Nabi Hud adalah utusan Allah yang diutus kepada kaum Ad. Mereka adalah bangsa Arab yang tinggal di bukit-bukit pasir yang terletak di Yaman, antara Oman dan Hadramaut, sebuah daerah yang menjorok ke laut yang diberi nama asy-Syahar. Sedangkan nama lembahnya adalah Mughits. Kebanyakan mereka tinggal di perkemahan yang mempunyai tiang-tiang yang besar, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap (kaum) Ad, (yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi?” (QS al-Fajr: 6-7)
Masyarakat Arab yang hidup sebelum Ismail ‘alaihissalam disebut Arab ‘Aribah, yang terdiri dari kabilah yang sangat banyak. Di antaranya adalah Ad, Tsamud, Jurhum, Thasm, Judais, Amim, Madyan, Jasim, Qahthan, dan Bani Yaqthan. Sedangkan masyarakat Arab keturunan Ismail disebut Arab Musta’ribah.
Kaum Ad adalah umat pertama yang menyembah berhala setelah banjir besar. Mereka merupakan kaum yang paling kuat tubuh dan perawakannya di masa itu. Allah Ta’ala berfirman, “Ingatlah ketika Dia menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah setelah kaum Nuh. Dan Dia lebihkan kalian dalam kekuatan tubuh dan perawakan.” (QS al-A’raf: 69).
Kaum Ad berkata, “Siapakah yang lebih hebat kekuatannya dari kami?” (QS Fushshilat: 15)
Kaum Ad adalah kaum yang keras, kafir, ingkar, dan tenggelam dalam penyembahan berhala. Allah Ta’ala kemudian mengutus seorang laki-laki dari kalangan mereka sendiri untuk menyeru ke jalan Allah, mengajak agar senantiasa mengesakan-Nya dalam ibadah, dan memurnikan agama untuk-Nya. Namun mereka mendustakan, menentang, dan menghinanya.
Menyeru agar Beribadah kepada Allah Saya
Ketika sang rasul, Hud memerintahkan mereka beribadah kepada Allah, mendorong mereka untuk taat dan memohon ampunan kepada-Nya, menjanjikan kebaikan dunia dan akhirat jika mereka memenuhi seruannya, serta memberi ancaman azab dunia dan akhirat jika mereka menyalahinya, maka pemuka-pemuka orang-orang yang kafir dari kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar dalam keadaan kurang akal, dan kami kira kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS al-A’raf: 66)
Mereka menganggap bahwa apa yang Nabi Hud serukan merupakan kebohongan jika dibandingkan dengan penyembahan berhala yang mereka lakukan, yang darinya diharapkan pertolongan dan rezeki. Mereka juga menganggap Nuh berdusta dalam pengakuannya bahwa Allah mengutusnya sebagai rasul.
Nabi Hud berkata, “Wahai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah rasul dari Rabb seluruh alam. Aku menyampaikan kepada kalian amanat-amanat Rabbku dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagi kalian.”(QS al-A’raf: 67-68)
Dakwah mengharuskan adanya kejujuran dalam diri orang yang menyampaikannya, tanpa melakukan pengurangan atau penambahan. Dakwah harus disampaikan dengan bahasa yang fasih, tepat, jelas, lugas, dan tidak membingungkan. Seperti itulah Hud berdakwah kepada kaumnya.
Dalam berdakwah Nabi Hud juga mencurahkan kasih sayang kepada mereka dan gigih memberi mereka petunjuk. Dia melakukannya ikhlas karena Allah. Dia tidak meminta imbalan melainkan kepada Rabb yang mengutusnya.
Nuh berkata, “Wahai kaumku, aku tidak meminta imbalan kepada kalian atas (seruanku) ini. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kalian memikirkannya?” (QS Hud: 51)
Kaum Hud berkata, “Wahai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan memercayaimu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” (QS Hud: 53-54)
Kaum Hud tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala hanya karena perkataan Nabi Hud tanpa bukti nyata yang menunjukkan kebenarannya. Mereka mengira Nabi Hud telah gila terkait apa yang dia katakan. Menurut mereka, Nabi Hud terkena murka sembahan-sembahan mereka sehingga akalnya menjadi tidak waras.
Nabi Hud menanggapi perkataan kaumnya, “Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku, dan saksikanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan dengan yang lain. Oleh karena itu, jalankanlah semua tipu daya kalian terhadapku dan janganlah kalian tunda lagi.” (QS Hud: 54-55)
Ucapan Nabi Hud ini merupakan tantangan bagi kaumnya, ungkapan pembebasan diri dari sembahan-sembahan mereka, celaan terhadap sembahan-sembahan mereka, dan penjelasan bahwa berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak dapat memberikan manfaat dan mendatangkan bahaya sedikit pun. Semua itu hanya benda mati.
Jika kaumnya mengira bahwa berhala-berhala itu dapat memberikan manfaat atau mendatangkan bahaya, maka Nabi Hud membebaskan diri dari sembahan-sembahan itu sekaligus mengutuknya. Maka Nabi Hud menantang mereka agar melakukan tipu dayanya kepada dirinya dengan cara dan kemampuan yang mereka miliki, tidak menunda-nunda lagi, karena Nabi Hud tidak akan memedulikan tipu daya mereka itu. Nabi Hud tidak akan melarikan diri dari mereka.
Nabi Hud berkata, “Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Rabbku dan Rabb kalian. Tidak satu makhluk bergerak pun yang bernyawa melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (menguasainya). Sungguh, Rabbku di jalan yang lurus (adil). (QS Hud: 56)
Para pemuka orang kafir yang mendustakan pertemuan hari akhirat serta telah diberi kemewahan dan kesenangan oleh Allah dalam kehidupan di dunia berkata kepada kaumnya, “(Orang) ini (Hud) tidak lain hanyalah manusia seperti kalian. Dia memakan apa yang kalian makan, dan meminum apa yang kalian minum. Dan sungguh, jika kalian menaati manusia seperti kalian, niscaya kalian benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi. Adakah dia menjanjikan kepada kalian, bahwa apabila kalian telah mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, kalian akan dikeluarkan (dari kubur kalian)?” (QS al-Mu’minun: 33-35)
Orang-orang kafir beranggapan bahwa Allah tidak mungkin mengutus seorang rasul dari kalangan manusia. Hal seperti itulah yang sering dijadikan alasan oleh orang-orang kafir, baik dahulu maupun sekarang, untuk menolak dakwah para rasul. Oleh karena itu, Nabi Hud berkata kepada mereka, “Dan apakah kalian (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kalian peringatan dari Rabb kalian melalui seorang laki-laki dari golongan kalian untuk memberi peringatan kepada kalian?” (QS al-A’raf 63)
Mengingkari Kebangkitan
Pemuka-pemuka orang-orang kafir berkata kepada kaumnya, “Apakah dia menjanjikan kepada kalian bahwa apabila kalian telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kalian akan dikeluarkan (dari kubur-kubur kalian)? Jauh! Jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kalian itu. (Kehidupan ini) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini. (Di sinilah) kita mati dan hidup, dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan (lagi). Dia tidak lain hanyalah seorang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Dan kita sekali-kali tidak akan memercayainya.” (QS al-Mu’minun: 35-38)
Mereka mengingkari kebangkitan dengan mengatakan, “Jauh!” Maksudnya janji kebangkitan itu sangat jauh dan mustahil. Menurut mereka, kehidupan tidak lain adalah kehidupan mereka di dunia ini. Mereka mati dan hidup seperti kehidupan di dunia ini. Dan mereka tidak akan dibangkitkan.
Nabi Hud berdoa, “Ya Rabbku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku.” (QS al-Mu’minun: 39)
Dalam menasihati kaumnya Nabi Hud berkata, “Apakah kalian mendirikan bangunan-bangunan pada tanah-tanah yang tinggi untuk kemegahan tanpa ditempati, dan kalian membuat benteng-benteng dengan harapan kalian hidup kekal?” (QS asy-Syu’ara: 128- 129)
Nabi Hud berkata demikian karena kaumnya mendirikan bangunan besar seperti istana dan semacamnya di dataran-dataran tinggi, namuni tidak mereka tempati. Mereka hanya tinggal di tenda-tenda, seperti yang Allah firmankan, “Tidakkah engkau (Muhammad) memerhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap (kaum) Ad, (yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain?” (QS al-Fajr: 6-8)
Kekejaman dan Kebinasaan kaum Ad
Nabi Hud berkata, “Dan apabila kalian menyiksa, kalian lakukan secara kejam dan bengis. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan bertakwalah kepada-Nya yang telah menganugerahkan kepada kalian apa yang kalian ketahui. Dia (Allah) telah menganugerahkan kepada kalian hewan ternak, anak-anak, serta kebun-kebun dan mata air. Sesungguhnya aku takut kalian akan ditimpa azab pada hari yang besar.” (QS asy-Syu’ara: 130-135)
Kaum Hud berkata, “Apakah kedatanganmu kepada kami agar kami menyembah Allah saja? (QS al-A’raf: 70) Lalu kami menyalahi keyakinan para leluhur dan pendahulu kami? Jika yang kamu bawa itu benar, maka datangkanlah kepada kami azab dan siksa yang kamu ancamkan kepada kami itu. Sesungguhnya kami tidak akan percaya kepadamu, tidak akan mengikutimu, dan tidak akan membenarkanmu.”
Mereka juga berkata, “Sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat. (Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu. Dan kami (sama sekali) tidak akan diazab.” (QS asy-Syu’ara: 136-138)
Kaum Ad mengira bahwa ajaran yang dibawah Nabi Hud tidak lain hanyalah karangan Nabi Hud yang dikutip dari kitab-kitab orang terdahulu.
Nabi Hud berkata, “Sungguh, kebencian dan kemurkaan Rabb akan menimpa kalian. Apakah kalian hendak membantahkuku tentang nama-nama (berhala) yang kalian dan nenek moyang kalian buat sendiri, padahal Allah sama sekali tidak menurunkan hujah untuk itu? Jika demikian, tunggulah (azab Allah)! Sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kalian.” (QS al-A’raf: 71)
Nabi Hud berdoa, “Ya Rabbku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.”
Allah berfirman, “Tidak lama lagi mereka pasti akan menyesal.”
Allah akhirnya mengirim salah satu tentara-Nya, yaitu angin yang bertiup kencang.
Ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.” (QS al-Ahqaf: 24)
Mereka mengira bahwa awan itu adalah awan hujan yang merupakan rahmat bagi mereka. Mereka berharap demikian karena negeri mereka saat itu berada dalam kekeringan dan kegersangan.
Namun Allah Ta’ala berfirman, “(Bukan!) Tetapi itulah azab yang kalian minta agar disegerakan datangnya, (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya, sehingga mereka (kaum Ad) menjadi tidak tampak lagi (di bumi) kecuali hanya (bekas-bekas) tempat tinggal mereka.” (QS al-Ahqaf: 24-25).
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menghembuskan angin yang sangat kencang kepada mereka pada hari nahas yang terus-menerus, yang membuat manusia bergelimpangan. Mereka bagaikan pohon-pohon kurma yang tumbang dengan akar-akarnya.” (QS al-Qamar: 19-20)
Allah Ta’ala berfirman, “Dan (juga) pada (kisah kaum) Ad, ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan. (Angin itu) tidak membiarkan suatu apa pun yang dilandanya, bahkan dijadikannya seperti serbuk.” (QS adz-Dzariyat: 41-42)
Kaum Ad dibinasakan oleh angin yang berembus sangat kencang. Angin itu menerpa mereka, mengangkatnya ke udara, lalu menjungkirkannya di atas kepala mereka hingga kepala mereka pecah. Bagian yang tersisa hanya jasad tanpa kepala, seperti batang pohon kurma yang lapuk tanpa kepala. Maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim.
Mereka benar-benar dimusnahkan oleh suara yang mengguntur, dimusnahkan sampai ke akar-akarnya sehingga menjadi (seperti) sampah yang dibawa banjir.
Sedangkan Nabi Hud dan orang-orang beriman yang bersamanya, Allah selamatkan mereka dengan rahmat-Nya. Allah selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.
Mungkin saja azab itu berupa angin dingin yang bertiup kencang dari barat yang menimpa mereka selama tujuh malam delapan hari hingga tidak menyisakan seorang pun di antara mereka kecuali binasa. Bahkan, angin kencang ini memburu mereka hingga ke celah-celah gunung dan gua-gua, melilit dan mengeluarkan mereka, lalu membinasakan mereka. Angin kencang ini juga membinasakan rumah-rumah dan istana-istana mereka yang kokoh. Dulu mereka berkata, “Siapa yang lebih kuat dari kami?” Sekarang Allah menurunkan yang lebih kuat dan lebih dahsyat dari mereka sehingga mereka binasa.
Mungkin saja angin itu akhirnya menerbangkan awan, yang oleh orang-orang tersisa di antara mereka diduga sebagai awan yang membawa hujan. Kemudian Allah mengirimkan jilatan api kepada mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh sejumlah mufasir.
Baca juga: NABI SALEH DIUTUS KEPADA KAUM TSAMUD
Baca juga: KISAH PENCIPTAAN NABI ADAM ‘ALAIHISSALAM
(Dr Hamid Ahmad ath-Thahir)