Allah Ta’ala berfirman:
وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰىهَاۖ فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ؛ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَا
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS asy-Sayms: 7-10)
Kebaikan dan keburukan, apapun yang kamu lakukan dalam kehidupan dunia adalah untuk dirimu sendiri. Kamu tidak diberi balasan melainkan atas dasar perbuatanmu sendiri.
Allah Ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهٖ ۙوَمَنْ اَسَاۤءَ فَعَلَيْهَا ۗوَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيْدِ
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk diri sendiri. Dan barangsiapa berbuat kejahatan, maka (dosanya) menjadi tanggungan diri sendiri. Dan Rabbmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(-Nya).” (QS Fushshilat: 46)
Manusia yang hidup dan berakal selalu beraktivitas, bergerak, berbicara, berniat, dan bertujuan. Ia tidak diam. Sementara itu, dua malaikat di kiri dan kanannya selalu menghitung-hitung perbuatan, ucapan, niat dan tujuannya, serta mencatatnya di buku catatan amal.
Allah Ta’ala berfirman:
اِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيٰنِ عَنِ الْيَمِيْنِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيْدٌ؛ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ
“(Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya). Yang satu duduk di sebelah kanannya, dan yang lain (duduk) di sebelah kirinya. Tidak satu kata pun diucapkannya melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS Qaf 17-18)
Allah Ta’ala berfirman:
وَاِنَّ عَلَيْكُمْ لَحٰفِظِيْنَۙ كِرَامًا كَاتِبِيْنَۙ يَعْلَمُوْنَ مَا تَفْعَلُوْنَ
“Dan sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (perbuatan kalian), yang mulia (di sisi Allah), dan yang mencatat (amal kalian). Mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS al-Infithar: 10-12)
Ilmu Allah meliputi semua itu.
Allah Ta’ala berfirman:
وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفّٰىكُمْ بِالَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ
“Dan Dialah yang menidurkan kalian pada malam hari. Dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan pada siang hari.” (QS al-An’ am: 60)
Allah Ta’ala berfirman:
يَعْلَمُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّوْنَ وَمَا تُعْلِنُوْنَۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
“Dia mengetahui apa yang berada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Mahamengetahui segala isi hati.” (QS at-Taghabun: 4)
Pada Hari Kiamat Allah akan menghadirkan buku catatan amal manusia yang berisi catatan kebaikan dan keburukan.
Allah Ta’ala berfirman:
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS az-Zalzalah: 7-8)
Peristiwa ini disaksikan oleh para malaikat pencatat amal dan bumi tempat mereka melakukan amal.
Allah Ta’ala berfirman:
يَوْمَىِٕذٍ تُحَدِّثُ اَخْبَارَهَاۙ بِاَنَّ رَبَّكَ اَوْحٰى لَهَا
“Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, karena sesungguhnya Rabbmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS az-Zalzalah: 4-5)
Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat, “Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,” kemudian bertanya, “Tahukah kalian apakah beritanya?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ أَخْبَارَهَا أَنْ تَشْهَدَ عَلَى كُلِّ عَبْدٍ وَأُمَّةٍ بِمَا عَمِلَ عَلَى ظَهْرِهَا أَنْ تَقُولَ: عَمِلٌ كَذَا وَكَذَا فِي يَوْمٍ كَذَا وَكَذَا. فَهَذِهِ أَخْبَارُهَا
“Sesungguhnya beritanya adalah bumi bersaksi atas apa yang dilakukan setiap hamba laki-laki atau perempuan di atas punggungnya. Bumi berkata, ‘Ia melakukan ini dan itu pada hari ini dan itu. Itulah beritanya.’” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i)
Selain para malaikat dan bumi, pendengaran, penglihatan, kulit, dan anggota tubuh pun bersaksi atas perbuatan manusia.
Allah Ta’ala berfirman:
وَيَوْمَ يُحْشَرُ اَعْدَاۤءُ اللّٰهِ اِلَى النَّارِ فَهُمْ يُوْزَعُوْنَ حَتّٰىٓ اِذَا مَا جَاۤءُوْهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَاَبْصَارُهُمْ وَجُلُوْدُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ، وَقَالُوْا لِجُلُوْدِهِمْ لِمَ شَهِدْتُّمْ عَلَيْنَا ۗقَالُوْٓا اَنْطَقَنَا اللّٰهُ الَّذِيْٓ اَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَّهُوَ خَلَقَكُمْ اَوَّلَ مَرَّةٍۙ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ، وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُوْنَ اَنْ يَّشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَآ اَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُوْدُكُمْ وَلٰكِنْ ظَنَنْتُمْ اَنَّ اللّٰهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيْرًا مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ، وَذٰلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِيْ ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ اَرْدٰىكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ مِّنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke dalam Neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya, hingga apabila mereka telah sampai ke Neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Mereka berkata kepada kulit mereka, ‘Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?’ Kulit mereka menjawab, ‘Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata. Dia-lah yang menciptakan kalian pada kali pertama. Dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan.’ Kalian sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan, dan kulit kalian terhadap kalian, bahkan kalian mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangka kalian yang telah kalian sangka kepada Rabb kalian. Dia telah membinasakan kalian, maka jadilah kalian termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Fushshilat: 19-23)
al-Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum dan tertawa, kemudian berkata, “Tidakkah kalian bertanya kepadaku mengapa aku tertawa?”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tertawa?”
Beliau menjawab, “Aku takjub dengan gugatan hamba terhadap Rabbnya pada Hari Kiamat. Hamba itu berkata, ‘Wahai Rabbku, bukankah engkau telah berjanji tidak menzalimi aku?’ Rabb menjawab, ‘Ya, benar.’ Hamba itu berkata, ‘Aku tidak akan menerima saksi melainkan diriku sendiri.’ Allah berkata, ‘Tidakkah cukup Aku dan para malaikat (pencatat amal) yang mulia menjadi saksi?’ Ia mengucapkan kata-kata itu berkali-kali. Selanjutnya mulutnya dikunci. Lalu anggota tubuhnya berbicara tentang apa yang dilakukannya di dunia. Hamba itu berkata, ‘Semoga Allah menjauhkan rahmat-Nya kepada kalian. Karena kalianlah aku menggugat Rabbku.’”
Renungkanlah keadaanmu ketika kamu menghadapi situasi seperti ini: Malaikat pencatat amal memperhitungkan amal kamu. Allah Mahamengetahui diri kamu. Para malaikat menjadi saksi atas diri kamu. Kulit dan anggota tubuh berbicara dan menjadi saksi atas perbuatan kamu, dan kamu tidak punya peluang untuk mengingkarinya. Kamu tidak punya jalan keluar dari hisab (perhitungan amal).
Evaluasi Diri
Bertakwalah kepada Allah pada situasi seperti ini dengan memperbaiki amal kamu selagi kamu masih berada di dunia. Janganlah kamu membuat bosan para malaikat pencatat amal dan jangan pula memperlihatkan amal buruk kepada para saksi, kecuali dengan amal yang memberikan manfaat pada Hari Pembalasan.
Allah Ta’ala berfirman:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ، اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
“(Yaitu) di hari (ketika) harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS asy-Syu’ara’: 88-89)
Pada hari ini, sekarang ini kamu bisa mengevaluasi (muhasabah) dan menyelamatkan diri dari bahaya yang dapat menimpa dirimu dengan cara memperbanyak melakukan kebaikan dan bertobat dari dosa-dosa.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ الَّيْلِ ۗاِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِۗ ذٰلِكَ ذِكْرٰى لِلذَّاكِرِيْنَ
“Dan dirikanlah salat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS Hud: 114)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَأَتْبِـعِ السَّيِّـةَ الَحسَنَـةَ تَمْحُـهَا
“Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik akan menghapus perbuatan buruk.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, ia berkata, ‘hadis ini hasan sahih’)
Akan tetapi pada Hari Kiamat kamu tidak dapat menyelamatkan diri dari keburukan yang pernah kamu lakukan di dunia, baik dengan tebusan, pangkat, keturunan, atau pembelaan dari kerabat.
Allah Ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيْهِ وَلَا خُلَّةٌ وَّلَا شَفَاعَةٌ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual-beli dan tidak ada lagi syafaat.” (QS al-Baqarah: 254)
Makna ayat yang mulia ini adalah bahwa pada Hari Kiamat tak seorang pun mampu menjual atau menebus dirinya dengan hartanya atau dengan emas sebesar bumi. Pada hari itu tidak bermanfaat lagi baginya syafaat orang lain. Semua pintu siasat telah tertutup baginya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ. لَا أُغْنِى عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
“Wahai orang-orang Quraisy, selamatkanlah diri kalian. Aku tidak dapat menolong kalian sedikit pun dari Allah.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Setiap Orang Sibuk dengan Urusan Masing-Masing
Allah Ta’ala juga berfirman:
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِۙ وَاُمِّهٖ وَاَبِيْهِۙ وَصَاحِبَتِهٖ وَبَنِيْهِۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِ
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, ibu dan bapaknya, istri dan anak-anaknya. Setiap orang pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS Abasa: 34-37)
Artinya, pada Hari Kiamat manusia akan melihat orang yang paling dekat dengannya di dunia berlari menjauh darinya, karena dahsyatnya hari itu.
Ikrimah berkata, “Seorang laki-laki bertemu istrinya. Ia berkata, ‘Wahai istriku, suami macam apa aku bagimu di dunia dulu?’ Sang istri menjawab, ‘Kamu dulu seorang suami yang sangat baik.’ Sang istri menyanjungnya dengan kebaikan. Sang suami berkata, ‘Pada hari ini aku minta satu saja kebaikanmu. Semoga dengan kebaikan itu aku selamat dari musibah yang kamu saksikan saat ini.’ Sang istri menyahut, ‘Alangkah mudahnya kamu meminta. Tetapi aku tidak akan memberikannya kepadamu, karena aku pun sangat takut seperti yang kamu rasakan.’”
Ikrimah melanjutkan, ‘Seorang laki-laki bertemu dengan anaknya. Ia berkata, ‘Wahai anakku, orangtua macam apa aku bagimu di dunia dulu?’ Sang anak menyanjung ayahnya dengan kebaikan. Sang ayah berkata lagi, ‘Wahai anakku, berilah aku kebaikanmu sedikit saja. Semoga dengan kebaikan itu aku selamat dari musibah yang kamu saksikan saat ini.’ Sang anak berkata, ‘Alangkah mudahnya ayah meminta. Tetapi aku tidak akan memberi kebaikan kepadamu karena aku pun sangat takut seperti yang ayah rasakan.’”
Firman Allah Ta’ala: “Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, ibu dan bapaknya, istri dan anak-anaknya.” (QS Abasa: 34-36). Dalam hadis sahih tentang syafaat disebutkan bahwa ketika para rasul Ulul Azmi diminta untuk meminta syafaat dari sisi Allah bagi para makhluk, mereka menjawab, “Diriku, diriku (ungkapan penyesalan). Pada hari ini aku tidak memintanya melainkan untuk diriku sendiri.” Bahkan Isa bin Maryam berkata, “Pada hari ini aku tidak memintanya melainkan untuk diriku sendiri. Bahkan aku tidak memintakannya untuk Maryam yang telah melahirkanku.”
Firman Allah Ta’ala: “Setiap orang pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS Abasa: 34-37) Maksudnya, setiap orang sibuk dengan urusan masing-masing sehingga tidak memperhatikan orang-orang yang dicintainya.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُحْشَرُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا
“Mereka dikumpulkan dalam keadaan telanjang kaki, tidak berpakaian, dan belum dikhitan.”
Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, laki-laki dan perempuan saling melihat aurat masing-masing?”
Beliau bersabda,
يَا عَائِشَةُ، الْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يَنْظُرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
“Wahai Aisyah, perkaranya lebih besar dari sekedar melihat aurat satu sama lain.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Hadirkanlah kedahsyatan Hari Kiamat dalam benakmu. Persiapkanlah diri kamu dan jangan lalai. Apa yang kamu rasakan seandainya seseorang memberitahumu bahwa musuh akan datang kepadamu atau kamu akan berada dalam bahaya besar? Kamu tentu sangat ketakutan sehingga kamu mempersiapkan diri untuk menghadapinya agar selamat dari musuh. Padahal bahaya itu belum tentu terjadi, atau jika terjadi, kamu bisa menggunakan harta yang kamu miliki untuk menebus dirimu, atau kamu bisa minta teman atau saudaramu untuk membelamu. Akan tetapi, bahaya Hari Kiamat pasti terjadi. Kerabat, pangkat, dan harta tidak dapat menyelamatkan kamu darinya. Lalu jika keadaannya demikian, mengapa kamu tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya dan kedahsyatan Hari Kiamat?
Mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya Hari Kiamat sangat mudah bagi orang yang diberi taufik oleh Allah, yaitu dengan menjaga ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Bayangkanlah keadaanmu pada Hari Kiamat, wahai orang-orang yang suka menyia-nyiakan salat, menuruti syahwat, memakan harta haram, dan melakukan perbuatan dosa lainnya!
Wahai orang-orang yang menzalimi diri sendiri dengan berbuat maksiat, serta menzalimi orang lain dengan bertindak kelewat batas pada darah, harta dan kehormatan mereka, apa yang akan menyelamatkan kalian dari musibah Hari Kiamat ketika mizan (timbangan amal) sudah dipasang dan Surga sudah didekatkan, api Neraka sudah dinyalakan, dan ayah, anak serta saudara sudah berlepas diri darimu?
Allah Ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ، ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing–masing diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS al-Baqarah: 281)
Bertakwalah kepada Allah Ta’ala dan patuhlah kepada-Nya.
Seruan Allah dan Seruan Setan
Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتّٰى
“Sesungguhnya kalian memang berbeda-beda.” (QS al-Lail: 4)
Yaitu ada yang berbuat baik dan ada yang berbuat buruk.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو، فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا
“Setiap orang pergi di waktu pagi menjual dirinya. (Di antara mereka) ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang membinasakan dirinya.” (HR Muslim)
Barangsiapa berusaha untuk mematuhi Allah, berarti ia telah menjual dirinya kepada Allah dan membebaskan dirinya dari siksa-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ
“Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah.” (QS al-Baqarah: 207)
Ada juga manusia yang menjual dirinya kepada setan dan membinasakan dirinya dengan siksa Allah.
Ketika manusia keluar dari rumahnya untuk pergi ke masjid guna menunaikan salat, berarti ia telah menjual dirinya kepada Allah. Akan tetapi, ketika ia keluar dari rumahnya menuju tempat-tempat maksiat dan kerusakan, itu artinya ia telah menjual dirinya kepada setan.
Ketika ia berangkat ke tempat kerja kemudian bekerja dengan baik, itu artinya ia telah menjual dirinya kepada Allah. Akan tetapi, jika ia berkhianat dalam bekerja dan menyia-nyiakan pekerjaannya, menerima suap di tempat kerja, itu artinya ia telah menjual dirinya kepada setan.
Ketika ia pergi ke pasar dan berbuat jujur dalam berinteraksi dagang dengan orang lain, menjauhi penipuan dan riba, berarti ia telah menjual dirinya kepada Allah. Namun, jika ia menipu dalam jual-beli, mengurangi timbangan, membohongi pelanggan dan berbuat riba, itu artinya ia telah menjual dirinya kepada setan.
Jika ia diseru untuk salat, ia bersegera memenuhi panggilannya, maka ia telah menjual dirinya kepada Allah. Akan tetapi, jika ia tidak memenuhi seruan Allah dan tidak hadir untuk salat, lebih mementingkan syahwatnya ketimbang patuh kepada Rabbnya, tetap berbaring di tempat tidurnya, maka ia telah menjual dirinya kepada setan.
Demikianlah manusia seumur hidupnya. Ia senantiasa berada di antara dua seruan: seruan Allah dan seruan setan. Mana yang dipenuhinya, maka ia telah menjual dirinya kepada apa yang dipenuhinya.
Jiwa adalah sesuatu yang paling mulia pada diri manusia. Jika ia mengetahui harganya, ia akan menjual jiwanya dengan sesuatu yang lebih berharga, seperti firman Allah Ta’ala:
اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka.” (QS at-Taubah: 111)
Namun, jika ia tidak tahu harga jiwanya, ia akan menjualnya dengan kerugian, seperti firman Allah Ta’ala:
قُلْ اِنَّ الْخٰسِرِيْنَ الَّذِيْنَ خَسِرُوْٓا اَنْفُسَهُمْ وَاَهْلِيْهِمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِۗ اَلَا ذٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِيْنُ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada Hari Kiamat.’ Ketahuilah, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS az-Zumar: 15)
Ketika orang mukmin mengetahui harga jiwanya, ia akan menjualnya dengan Surga yang memiliki harga yang paling tinggi. Ia menjualnya kepada Allah yang lebih menyayanginya daripada kasih sayang ibu kandungnya. Dia sangat kaya dan mampu memenuhi semua kebutuhannya. Dia melipat-gandakan kebaikan dan memaafkan keburukan.
Sementara orang yang zalim menjual dirinya kepada musuhnya (iblis) dengan harga yang sangat murah. Mereka menjualnya dengan syahwat sesaat, kelezatan yang lekas sirna, penuh kehinaan selama-lamanya, dan api neraka yang menyala-nyala.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهٖٓ اَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ، وَلَوْ اَنَّهُمْ اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَمَثُوْبَةٌ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ
“Dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.” (QS al-Baqarah: 102-103)
Bertakwalah kepada Allah,
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS al-Hasyr: 19).
Ketahuilah, sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca juga: PENYESALAN TERBESAR
Baca juga: PENYESALAN DI HARI KIAMAT
(Syekh Dr Shalih bin Fauzan al-Fauzan)