesesuaian antara berita dan kenyataan, dan itu merupakan salah satu ciri orang-orang yang beriman. Sebaliknya, dusta adalah salah satu ciri orang-orang munafik – Kita berlindung kepada Allah dari sifat tersebut -. Selanjutnya, disebutkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hal ini.

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kalian dengan orang-orang yang benar.” (QS at-Taubah: 119)

Ayat ini turun setelah menyebutkan kisah tiga orang yang tertinggal dari Perang Tabuk, di mana salah satu dari mereka adalah Ka’ab bin Malik, sebagaimana telah disebutkan dalam hadis sebelumnya.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dari Perang Tabuk, tiga orang ini yang tertinggal tanpa alasan yang sah memberitahu beliau bahwa mereka tidak memiliki alasan untuk absen. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan mereka, yaitu membiarkan mereka tanpa memberikan hukuman langsung.

Makna dari firman Allah Ta’ala:

فَلَوْ صَدَقُوا اللّٰهَ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ

“…dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan.” (QS at-Taubah: 118) adalah bahwa mereka ditangguhkan, belum diputuskan urusannya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dari Perang Tabuk, orang-orang munafik datang kepada beliau untuk meminta maaf dan bersumpah atas nama Allah bahwa mereka memiliki alasan yang sah. Kemudian, Allah Ta’ala menurunkan ayat ini:

سَيَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ لَكُمْ اِذَا انْقَلَبْتُمْ اِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوْا عَنْهُمْ ۗ فَاَعْرِضُوْا عَنْهُمْ ۗ اِنَّهُمْ رِجْسٌۙ وَّمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاۤءً ۢبِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ يَحْلِفُوْنَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ ۚفَاِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يَرْضٰى عَنِ الْقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ

Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka jahanam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.” (QS at-Taubah: 95-96)

Adapun tiga orang ini, mereka jujur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dengan jujur mengakui bahwa mereka tertinggal tanpa alasan yang sah. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menangguhkan mereka selama lima puluh malam,

حَتَّىٰٓ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ ٱلْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنفُسُهُمْ وَظَنُّوٓا۟ أَن لَّا مَلْجَأَ مِنَ ٱللَّهِ إِلَّآ إِلَيْهِ

…hingga ketika bumi yang luas terasa sempit bagi mereka, dan jiwa mereka pun terasa sempit, dan mereka mengira bahwa tidak ada tempat berlindung dari (siksa) Allah kecuali kepada-Nya,” (QS at-Taubah: 118). Kemudian, Allah menurunkan ayat yang menyatakan penerimaan tobat mereka.

Kemudian Dia (Allah) berfirman setelah itu:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan jadilah bersama orang-orang yang jujur.” (QS at-Taubah: 119), maka Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman untuk bertakwa kepada-Nya dan bersama orang-orang yang jujur, bukan bersama orang-orang yang berdusta.

Allah Ta’ala berfirman:

وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلصَّٰدِقَٰتِ

Dan laki-laki yang jujur dan perempuan yang jujur.” (QS al-Ahzab: 35), ini adalah bagian dari ayat panjang yang disebutkan dalam Surah al-Ahzab, yaitu:

إِنَّ ٱلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَٰتِ وَٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ

Sesungguhnya laki-laki muslim dan perempuan muslim, laki-laki mukmin dan perempuan mukmin,” hingga Allah berfirman:

وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلصَّٰدِقَٰتِ

Dan laki-laki yang jujur dan perempuan yang jujur,” hingga Allah berfirman:

أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)

Allah menyebutkan laki-laki dan perempuan yang jujur dalam konteks pujian, serta menjelaskan pahala besar yang akan mereka terima.

Allah Ta’ala berfirman:

فَلَوْ صَدَقُوا اللّٰهَ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْۚ

Padahal jika mereka benar-benar (beriman) kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS Muhammad: 21)

Artinya, jika mereka berinteraksi dengan Allah dengan kejujuran, itu akan lebih baik bagi mereka. Namun, mereka berinteraksi dengan Allah dengan kebohongan, sehingga mereka menjadi munafik, menampakkan sesuatu yang berbeda dari apa yang ada di hati mereka. Mereka juga berinteraksi dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebohongan, menampakkan diri seolah-olah mengikuti beliau padahal sebenarnya mereka menyelisihinya. Jika mereka jujur kepada Allah dengan hati, perbuatan, dan ucapan mereka, itu akan lebih baik bagi mereka. Namun, karena mereka berdusta kepada Allah, hal itu justru menjadi buruk bagi mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

لِيَجْزِيَ اللّٰهُ الصّٰدِقِيْنَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنٰفِقِيْنَ اِنْ شَاۤءَ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ

Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka.” (QS al-Ahzab: 24)

Di sini Allah Ta’ala berfirman: “Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya.” Ini menunjukkan bahwa kejujuran adalah perkara yang sangat besar dan merupakan jalan untuk mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, kita harus jujur, menjadi orang yang terus terang, dan tidak menyembunyikan perkara dari orang lain karena basa-basi atau riya’. Sayangnya, banyak orang ketika ditanya tentang sesuatu yang telah mereka lakukan dan merasa tidak nyaman, mereka akan berbohong dan berkata, “Saya tidak melakukannya.”

Mengapa demikian? Apakah kamu tidak merasa malu kepada makhluk tetapi berani menantang Pencipta dengan kebohongan? Katakanlah yang sebenarnya dan jangan pedulikan siapa pun. Jika kamu membiasakan diri dengan kejujuran, maka di masa depan kamu akan memperbaiki keadaanmu. Namun, jika kamu terbiasa berbohong, menyembunyikan kebenaran dari orang lain, dan terus berbohong, maka kamu akan tetap berada dalam kesesatanmu. Sebaliknya, jika kamu jujur, kamu akan memperbaiki arah dan jalur hidupmu.

Maka, hendaklah kamu bersikap jujur dalam segala hal, baik yang menjadi hakmu maupun kewajibanmu, sehingga kamu termasuk dalam golongan orang-orang yang jujur. Allah telah memerintahkan agar kamu berada bersama mereka:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَكُونُوا۟ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan jadilah bersama orang-orang yang jujur.” (QS at-Taubah: 119)

Baca juga: KEJUJURAN MEMBAWA KEPADA KEBAIKAN

Baca juga: KEJUJURAN DAN KEBOHONGAN

Baca juga: MEWASPADAI ORANG-ORANG MUNAFIK

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati Riyadhush Shalihin