Istigfar adalah meminta ampunan dari Allah Ta’ala serta mengakui dosa dan kelalaian. Istigfar disyariatkan dalam beberapa kondisi dan tempat. Di antaranya adalah:
1️⃣ Ketika berdosa
Maksudnya adalah mengakui dosa dan memohon kepada Allah Ta’ala agar Dia menghapus jejaknya.
Ketika Adam (dan Hawa) berbuat maksiat kepada Rabbnya, mereka berdoa,
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Mereka berdua berkata, ‘Wahai Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.’” (QS al-A’raf: 23)
Tatkala Musa membunuh seorang laki-laki, dia berdoa,
رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“‘Ya Rabbi, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.’ Maka Allah mengampuninya. Sesungguhnya Dia Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS al-Qashash:16)
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan barangsiapa berbuat kejahatan serta menzalimi dirinya, lalu dia memohon ampun kepada Allah, niscaya dia akan mendapati Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS An-Nisa’: 110)
Di dalam ash-Shahihain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا، فَقَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: عَبْدِي أَذْنَبَ ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. اعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ
“Sorang hamba telah berbuat dosa. Ia berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah dosaku.’ Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa. Ia mengetahui bahwa ia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksa karena dosa.’ Kemudian ia berbuat dosa lagi, lalu berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah dosaku.’ Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa. Ia mengetahui bahwa ia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksa karena dosa.’ Kemudian ia berbuat dosa lagi, lalu berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah dosaku.’ Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa. Ia mengetahui bahwa ia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksa karena dosa. Oleh karena itu, lakukanlah sesukamu, karena Aku akan mengampunimu (jika kamu bertobat).’” (HR al-Bukhari dan Muslim)
2️⃣ Seusai Melakukan Ketaatan
Seperti istigfar tiga kali setelah salat.
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai salat, beliau meminta ampunan tiga kali.” (HR Muslim)
atau istigfar setelah wudu,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
“Mahasuci Engkau, ya Allah, dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan (yang berhak diibadahi) kecuali Engkau. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu.” (HR an-Nasa-i. Lihat Irwa’ al-Ghalil)
atau yang lainnya.
3️⃣ Setiap Waktu
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami telah menghitung bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majelis mengucapkan seratus kali,
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Ya Rabbku, ampunilah aku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau adalah Zat yang Mahapenerima tobat dan Mahapenyayang.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Begitu pula hadis Sayyidul Istighfar.
Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sayyidul (penghulu) istighfar adalah,
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ. خَلَقْتَنِي، وَأَنَا عَبْدُكَ. وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ. أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ. أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِي. فَاغْفِرْليِ، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
‘Ya Allah Engkaulah Rabbku, tidak ada sembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Dan aku berada dalam perjanjian (antara aku dengan-Mu) dan janji-Mu (kepadaku) dengan segenap kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang kuperbuat. Aku mengakui kepada-Mu nikmat-nikmat-Mu yang telah Kau berikan kepadaku, dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkannya di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu mati sebelum datangnya petang, maka ia termasuk ahli Surga. Dan barangsiapa mengucapkannya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu mati sebelum datangnya pagi, maka ia termasuk ahli Surga.” (HR al-Bukhari dan Ahmad)
Dalam hadis yang sahih: “Barangsiapa ingin disenangkan oleh catatan amalnya, hendaklah ia memperbanyak istigfar.” (HR al-Baihaqi dan adh-Dhiya’. Lihat Shahih al-Jami’)
Serta dalam hadis sahih lainnya: “Beruntunglah orang yang menemukan dalam catatan amalnya istigfar yang banyak.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad. Lihat Shahih al-Jami’)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Istigfar mengeluarkan seseorang dari perbuatan yang dibenci kepada perbuatan yang dicinta. Seorang ahli ibadah kepada Allah membutuhkan istigfar di tengah malam serta di (penghujung) pagi dan petang. Bahkan ia selalu membutuhkannya, baik dalam ucapan maupun perbuatan, baik ketika sendiri maupun di depan orang bayak, karena istighfar menganding kemaslahatan, dapat meraih kebaikan dan menepis mudarat.”
Baca juga: KEUTAMAAN ISTIGFAR
Baca juga: PENGHULU ISTIGFAR
Baca juga: ALLAH BAHAGIA DENGAN TOBAT HAMBANYA
(Ibrahim ‘Abdullah bin Saigf al-Mazrui)