82. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَلْيَغْتَسِلْ، وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barang siapa memandikan mayat, maka hendaklah ia mandi, dan barang siapa membawanya, maka hendaklah ia berwudhu.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa’i, dan at-Tirmidzi, serta dinilai hasan oleh at-Tirmidzi. Ahmad berkata, “Tidak ada hadis yang sahih dalam bab ini.”)
PENJELASAN
Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam kitabnya Bulughul Maram, dalam riwayat yang ia nukil dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa memandikan mayat, maka hendaklah ia mandi, dan barang siapa membawanya, maka hendaklah ia berwudhu.”
Memandikan jenazah adalah fardu kifayah. Kaum muslimin wajib, jika ada di antara mereka yang meninggal, memandikan mayat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki yang untanya menjatuhkannya —yaitu ia terjatuh dari tunggangannya— dalam keadaan ihram, lalu meninggal saat wukuf di Arafah. Maka mereka datang kepada Rasul ‘alaihishshalatu wassalam untuk meminta fatwa kepadanya.
Beliau bersabda,
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ، وَلَا تُحَنِّطُوهُ، وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا
“Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, kafanilah dia dengan dua kainnya, jangan diberi wewangian, dan jangan tutupi kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada Hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Artinya, ia akan bangkit dari kuburnya dan berkata, “Labbaikallahumma labbaik,” karena ia meninggal dalam keadaan beribadah, seperti seorang mujahid di jalan Allah. Jika Hari Kiamat tiba, ia keluar dari kuburnya dengan lukanya yang masih mengalirkan darah —warnanya seperti warna darah dan baunya seperti bau misk. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Seperti inilah Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda tentang seseorang yang meninggal dalam keadaan ihram.
Sabda beliau “Mandikanlah dia” adalah sebuah perintah, dan perintah ini merupakan fardu kifayah. “Dengan air dan daun bidara”, karena daun bidara dapat membersihkan tubuh dengan sangat baik.
“Kafanilah dia dengan dua kainnya”, yaitu pakaian ihramnya. Oleh karena itu, jika seseorang meninggal dalam keadaan ihram, maka janganlah diberikan kain kafan baru untuknya, tetapi kafanilah dengan izar (sarung) dan rida’ (selendang) miliknya, sebagaimana diperintahkan oleh Nabi ‘alaihishshalatu wassalam.
“Jangan diberi wewangian”, artinya jangan letakkan wewangian padanya. “Dan jangan tutupi kepalanya”, yaitu jangan menutupi kepalanya, karena orang yang sedang ihram tidak boleh ditutupi kepalanya. “Karena ia akan dibangkitkan pada Hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.”
Namun, ia tidak dikatakan sebagai syahid kecuali jika kematiannya disebabkan, misalnya, oleh kebakaran, atau tenggelam, atau karena penyakit dalam (seperti sakit perut), atau yang semisal dengan itu.
Maka sabda Rasulullah ‘alaihishshalatu wassalam di sini, “Barang siapa memandikan mayat, maka hendaklah ia mandi”, artinya jika seseorang memandikan mayat dan secara langsung menyentuhnya dalam proses memandikannya, maka ia dianjurkan untuk mandi. Namun, ini bukan kewajiban, melainkan hanya anjuran (sunah), jika hadis ini sahih, karena tidak ada hal yang mewajibkan mandi setelah memandikan mayat.
Dan sabdanya, “Barang siapa membawanya, maka hendaklah ia berwudhu”, hal ini juga berlaku jika hadis ini sahih.
Maka maknanya adalah bahwa orang yang membawa mayat sebaiknya membawanya dalam keadaan berwudhu, agar ia tidak tertinggal dalam shalat jenazah. Jika ia membawanya dari rumahnya ke masjid, misalnya, atau ke tempat shalat jenazah, maka jika ia dalam keadaan berwudhu, ia tidak akan tertinggal dalam shalat. Namun, jika tidak berwudhu, ia mungkin akan tertinggal.
Tetapi, jika hadis ini tidak sahih, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal rahimahullah, maka kita tidak perlu mengkhawatirkannya.
Berdasarkan hal ini, barang siapa memandikan mayat, maka ia tidak wajib mandi, dan tidak diperintahkan untuk melakukannya. Barang siapa membawanya, maka ia tidak perlu berwudhu. Namun, barang siapa ingin menyhalatinya, maka ia harus berwudhu, karena keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Allah tidak akan menerima shalat salah seorang di antara kalian jika ia berhadas, hingga ia berwudhu.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Baca juga: AZAB KUBUR UNTUK MAYAT YANG DIRATAPI KELUARGANYA
Baca juga: BERWUDHU DENGAN AIR YANG SEDIKIT
Baca juga: MAKNA DAN KEUTAMAAN BERWUDHU
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)