Syekh al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya:
Apakah perempuan boleh memakai obat pencegah haid ketika dia berhaji agar dia dapat menunaikan haji, seperti pil pencegah hamil atau jenis obat lainnya?
Syekh al-‘Utsaimin rahimahullah menjawab:
Hukum asal dalam perkara ini adalah boleh. Perempuan boleh memakai obat yang dapat mencegah haid dengan seizin suaminya. Akan tetapi, beberapa dokter mengabarkan kepadaku bahwa pil pencegah haid sangat memudaratkan perempuan, yaitu menimbulkan mudarat pada rahim, syaraf, darah dan lain-lain. Sebagian mereka mengatakan bahwa jika pil itu digunakan oleh perawan, maka pil itu dapat menyebabkan kemandulan. Ini adalah bahaya yang sangat besar.
Apa yang dikatakan sebagian dokter tidak jauh dari kebenaran, karena darah yang aku maksud darah haid adalah darah tabiat. Jika seseorang berusaha mencegahnya dengan obat-obatan, maka dia telah berusaha menyelisihi tabiat. Tidak diragukan bahwa menyelisihi tabiat memberikan mudarat bagi badan, karena darah haid tertahan dari masa keluarnya yang merupakan tabiat perempuan. Oleh karena itu, aku menasehati seluruh perempuan dalam masalah ini agar meninggalkan pil-pil tersebut di waktu Ramadan atau di luar Ramadan.
Terkait haji dan umrah, terkadang kebutuhan atau keadaan darurat mendorong seorang perempuan untuk menggunakan pil pencegah haid dalam waktu terbatas. Dia tidak akan mengulanginya sepanjang hidupnya. Dalam keadaan seperti itu aku berharap tidak mengapa dia menggunakannya dan tidak memudaratkannya.
Jika kemudaratan pil pencegah haid telah dipastikan dan bahaya penggunaannya telah terbukti, maka seseorang tidak boleh melakukannya, karena firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah adalah Mahapenyayang kepada kalian.” (QS an-Nisa’: 29)
Amr Bin al-’Ash radhiyallahu ‘anhu berdalilkan dengan ayat ini ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
يَا عَمْرُو، صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ
“Wahai Amr, apakah engkau salat mengimami sahabat-sahabatmu sementara engkau junub?”
Amr menjawab, “Wahai Rasulullah, aku teringat firman Allah Ta’ala, ‘Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah adalah Mahapenyayang kepada kalian.’ (QS an-Nisa: 29)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum atau tertawa dan menetapkan hal tersebut. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad, al-Hakim dan, al-Baihaqi)
Ini menunjukkan bahwa semua perkara yang mengandung bahaya bagi raga atau jiwa tidak boleh dilakukan.
Baca juga: HUKUM HAID
Baca juga: TATA CARA UMRAH PRAKTIS
Baca juga: BEBERAPA KESALAHAN DALAM BERWUDU
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)