Dari Abdullah bin asy-Syikhkhir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara beliau sedang mengucapkan,
اَلْهٰىكُمُ التَّكَاثُرُۙ حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kalian sampai kalian masuk ke dalam kubur.” (QS at-Takatsur: 1-2)
Kemudian beliau bersabda,
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ: مَالِي، مالي، وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أكَلْتَ فَأفْنَيْتَ، أَو لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ؟
“Anak Adam berkata, ‘Hartaku, hartaku!’ Adakah bagianmu dari hartamu, wahai anak Adam, selain yang kamu makan hingga habis atau yang kamu pakai hingga rusak atau yang kamu sedekahkan dan tetap menjadi simpananmu?” (HR Muslim)
PENJELASAN
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
اَلْهٰىكُمُ التَّكَاثُرُۙ حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kalian sampai kalian masuk ke dalam kubur.” (QS at-Takatsur: 1-2)
Allah Ta’ala mengajak bicara hamba-hamba-Nya dengan berkata, أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian.”
Makna أَلْهَاكُمُ adalah menyibukkan diri hingga lalai terhadap apa-apa yang lebih penting, berupa mengingat Allah Ta’ala dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya.
Pihak yang diajak bicara oleh Allah Ta’ala di sini adalah semua umat, kecuali orang-orang yang disibukkan dengan urusan akhirat daripada urusan dunia, dan orang seperti ini jumlahnya sedikit. Kita katakan sedikit karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: يَا آدَمُ، فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ، وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ، فَيَقُولُ: أَخْرِجْ بَعْثَ النَّارِ، قَالَ: وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَ مِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ
“Allah Ta’ala berfirman (pada Hari Kiamat), ‘Wahai Adam!’ Adam menjawab, ‘Labbaika. Kemuliaan milik-Mu dan segala kebaikan berada di tangan-Mu.’ Allah berfirman, ‘Keluarkanlah utusan Neraka.’ Adam bertanya, ‘Berapa jumlah utusan Neraka?’ Allah menjawab, ‘Dari setiap seribu, (keluarkanlah) sembilan ratus sembilan puluh sembilan (untuk dijebloskan ke dalam Neraka).'” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Artinya, satu orang di Surga dan 999 di Neraka. Ini adalah jumlah yang sangat timpang. Jika demikian, maka tidak ada anak Adam melainkan hanya satu saja dari seribu orang menjadi penduduk Surga. Sisanya adalah penghuni Neraka.
Makna التَّكَاثُرُ adalah berbanyak-banyak. Ini mencakup berbanyak-banyak dalam harta, suku, jabatan, ilmu, dan segala yang dapat dibanggakan. Hal ini ditunjukkan oleh ucapan pemilik kebun kepada temannya, أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا “Hartaku lebih banyak dari hartamu, dan pengikut-pengikutku lebih perkasa.”(QS al-Kahfi: 34)
Manusia bisa saja berbangga-bangga dengan banyaknya harta, sehingga mereka mencari lebih banyak harta dari yang lainnya, atau melakukan usaha yang lebih keras lagi. Mereka bisa juga berbangga-bangga dengan sukunya. Mereka berkata, “Jumlah kami lebih banyak dari mereka.” Manusia pun bisa berbangga-bangga dengan ilmu. Kamu mendapati mereka membanggakan ilmu dari yang lainnya. Jika ilmu yang dibanggakan adalah ilmu syar’i, tentu hal itu baik. Tetapi, jika ilmu yang dibanggakan bukan ilmu syar’i, maka hal itu bisa mubah atau haram. Inilah yang terjadi pada kebanyakan anak Adam. Mereka berbangga-bangga dengan memperbanyak pada perkara-perkara tersebut sehingga lalai akan tujuan mereka diciptakan, yaitu beribadah kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.
Allah Ta’ala berfirman, حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ “Sampai kalian masuk ke dalam kubur.” Maknanya, hingga kalian mendatangi atau masuk ke dalam kubur. Yakni, sampai kalian mati.
Manusia memiliki sifat bawaan untuk hidup bermewah-mewahan hingga mati. Setiap kali kesombongannya bertambah, semakin bertabah pula angan-angannya. Rambut semakin beruban, tetapi angan-angan semakin memuda. Hingga kamu mendapati orang yang sudah berumur 90 tahun mempunyai angan-angan dan harapan yang panjang yang tidak kamu dapati pada seorang pemuda yang berusia15 tahun. Inilah makna ayat yang mulia di atas.
Firman Allah, حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ “Sampai kalian masuk ke dalam kubur.” Umar Bin Abdul Aziz rahimahullah menjadikan ayat ini sebagai dalil bahwa zair (pendatang yang dalam ayat ini adalah orang yang masuk ke dalam kubur) pasti akan kembali ke negerinya, dan kuburan bukanlah negeri tempat tinggal terakhir. Tempat tinggal terakhir adalah Surga atau Neraka di Hari Kiamat.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam lanjutan hadis ini, “Anak Adam berkata, ‘Hartaku, hartaku!’” Maksudnya, dia bangga dengan hartanya. “Adakah bagianmu dari hartamu selain yang kamu makan hingga habis atau yang kamu pakai hingga rusak atau yang kamu sedekahkan dan tetap menjadi simpananmu?”
Begitulah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kenyataannya memang demikian. Manusia tidak memiliki harta kecuali makanan dan minuman yang dia konsumsi, pakaian yang dia kenakan, dan harta yang dia sedekahkan. Di antara semua harta yang dia miliki itu harta yang kekal adalah harta yang dia sedekahkan. Adapun harta yang dia konsumsi dan dia pakai, jika digunakan sebagai sarana untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka harta-harta itu merupakan kebaikan baginya, tetapi jika digunakan untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, untuk melakukan kejahatan dan kesombongan, maka harta-harta itu menjadi petaka baginya. Na’udzubillah.
Baca juga: HARTA SENDIRI ADALAH HARTA YANG DISEDEKAHKAN
Baca juga: MENGAMBIL HARTA YANG DIHALALKAN DAN MENINGGALKAN HARTA YANG DIHARAMKAN
Baca juga: KEUTAMAAN MENAMPAKKAN SEDEKAH DAN MENYEMBUNYIKANNYA
Baca juga: ENGGAN MENGELUARKAN ZAKAT
(Syekh Muhamad bin Shalih al-‘Utsaimin)