Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وإنَّ الْبِرَّ يَهدِي إِلَى الْجَنَّةِ. وإنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke Surga. Sesungguhnya seseorang selalu jujur sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat at-Tirmidzi,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ. فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ. وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
“Hendaklah kalian jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, sedangkan kebaikan membawa ke Surga. Dan tidaklah seseorang selalu jujur dan memilih jujur hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.”
PENJELASAN
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah kalian jujur.” Yakni hendaklah kalian selalu jujur dalam ucapan dan perbuatan.
Berita dapat disampaikan dengan lisan atau dengan anggota badan. Berita yang disampaikan dengan lisan disebut ucapan. Berita yang disampaikan dengan anggota badan disebut perbuatan.
Seseorang dikatakan jujur dalam ucapan apabila terdapat kesesuaian antara berita yang disampaikan dan kenyataan. Seseorang dikatakan jujur dalam perbuatan jika terjadi kesesuaian antara anggota badan dan hati.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan jujur, beliau juga menjelaskan akhir hidup orang yang jujur dengan sabdanya, “Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke Surga.”
al-Birr (kebaikan) merupakan muara kejujuran. Kebaikan orang yang jujur akan membawanya ke Surga. Oleh karena itu, manusia diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk meminta Surga dan berlindung dari Neraka, sebagaimana firman-Nya:
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
“Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke Surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS Ali ‘lmran: 185)
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya seseorang selalu jujur sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.”
Dalam riwayat lain, “Dan tidaklah seseorang selalu jujur dan memilih jujur hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.”
Orang yang ucapan dan perbuatannya selalu jujur akan dicatat di sisi Allah Ta’ala sebagai orang yang jujur. Telah kita ketahui bahwa orang jujur berada di urutan kedua pada tingkatan kemuliaan manusia yang diberi nikmat oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا
“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), mereka akan bersama orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para shiddiqin (orang-orang yang jujur), orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS an-Nisa’: 69)
Derajat kejujuran dapat diperoleh oleh siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan, seperti firman Allah Ta’ala:
مَا الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُۗ وَاُمُّهٗ صِدِّيْقَةٌ
“al-Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul. Sebelumnya pun sudah berlalu beberapa rasul. Dan ibunya seorang yang berpegang-teguh pada kebenaran.” (QS al-Ma’idah: 75)
Orang yang paling jujur secara mutlak adalah Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu yang langsung percaya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika diseru untuk masuk Islam. Dia membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat kaumnya mendustakan beliau. Dia juga memercayai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berbicara tentang Isra’ dan Mi’raj, walaupun orang-orang mendustakan beliau. Mereka berkata kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bagaimana mungkin engkau pergi pulang dari Makkah ke Baitul Maqdis dalam waktu semalam, kemudian engkau katakan bahwa engkau naik ke atas langit? Sungguh hal itu tidak mungkin.”
Setelah itu mereka menemui Abu Bakr dan berkata kepadanya, “Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan oleh temanmu?”
Abu Bakr bertanya, “Apa yang beliau katakan?”
Mereka berkata, “Dia berkata begini dan begitu.”
Abu Bakr menjawab, “Jika dia berkata demikian, berarti dia benar (jujur).”
Sejak saat itu Abu Bakr digelari ash-Shiddiq.
Baca juga: KEJUJURAN DAN KEBOHONGAN
Baca juga: MENGAJARI DAN MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN
Baca juga: KEBOHONGAN MEMBAWA KEPADA KEMAKSIATAN
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)