AMALAN YANG PALING UTAMA

AMALAN YANG PALING UTAMA

Dari Abu Dzar Jundab bin Junadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan apakah yang paling utama?”

Beliau menjawab,

الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِهِ

Beriman kepada Allah dan jihad di jalan Allah.”

Aku bertanya lagi, “Budak seperti apakah yang paling utama untuk dimerdekakan?”

Beliau menjawab,

أنْفَسُهَا عِنْدَ أَهلِهَا وَأَكْثَرُهَا ثَمَنًا

Budak yang paling disukai tuannya dan paling mahal harganya.”

Aku bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak mampu melakukannya?”

Beliau menjawab,

تُعِينُ صَانِعًا أَوْ تَصْنَعُ لِأَخْرَقَ

Engkau membantu orang fakir atau orang yang tidak mampu bekerja.”

Aku bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak mampu mengerjakan sebagian amalan itu?”

Beliau bersabda,

تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النَّاسِ، فإنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ

Engkau menahan diri untuk tidak berbuat jahat kepada manusia, karena hal itu merupakan sedekah darimu kepada dirimu sendiri.” (Muttafaq ‘alaih)

PENJELASAN

Abu Dzar Jundab bin Junadah radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan apakah yang paling utama?” Beliau bersabda, “Beriman kepada Allah dan jihad di jalan Allah.”

Para sahabat radhiyallahu ‘anhuma bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tujuan untuk mengamalkan. Tidak seperti kebanyakan orang pada generasi setelahnya yang bertanya tentang amal yang paling utama tetapi tidak untuk diamalkan.

Ibnu Masud radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, (الصَّلاةُ عَلَى وَقْتِهَا)

Salat pada waktunya.” Dia bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, (بِرُّ الْوَالِدَيْنِ) “Berbakti kepada kedua orang tua.” Dia bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, (الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ) “Jihad di jalan Allah.”

Begitu juga Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu pada hadis ini. Ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amalan yang paling utama. Beliau menjelaskan bahwa amalan yang paling utama adalah beriman kepada Allah dan jihad di jalan Allah. Kemudian ia bertanya tentang budak yang paling utama untuk dimerdekakan. Dijawab oleh beliau bahwa budak yang paling utama untuk dimerdekakan adalah budak yang paling disukai tuannya dan paling mahal harganya.

Memerdekakan budak seperti itu tentu tidak seorang pun mampu melakukannya kecuali orang yang kuat imannya. Misalnya: Seseorang memiliki banyak budak. Salah seorang di antaranya rajin bekerja dan sangat bermanfaat bagi tuannya selain harganya mahal. Manakah yang lebih utama untuk dimerdekakan? Tentu saja budak ini lebih utama untuk dimerdekakan, karena budak itu paling disukai tuannya dan paling mahal harganya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadis ini dan firman Allah Ta’ala:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS Ali Imran: 92)

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma setiap kali memiliki suatu harta dan mulai mencintainya menyedekahkannya dalam rangka mengamalkan ayat ini.

Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu adalah kalangan Anshar yang paling banyak hartanya. Harta yang paling dicintainya adalah kebun Bairuha (termasuk sumur di dalamnya). Kebun itu menghadap masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang memasuki kebun itu untuk meminum airnya yang segar. Pada saat turun firman Allah Ta’ala,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai,” Abu Thalhah pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata kepada beliau, “Sesungguhnya Allah telah memfirmankan ayat-Nya kepadamu,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ

Sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha. Kusedekahkan kebun itu di jalan Allah agar aku mendapatkan kebaikan dan pahala di sisi-Nya. Maka manfaatkanlah di jalan yang engkau kehendaki, wahai Rasulullah!”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَخْ، ذَلِكَ مَالٌ رَايِحٌ. ذَلِكَ مَالٌ رَايِحٌ. وَقَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ. وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ

Sungguh itu harta yang menguntungkan. Itu harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang engkau ikrarkan tentang harta itu. Namun kupikir, alangkah baiknya bila harta itu engkau sedekahkan kepada kerabatmu.”

Maka Abu Thalhah membagi-bagikan harta itu kepada kerabat dan anak-anak pamannya. (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang paling utama? Beliau menjawab, (إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ) “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Lalu beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, (جِهَادٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ) “Jihad di jalan Allah.” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, (حَجٌّ مَبْرُورٌ) “Haji yang mabrur.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis-hadis di atas adalah bahwa para sahabat berlomba-lomba dalam kebaikan.

Kemudian Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Bagaimana jika aku tidak mampu melakukannya?” Beliau menjawab, “Engkau membantu orang fakir atau orang yang tidak mampu bekerja.” Maksudnya, membantu mereka dalam meringankan bebannya. Ini termasuk sedekah dan amal saleh.

Kemudian ia bertanya, “Bagaimana jika aku tidak mampu mengerjakan sebagian amalan itu?” Beliau menjawab, “Engkau menahan diri untuk tidak berbuat jahat kepada sesama manusia, karena hal itu merupakan sedekah darimu kepada dirimu sendiri.”  Inilah tingkatan amal saleh yang paling rendah, yaitu menahan kejahatan diri agar orang lain selamat darinya.

Baca juga: SEDEKAH YANG PALING BESAR PAHALANYA

Baca juga: TIDAK DISAYANG ALLAH ORANG YANG TIDAK SAYANG

Baca juga: MENJAGA LISAN

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati