KISAH NABI NUH – KEIMANAN MENYATUKAN PARA PEMILIKNYA

KISAH NABI NUH – KEIMANAN MENYATUKAN PARA PEMILIKNYA

Nuh berdoa kepada Rabbnya mengharapkan rahmat dan ampunan-Nya, “Ya Rabbku, sesungguhnya anakku adalah keluargaku, dan janji-Mu itu pasti benar. Engkau adalah hakim yang paling adil.” (QS Hud: 45)

Nuh menyerahkan kepada Allah dalam memberikan keputusan kepadanya.

Maka Allah berfirman, “Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu karena perbuatannya sungguh tidak baik. Oleh karena itu, janganlah engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh.” (QS Hud: 46)

Nuh kaget dan langsung tunduk pada perintah Allah. Allah lebih menyayangi hamba-hamba-Nya melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.

Nuh berkata, “Ya Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi.” (QS Hud: 47)

Si anak ditenggelamkan oleh kekafirannya, sedangkan keimanan menyatukan para pemiliknya. Semua ikatan lain, seperti ikatan orang tua, anak, dan saudara pasti terlepas dan terburai manakala para pemilik ikatan tersebut kafir. “Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS at-Taubah: 24)

Nuh adalah seorang hamba yang banyak bersyukur. Seperti itulah yang disebut Rabbnya, “(Wahai) keturunan orang yang Kami bawa bersama Nuh, sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS al-Isra: 3)

Menjelang wafatnya Nuh berwasiat kepada anaknya, “Aku akan menyampaikan wasiat kepadamu. Aku memerintahkan kamu dua hal, dan melarang dua hal. Aku memerintahkan kamu (untuk mengucapkan), ‘laa ilaaha illallah’. Seandainya langit yang tujuh dan bumi yang tujuh diletakkan di salah satu sisi timbangan, dan (lafaz), ‘laa ilaaha illallah’ diletakkan di sisi yang lain, tentu (lafaz) ‘laa ilaaha illallah’ lebih berat. Seandainya langit yang tujuh dan bumi yang tujuh adalah rangkaian yang tidak diketahui yang terangkai dengan kalimat ‘laa ilaaha illallah wa subhanallah wa bihamdihi’, tentu (kalimat) itu menjadi kebaikan segala sesuatu. Dengannya para makhluk diberi rezeki. Dan aku melarangmu dari syirik dan sombong (yaitu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain).”

Segala upaya untuk mencaritahu usia Nuh, atau letak makamnya akan sia-sia karena berita-berita tersebut sudah terlipat oleh zaman dan tidak memberikan ilmu. Segala puji bagi Allah atas segala nikmat yang Dia berikan kepada kita.

Baca sebelumnya: BANJIR BESAR

Baca juga: KISAH NABI HUD

(Dr. Hamid Ahmad ath-Thahir)

Kisah