KHUSYUK DALAM SALAT

KHUSYUK DALAM SALAT

Allah Ta’ala berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.”  (QS al-Mu’minun: 1-2)

Setelah Allah Ta’ala menyebutkan sebagian sifat mereka, Dia menyebutkan balasannya,

أُوْلَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Mu’minun: 9-10)

al-Hasan al-Bashri rahimahullah membahas tentang firman Allah Ta’ala (الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ) “(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya”. Dia berkata, “Mereka khusyuk di dalam hati mereka dengan menundukkan pandangan mereka dan bersikap merendah.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allah menggantungkan kemenangan orang-orang yang salat dengan kekhusyukan dalam menjalankan salatnya. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang tidak khusyuk dalam menjalankan salatnya tidak termasuk orang yang beruntung. Seandainya dia mengharapkan pahalanya, niscaya dia termasuk orang-orang yang beruntung.”

Makna khusyuk adalah ketundukan, kelembutan, dan ketenangan hati. Apabila hati merasakan kekhusyukan maka anggota badanpun mengikutinya, sebab anggota badan mengikuti perintah hati.

Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

Sesungguhnya di dalam badan terdapat segumpal daging yang apabila baik maka baik pula seluruh jasad, dan apabila rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di dalam salat beliau,

خَشَعَ لَكَ سَمْعِيْ وَبَصَرِيْ وَمُخِّيْ وَعَظْمِيْ وَعَصَبِيْ

Pendengaran, penglihatan, otak, tulang, dan uratku khusyuk kepadaku.” (HR Muslim)

Dari Abu ad-Darda radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Ketika kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menengadahkan pandangannya ke langit, lalu bersabda,

هَذَا أَوَانُ يُخْتَلَسُ الْعِلْمُ مِنْ النَّاسِ حَتَّى لَا يَقْدِرُوا مِنْهُ عَلَى شَيْءٍ

Inilah saatnya ilmu dicabut dari manusia sehingga mereka tidak dapat berbuat apa-apa.”

Ziyad bin Labid al-Anshari bertanya kepada beliau, “Bagaimana ilmu dicabut dari kami, padahal kami membaca al-Qur’an? Demi Allah, kami pasti akan membacanya dan membacakannya kepada istri-istri dan anak-anak kami.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا زِيَادُ، إِنْ كُنْتُ لَأَعُدُّكَ مِنْ فُقَهَاءِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، هَذِهِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ عِنْدَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، فَمَاذَا تُغْنِي عَنْهُمْ

Semoga ibumu kehilanganmu, wahai Ziyad. Sesungguhnya aku menganggapmu termasuk orang yang fakih di Madinah. Inilah kitab Taurat dan Injil milik Yahudi dan Nasrani. Apakah (keduanya) bermanfaat bagi mereka?

Jubair berkata: Kemudian aku bertemu dengan Ubadah bin Ash Shamith. Aku bertanya kepadanya, “Tidakkah kamu mendengar sesuatu yang dikatakan saudaramu Abu ad-Darda?”  Maka aku memberitahukan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abu ad-Darda. Lalu ia berkata, “Abu ad-Darda benar. Jika kamu mau, aku pasti menceritakan kepadamu tentang ilmu yang pertama kali akan diangkat dari manusia, yaitu al-khusyu’ (rasa khusyuk). Ketika kamu masuk ke masjid jami, hampir-hampir kamu tidak melihat seorang pun yang khusyuk.”  (HR at-Tirmidzi dan ad-Darimi)

Ketika seseorang yang akan mendirikan salat memasuki mesjid, bisikan-bisikan, pikiran-pikiran dan kesibukan perkara dunia mulai merasuki akal pikirannya. Ia tidak menyadari bahwa ia sedang beribadah, kecuali setelah imam selesai dengan salatnya. Maka pada saat itu ia merugi dengan salatnya yang tidak dikerjakan secara khusyuk dan tidak pula merasakan manisnya beribadah. Dia hanya melakukan gerakan-gerakan dan komat-kamit mulut seperti halnya jasad yang hampa tanpa roh.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Salat tanpa kekhusyukan dan kehadiran hati sama dengan jasad yang mati tanpa roh. Apakah seorang hamba tidak malu memberi raja hadiah berupa jasad yang sudah mati atau mayat budak perempuan? Kukira hadiah ini tidak berimplikasi pada penghargaan bagi hamba tersebut dari orang yang dihadiahinya. Seperti itulah salat yang hampa dari khusyuk, tanpa kehadiran hati dan tanpa semangat pengbadian kepada Allah Ta’ala, sama seperti jasad yang sudah mati atau mayat budak perempuan yang dipersembahkan kepada raja. Maka Allah pasti tidak menerimanya meskipun perbuatan itu menggugurkan kewajiban hukum duniawi. Dan Allah tidak akan memberikan pahala dengannya, sebab sesungguhnya seorang hamba tidak akan mendapatkan pahala dari salatnya kecuali ibadah tersebut dikerjakan secar khusyuk.”

Sebagian mereka berkata, “Sesungguhnya dua orang laki-laki sedang mengerjakan salat yang sama. Tetapi salat mereka berbeda jauh, seperti jauhnya langit dan bumi.”

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

Sungguh, seseorang selesai menunaikan salat, namun dia tidak mendapatkan pahala dari salat itu kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya.” (HR Abu Dawud)

Kekhusyukan dalam salat terjadi pada orang yang mengkhususkan hatinya untuk salat tersebut. Hatinya tertuju kepadanya, bukan kepada yang lain. Dia lebih mengutamakan salatnya dibandingkan urusan yang lain. Di saat seperti itulah salat menjadi penyejuk hati.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

Dijadikan kesenanganku dari dunia ada pada perempuan dan minyak wangi. Dan dijadikan penyejuk hatiku ada dalam salat.” (HR an-Nasa-i)

Bahkan bila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditimpa kesusahan, beliau mendirikan salat dan bersabda,

قُمْ يَا بِلَالُ، فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ

Bangunlah, wahai Bilal! Berilah kita ketenangan dengan salat.” (HR Abu Dawud)

Baca juga: KIAT-KIAT UNTUK MERAIH KHUSYUK DALAM SALAT

Baca juga: SALAT ADALAH PENGHUBUNG HAMBA DAN RABBNYA

(Dr Amin bin ‘Abdullah asy-Syaqawi)

Fikih